Chereads / DETEKTIF TOPI MERAH / Chapter 5 - Tamatnya Ilmu Sihir

Chapter 5 - Tamatnya Ilmu Sihir

nyaman, karena ada siswa kelas enam yang sok jagoan. Padahal, sebelumnya, yang namanya Yudeo itu biasa-biasa saja, tidak nakal. Anaknya memang tinggi besar, alias bongsor. Kini Yudeo selalu diikuti anak-anak yang lain, punya banyak pengawal. Bukan hanya anak kelas enam, anak kelas lima dan empat ada juga yang jadi centengnya. Snot tahu Yudeo sok jagoan, tapi beraninya hanya sama siswa satu sekolah saja. Ketika Snot memergoki Yudeo ditantang siswa lain sekolah, yang berat badannya seimbang, dia tidak berkutik. Ketika disenggol-senggol diajak berantem tidak berani apa-apa. Kapan Yudeo jadi preman sekolahan? Belum lama, sejak dia menyatakan mendapat ilmu kesaktian dari kakeknya.

"Yudeo sekarang sakti, punya ilmu," bisik Seo kepada Snot.

"Paling juga Ilmu Pengetahuan Alam atau Ilmu Pengetahuan Sosial," balas Snot.

"Betul, saya tidak bohong. Dia bisa mengeluarkan asap dari telapak tangannya!" terang Seo, yakin sekali. "Katanya, selama liburan kemarin dia pergi ke gunung untuk berguru. Di perguruan silat dekat rumah kakeknya."

Snot tertawa. "Kamu itu bagaimana, katanya dia dapat ilmu dari kakeknya. Kok sekarang kamu bilang hasil berguru di padepokan silat."

"Kamu orangnya tidak percayaan, sih! Lihat saja sendiri, saya ngomong begini gara-gara sudah melihat atraksinya," bisik Seo kesal. "Susah memang meyakinkan kamu." Sejak Yudeo mengaku punya ilmu sakti, siswa sekolah itu sering mendapat kabar yang berganti-ganti tentang bagaimana Yudeo mendapat ilmu saktinya. Tentang Yudeo yang bisa mengeluarkan asap dari telapak tangannya.

"Kamu pernah melihat sinetron Joko Tingkir? Nah, seperti itulah kemampuan Yudeo!" seru Alex yang dimintai tolong Seo untuk meyakinkan Snot. "Kalau dia sudah duduk bersila dan membaca mantera, maka ketika dia mengibaskan telapak tangannya keluarlah asap."

Snot belum percaya, yang pasti ulah Yudeo dan komplotannya makin menjengkelkan. Gara-gara mengaku punya kesaktian, Yudeo makin menekan siswa lain. Kini kelompok itu suka minta duit. Kelakuan ini sudah dilaporkan ke Pak Tanju. Tapi nasib si pelapor malah mengenaskan, karena makin diancam. "Macam-macam sama saya, nanti saya santet," ujar Yudeo mengancam Pring yang melaporkan ulahnya. Pring anak kelas lima jadi gemetaran. Kini tidak ada yang berani mengadu ke guru, pilih diam. Anak-anak kelas lima yang tidak bergabung kepada Yudeo makin kecut, mereka jadi korban teroris itu. Snot sempat kena juga, uang saku yang rencananya untuk beli otak-otak melayang. Dia harus melupakana jajanan kesukaannya.

"Kamu tidak berani melawan mereka?" tanya Vista. Dia tahu, Snot habis kena embat oleh gang perampok itu. "Kalau saya anak laki-laki, sudah saya lawan dia,"

"Kejatuhan badan Yudeo bisa gepeng tubuhku," kilah Snot. "Bayangkan saja, kalau saya melawan dia bisa diibaratkan anak ayam melawan beruang kutub."

"Ih, bilang saja takut! Tidak usah pakai perumpamaan," seru Vista kecewa. "Kamu itu sejak bayi seharusnya latihan taekwondo atau karate! Biar tidak jadi anak penakut."

"Ssttt, jangan keras-keras. Nanti kedengaran yang lain saya semakin malu."

"Tapi kamu harus memberikan permenmu, biar kisah kena palak ini saya tutupi."

Snot jengkel, merogoh saku celananya. "Uh, kamu ikut-ikutan jadi pemeras! Tentang nasib sialku Seo juga sudah tahu, juga yang lain," kata Snot.

Vista tertawa. "Ya, sudah permen ini sebagai amal saja. Hati-hati, Yudeo punya ilmu sihir."

"Memangnya dia Harry Potter?"

"Tapi saya dan teman-teman pernah menyaksikannya. Coba kamu tanya yang lain, pasti mengiyakan," ujar Vista. Eh, Vista sudah ketularan yang lain, mudah percaya begitu saja. Snot tidak berkomentar tentang ilmu sihir Yudeo, lebih suka diam. Sudah kehilangan uang dia juga mesti kehilangan permen, dasar Vista, gerutunya.

****

Mayor Dud bercerita kalau dirinya pernah disuguh makan dengan lauk oseng-oseng kecoa Snot dan Vista tidak percaya. Mayor Dud dianggapnya hanya bercanda saja. "Kalian memang belum perah merasakannya. Bila tahu nikmatnya pasti akan ketagihan!" kata Mayor Dud. Teman kembarnya itu sering menanyakan kebenaran cerita tentang oseng-oseng kecoa itu.

"Di restoran mana dijual oseng-oseng kecoa?" tanya Vista.

"Itu terjadi ketika saya sedang bertugas di Bangkok. Bukan di restoran tetapi di rumah teman saya," kata Mayor Dud. Dia senang saja ketika Snot dan Vista penasaran. Tetapi tentang oseng-oseng kecoa itu memang benar-benar terjadi. Temannya bernama Than Nio mengajaknya menginap di rumah keluarganya di pinggiran ibu kota Thailand. Mayor Dud senang-senang saja ditawari seprti itu sehingga lebih menghemat biaya hotel.

"Nah pada suatu sore teman saya itu mengatakan akan membuat lauk istimewa. Saya diajaknya ke kebun mencari lauk hebat itu. Saya lihat dia menuju tumpukan daun-daun kering dan memberengkalnya. Setelah itu dia menangkapi kecoa-kecoa yang ada dan memasukkannya ke dalam plastik."

"Jadi bukan kecoa dari comberan?" tanya Snot.

"Tentu saja bukan. Kalau kecoa dari comberan mana mau saya ikut memakannya Melihatnya saja sudah neg. Kecoa-kecoa itu lalu disiram dengan air panas sampai mati setelah itu dicuci besih. Nah, dia membuat bumbu dan mengosengnya," kata Mayor Dud. "Bahkan bukan kecoa itu saja. Di malam berikutntya Than Nio juga membawa lampu tempel ke kebun. Sinar lampu itu mengundang datangnya kumbang. Ada beberapa kunbang yang ditangkapnya lalu dibumbu dan digoreng."

"Coba kita di Jakarta ini membuat restoran oseng-oseng kecoa. Pasti laris," ujar Snot.

"Huh, mana ada yang mau beli," kata Vista. "Bagaimana kalau membuka restoran sop buntut?"

"Itu sudah banyak sekali," tukas Mayor Dud.

"Itu kalau sop buntut sapi. Yang akan kita buat lain, yaitu sop buntut cicak," kata Vista sambil menutupi mulutnya, tanda geli.

"Tapi jangan salah lho. Tahu tidak kalau cicak memiliki khasiat untuk mengobati penyakit step. Itu lho penyakit yang membuat penderitanya melotot matanya," kata Mayor Dud. "Tetapi bukan ayan, lho ya."

"O seperti yang diderita Vista dulu ya?"

"Enak saja!" ujar Vista. "Bagaimana cara mengobatinya? Menelan cicak mentah? Atau hanya menelan ekornya?"

"Cicak itu digoreng dan dimakan si penderita. Isnya Allah tidak akan pernah kambuh lagi. Allah mencipta penyakit tetapi juga menyediakan obatnya. Kadang manusia saja yang belum sampai ilmunya," kata Mayor Dud.

"Agib pernah membawa belalang goreng ke sekolah. Saya ikut mencicipinya. Tetapi tidak lama kemudian perut saya mual dan kepala saya menjadi pusing," kata Snot.

"Itu namanya kamu alergi," kata Vista.

"Tetapi kok tidak gatal-gaal?" kata Snot. Dipikirnya alergi itu hanya gatal-gatal saja.

Ketika Snot menceritakan ilmu yang dimiliki anak kelas enam itu Mayor Dud hanya tertawa. "Paling hanya menggunakan trik tipuan pesulap. Selidiki saja. Mungkin dia habis membeli buku sulap," kata Mayor Dud setelah Snot selesai bercerita.

"Mungkin juga," kata Snot. Setelah itu dia menghubungi teman-temannya dan menghembuskan cerita kalau Yudeo hanya bermain sulap. Bukan kesaktian dari bertapa. Tapi itu malah menguntungkan posisi Yudeo, karena anak-anak makin mengaguminya. Malah bukan hanya itu saja, Snot juga dicari-cari Yudeo karena dianggap menantang.

"Kamu yang bilang-bilang kalau saya tukang sulap?" hardik Yudeo. "Awas kalau kamu menjelek-jelekkan saya lagi. Saya minta kamu membuat surat permintaan maaf di majalah dinding. Dan berjanji tidak mengulangi lagi!"

"Ya, ya," kata Snot asal bunyi. Yudeo menunjuk-nunjuk jidat Snot, jarinya tercium bau jeruk. Snot terpojok di dinding kantor guru, dia berharap ada guru yang memergoki aksi Yudeo, sayang harapannya kandas. Tak ada guru yang keluar. Memang sedang jam istirahat. "Aduh, kok tidak ada guru yang ke kamar kecil," keluhnya dalam hati.

"Awas! Paling lambat besok lusa, permintaan maafmu sudah harus dipajang! Bila tidak, kamu tahu akibatnya!" Yudeo merogoh saku Snot, mengambil uang yang ada. Habis kejadian itu Snot tidak konsentrasi di kelas, berkeringat dingin dan gelisah. Gejala-gejala aneh pada Snot pasti tertangkap Vista. Anak itu tersenyum melihat Snot yang gelagepan. Di jalan, sepulang sekolah, Vista langsung menanyainya. "Kamu pasti diperas lagi oleh Yudeo?"

"Bukan hanya itu, tapi juga diancam. Saya disuruh membuat permintaan maaf di majalah dinding. Paling lambat besok lusa," keluh Snot. Vista merasa iba melihat saudara kembarnya yang lagi prihatin.

"Ya sudah, biar saya yang membuat surat pemintaan maaf itu," kata Vista meghibur.

"Bukan itu masalahnya. Nanti dia semakin besar kepala."

"Dia memang sudah berkepala besar. Lantas bagaimana, apa kamu ingin kepalamu benjol?" tanya Vista. Snot diam tidak menjawab, serba salah. "Sudah, tidak usah bingung. Soal kata-kata minta maaf biar saya yang atur."

"Bukan itu maksudku. Kamu tidak tahu juga. Maksud saya, terus bagaimana nasib Topi Merah? Tercoreng begitu saja?"

"Ha-ha-ha-ha.... hebat juga, ternyata saudaraku masih punya nyali. Saya pikir Topi Merah akan tutup, habis jagoannya sudah tunduk sama preman sekolahan," canda Vista.

"Hus jangan keras-keras," kata Snot. Vista segera memekik kecil dan menutupi mulutnya. Esok paginya, Snot diam-diam membuntuti Yudeo dan gangnya dari kejauhan. Dia perhatikan Yudeo selalu membawa jeruk. Ketika bertemu dengan anak kelas enam yang tidak akrab dengan Yudeo, Snot bertanya, "Apakah Yudeo hobi makan jeruk?"

"Biasanya, sih, hobi makan ketoprak. Meningkat sedikit paling juga makan gado-gado. Tapi sejak jadi tukang sihir dia suka mengantongi jeruk medan. Mungkin disuruh dukunnya," kata yang ditanya sambil tertawa. Snot ikut tertawa dan nyengir. Ketika Yudeo dan pengawalnya lewat di hadapan Snot, Yudeo melirik kepadanya lalu dengan cepat melempar Snot dengan sesuatu. Lemparan itu akan kena mukanya bila Snot tidak cekatan menangkapnya. Up, kulit jeruk! Snot tidak segera membuangnya. Dengan iseng dipilin-pilinnya kulit jeruk itu. Tapi sudah lemes, jadi sudah diplintir-plintir oleh Yudeo, sehingga kulit jeruk itu tidak keluar getahnya lagi. Snot melemparnya ke tong sampah.

Otak Snot masih pusing. Ancaman Yudeo bisa saja dilaporkan kepada guru. Tapi, ini masalah harga diri Topi Merah. Bagaimana dia bisa mengatasi masalah dengan si preman. Ketika sampai Pos Topi Merah ada beberapa jeruk, dikupas lalu dikunyahnya. Eit, masam sekali! Mungkin belum begitu tua karena warna kulitnya masih hijau. Mulut Snot nyengir-nyengir seperti monyet. "Uh, Vista mengerjai saya! Sudah tahu nasib saudaranya sedang jelek, kok tega-teganya!"

Maka, ketika Vista datang lalu dicecarnya habis-habisan, apalagi kalau bukan soal jeruk masam itu. Tentu saja Vista tersinggung. "Kalau tahu masam, ya, tidak usah dimakan. Sudah susah-susah disayang, kok, cerewet. Harap tahu saja, itu jeruk untuk air minum! Bukan disantap langsung!"

"Jeruk peras? Pantas saja!" seru Snot. "Maaf ya, saya salah."

"Ya sudah saya maafkan, berhubung kamu sedang stres," kata Vista cemberut.

"Minyakkkk.....!!" terdengar suara tukang minyak tanah melintas, menawarkan dagangan. Nek Norma yang tinggal di belakang rumah mereka mencegat tukang minyak itu. Tapi ketika membawa jerigen tampak kepayahan, Snot berlari ke jalan membantunya.

"Biar saya bawakan, Nek!" Snot mengangkat jerigen minyak. Tangannya terasa basah kena minyak tanah. Sampai di beranda rumah Nek Norma dia berhenti dan menaruh jerigen. "Saya bawa sampai dapur?"

"Sudah, sampai di sini saja. Terima kasih, untung ada kamu. Bila tidak, Nenek susah payah mengangkatnya," kata Nek Norma.

"Nek, jangan sungkan memanggil saya jika ada perlu angkat-angkat," ucap Snot sambil meninggalkan rumah itu. Hi-hi, bisa mengangkat minyak sepuluh liter saja sok bergaya jadi Hercules. Nek Norma hanya tinggal berdua dengan Tante Mon, tapi anak perempuannya itu bekerja sampai malam. Snot kembali ke markas Topi Merah. Snot mengusap tangannya yang basah, diciumnya masih bau minyak tanah. Sampai di markas dicarinya kulit jeruk, lalu ditekuk dan ditekan-tekannya sampai keluar cairannya. Lalu diusap-usapkan merata pada telapak tangan. "Pasti sudah tidak berbau minyak tanah." Ketika Vista lewat di depannya, digosoknya telapak tangan itu dan disorongkan ke hidung Vista.

"Bau!" teriak Vista. Tapi Vista menangkap sesuatu, "Eh, ada asapnya!"

"Mana?" tanya Snot.

"Coba kamu lakukan lagi, keluar asap dari telapak tanganmu!" seru Vista. "Seperti sihir Yudeo!"

Snot menggosok-gosok telapak tangan lagi, lalu dengan cepat membuka jurus "sodor mangkok", jurus andalan ketika rebutan beli bakso. Kabut keluar dari kedua telapak tangannya. Sekali lagi dilakukannya, terjadi hal yang sama. "Aha, ini rahasia sihir Yudeo!" Bukan main senang hatinya mengetahui hal itu. "Vista, coba kamu ambil minyak tanah! Kita coba sama-sama, apakah kamu juga bisa melakukannya!" teriak Snot.

Vista mengambil minyak tanah, memang meskipun kaya Mayor Dud lebih suka memakai kompor minyak, karena dari kecil dia suka mencium bau minyak tanah. "Bagaimana caranya?"

"Begini, kamu oleskan minyak tanah di telapak tanganmu. Setelah itu, kucurkan getah kulit jeruk seperti ini! Nah, sekarang gosok-gosok dengan kuat telapak tanganmu!"

Vista melakukan seperti yang disarankan Snot. Begitu dia membuka telapak tangannya dengan cepat kabut asap pun muncul dari kedua tapak tangannya. "Wah, kita bisa jadi pendekar sakti! Yudeo pasti melakukan hal yang sama!"

"Pasti, tapi dia merahasiakan temuan ini kepada teman-temannya. Biar semakin dianggap sakti," kata Snot.

"Terus, bagaimana rencanamu dengan pernyataan minta maaf kepadanya?"

Snot diam, lalu berkata, "Bagaimana, masih banyak jeruk di rumah?"

"Untuk apa?"

"Kita bawa jeruk itu ke sekolahan, sambil bawa sebotol kecil minyak tanah. Ilmu ini kita bagikan ke teman-teman."

"Saya tahu pikiranmu, kamu hendak mempermalukan Yudeo?"

Snot tertawa. "Biar dia jera! Dipikirnya hanya dia yang bisa melakukan sulap seperti itu."

"Bagaimana jika kita hanya membawa kulitnya saja, kan, hanya perlu getah kulit jeruk. Bukan jeruknya?"

"Sejak kapan kamu sepelit itu?"

Vista merajuk. "Bukan itu maksudku, siapa yang doyan dengan jeruk masam! Kamu yang biasa rakus saja tidak doyan!"

Snot menganggukkan kepala. "Baiklah."

Keesokan harinya, sesampai di sekolah, mereka mendapat kabar kalau saat istirahat pertama Yudeo hendak unjuk gigi lagi. Sttt, padahal giginya ompong, lho! Supaya teman-temannya ingat jika dia masih sakti. Jelas itu suatu kesempatan bagi Snot dan Vista. Begitu bel istirahat berbunyi mereka keluar kelas. Snot segera berteriak-teriak bak tukang jamu kalau Vista habis pulang berguru di Gunung Merapi. "Ayo, Vis! Unjuk kebolehan!"

"Mana bisa bertapa cuma semalam, pasti Snot bohong!" teriak Raq.

"Yang penting buktinya!" seru Snot.

Vista segera bergaya. Dengan duduk bersila dia menakupkan kedua tapak tangan sambil matanya terpejam. Mulutnya komat-kamit layaknya membaca mantera. Padahal, hanya menirukan mulut kelinci! "Ciaat.....!" Vista berteriak dan melompat berdiri, mengusap tapak tangan lalu dikibaskan dengan cepat. Kabut asap menyelubungi mukanya. Mereka yang melihat aksinya berdecap kagum. "Bagaimana, siapa berani melawan saya?"

"Saya yang melawanmu!" ujar Snot. Dia segera pasang kuda-kuda, lalu dengan mata terpejam dikibasnya tapak tangan ke depan. Asap segera keluar mengepul. Yang berkerumun semakin kagum. "Bagaimana, kalian ingin sakti seperti kami?" tanya Snot. "Saya bisa menularkan ilmu itu."

"Bayar tidak?" tanya salah satu dari temannya.

"Lima ribu ratus rupiah," tapi pantat Snot segera ditendang Vista. Snot meringis. "Eh, gratis!" Kerumunan segera menyerbu Snot dan Vista. Bukan hanya anak-anak kelas lima, tapi hampir siswa satu sekolahan. Malah pengawal Yudeo ada yang ikut nimbrung. Halaman sekolah hari itu jadi tempat bermain perang-perangan, menirukan sinetron silat. Dengan mengeluarkan ilmu sakti yang mengeluarkan asap.

Bagaimana kubu Yudeo? Tentu saja kebakaran jenggot, rencana unjuk kebolehannya batal total. Yudeo disingkiri teman-temannya yang selama ini jadi pengawalnya. Dianggap membohongi mereka. Yudeo sangat terpukul. "Dasar pelit kamu, Yud! Sekarang saya sudah dapat ilmu yang kamu miliki!" seru Hum. Tentu saja muka Yudeo merah padam, ilmu sakti yang selama ini rahasiakan telah terbongkar. Dia makin malu ketika melihat anak-anak kelas satu juga bisa memainkan jurus-jurus yang dimilikinya. Jeruk di kantin sudah ludes dibeli. Pak Klo, penjaga sekolah, kualahan menghadapi rengekan anak-anak yang minta minyak tanah untuk telapak tangan.

Tapi bukan Yudeo kalau mau mengalah begitu saja. Dia selidiki siapa biang kerok yang telah membuka kedok ilmunya. Dicarinya Snot, dia pikir Snot yang telah mempermalukan dirinya. "Kamu yang mengajari mereka?"

Snot diam saja. Tapi Vista yang melihat gelagat tidak enak pada Snot segera menghampiri mereka. "Bukan dia, tapi saya! Mau apa kamu?"

Melihat campur tangan Vista, Yudeo meringis dan pergi sambil berkata, "Jika kamu yang melakukannya, tidak apa-apa. He-he-he....!" Snot selamat karena pertolongan Vista. Mengapa Yudeo bisa tunduk kepada Vista? Satu, karena dia sudah janji pada dirinya sendiri kalau tabu berantem dengan anak cewek. Kedua, karena anak kelas enam itu diam-diam naksir Vista.

"Untung ada kamu Vis," kata Snot.

"Sstt, demi nama baik Topi Merah."

Snot melongo. "Bukan karena saya?"

"Bukan, seratus persen bukan," kata Vista, sambil tertawa. Tangannya dikibaskan dan kabut menutupi muka Snot sampai terbatuk-batuk. Tapi dalam hati Snot mengucap syukur. Lumayan lolos dari cengkraman Yudeo. Sejak kejadian itu Yudeo kapok jadi preman sekolah, malu sama Vista. Mengapa bisa keluar kabut? Karena terjadi reaksi kimia antara getah jeruk dengan minyak tanah.

****

Tentang nasib buruk Yudeo diceritakan kepada Mayor Dud. "Pernahkah kalian melihat pertunjukan sulap?" tanya Mayor Dud. Tukang sulap bekerja dengan menggunakan trik untuk mengelabuhi mata penonton. Misalnya mengandalkan kecepatan tangan, jurus-jurus rahasia, dan rumus-rumus lainnya. Tentang jurus rahasia itu hanya tukang sulap dan asistennya saja yang tahu. Pesulap yang sangat melegenda di dunia adalah Harry Houdini. Begitu pandainya dia bermain sulap sampai dia dicap bekerja sama dengan setan.

Sementara tukang sulap modern yang sangat terkenal adalah David Coperfield. Dia juga bekerja dengan trik yang dilengkapi dengan alat-alat canggih. Dia bahkan bisa membuat hilang patung Liberty kebanggan AS. Bila patung itu betul-betul hilang tentu saja dia ditangkap polisi. Ada yang lucu lagi dari trik Coperfiled, yaitu tentang orang yang bisa hadir di dua tempat dalam waktu bersamaan. Katakankah dalam waktu yang bersamaan orang itu bisa berada di New York dan di Tokyo. Kok bisa? Ternyata pesulap itu memakai dua orang yang bersaudara kembar yang betul-betul sama, atau kembar identik. Tentu saja dua saudara kembar itu sudah dilatih untuk akting. Bahkan di dunia ada organisasi pesulap. Setiap tahun anggotanya diwajibkan menyetor trik baru dalam bermain sulap sehingga bisa ditularkan kepada pesulap-pesulap lainnya.

"Jadi pesulap yang bisa menghidupkan kelinci mati itu hanya sebuah trik saja?" tanya Vista.

Mayor Dud tertawa dan berkata, "Memangnya dia Tuhan bisa menghidupkan makhluk yang sudah mati?"

Snot menukas, "Tetapi mengapa kelinci yang mati itu bisa kruget-kruget dan bangkit daru matinya?"

"Kalian polos amat. Kelinci itu dibius oleh pesulapnya dengan dosis tertentu. Misalnya sapu tangan yang dipakai menutupi kepala kelinci itu sudah ditetesi obat bius sehingga begitu dihisap hidung maka kelinci itu tidak sadarkan diri!" kata Mayor Dud. "Pesulap memperhitungkan pengaruh obat bius hanya bekerja tiga menit maka selama menuggu kelinci itu sadar dia akan mengoceh ke sana kemari. Begitu waktunya tiba dia akan berteriak "sim salabim hiduplah kelinciku". Tentu saja kelinci itu bangun karena pengaruh biusnya sudah hilang."

"Jangan-jangan Om Dud pernah menjadi tukang sulap keliling," kata Vista, "sehingga tahu betul trik sulap."

Mayor Dud tertawa dan berkata, "Betul katamu. Tetapi hanya sebagai asisten tukang sulap keliling. Saya dipecat karena membuat kesalahan vatal."

"Apa itu?"

"Karena pertunjukan menghidupkan kelinci gagal total. Gara-garanya saya terlalu banyak menuang obat bius ke sapu tangan sehingga kelinci itu butuh waktu semalaman untuk siuman. Tentu saja pesulapnya malu besar, saya pun dipecat karenanya," kata Mayor Dud sambil tertawa. Snot dan Vista pun tertawa terbahak-bahak mendengar kisah nasib si asisten tukang sulap. "Kasihan deh, lo!" kata Vista. Mayor Dud pun ikut tertawa sampai matanya basah. (*)