Chereads / DETEKTIF TOPI MERAH / Chapter 9 - Rahasia Sang Perampok

Chapter 9 - Rahasia Sang Perampok

Terjadi perampokan mobil uang ATM sebesar 3 milyar rupiah. Tukang tambal ban yang menyaksikan perampokan itu mencegat polisi yang berpatroli dan menceritakan apa yang terjadi. Polisi segera mengadakan pengejaran tetapi kehilangan jejak. Siangnya pengemudi dan pengawal mobil uang ditemukan terikat dengan mulut dilakban. Mereka dibuang di pinggir jalan kecil sekitar Bogor. Sorenya mobil uang itu ditemukan di persawahan wilayah Banten. Keesokan harinya baru ditemukan kotak-kotak besi yang sudah dikuras isinya.

Polisi mencurigai sopir dan pengawal mobil uang terlibat aksi perampokan itu. Pengisian angin ban ditengarai hanya sebagai kode bagi kawanannya. Tentu saja sopir dan pengawal itu membantah sengit. "Bukan maksud saya memberi kesempatan mereka untuk merampok. Saya memang merasakan mobil itu jalannya tidak stabil karena kurang angin!" kata Rendi, si sopir. "Begitu melihat penambal ban maka saya hentikan untuk menambah angin!"

"Bukannya itu hanya sebuah sinyal agar mereka melakukan perampokan?" tanya Polisi.

"Sama sekali bukan," jawab Rendi, sambil menangis. Tuduhan itu terlalu berat untuknya. Untuk sementara Rendi ditahan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pengawal mobil itu juga ditahan. Ternyata kotak-kotak berisi duit itu dibongkar paksa.

"Padahal bukan pekerjaan mudah membongkar kotak uang itu," kata Mayor Dud. Selama seminggu polisi belum mendapat titik terang. Sementara Rendi yang dicurigai terlibat tidak bisa menunjukkan apa-apa. Bahkan polisi pun mencurigai ada orang dalam, baik orang bank maupun orang perusahaan securitas, yang terlibat dalam aksi perampokan. Malah ditengarai sebagai dalangnya. Kecurigaian itu berdasarkan karena hanya orang-orang dalam saja yang tahu berapa jumlah uang yang ada di mobil itu. Harap tahu saja, pada hari kejadian itu mobil ATM Jakarta Utara yang berisi uang paling banyak. Tentu saja orang bank dan perusahaan security membantahnya.

"Masa iya, jeruk makan jeruk," kata mereka, berkilah.

"Mengapa perampoknya bisa tahu kalau jumlah uang di mobil itu paling besar? Kemungkinan ada informan yang merupakan orang dalam," kata Mayor Dud ketika berada di kantor Detektif Topi Merah.

Snot menyimak kata-kata Mayor Dud dan berkomentar, "Tetapi bisa saja kalau itu hanya faktor kebetulan saja! Apakah kalau hanya berisi 200 juta rupiah polisi tidak mencurigai orang dalam?"

Mayor Dud diam sejenak lalu berkata, "Bisa saja faktor untung-untungan. Tapi sungguh beruntung perampok itu."

"Mereka seperti mendapat durian runtuh," sambung Vista.

"Kalau duriannya busuk bagaimana, apa itu merupakan keberuntungan?" kata Snot.

Vista bersungut-sungut, "Kalau durian busuk ya buat kamu saja."

Tidak berselang lama kepolisian Lampung mengirim kabar bahwa mereka mencurigai salah satu warga yang membawa pulang "sekarung uang" untuk istrinya. Andai saja perempuan itu tidak berkoar-koar kepada para tetangganya maka tidak akan ketahuan. Tetapi siapa yang tidak syok kalau orang yang tidak biasa memegang banyak uang lalu mendapat uang dalam jumlah sangat besar. Bahkan kata "sekarung uang" itu pasti hanya dibesar-besarkan saja.

Koar-koarnya itu didengar seorang pensiunan polisi yang lalu melaporkannya. Karena dia tahu suami si perempuan itu memang seorang residivis dan berada di Jakarta. Polisi Lampung segera melakukan penyelidikan terhadap istri si residivis dan dari uang itu didapatkan kalau nomor seri uang itu sama dengan uang mobil ATM yang dirampok. Berdasarkan keterangan istrinya itu pula keberadaan sang suami dilacak dan tertangkap di Jakarta.

"Perampok yang tertangkap itu namanya Kabul," kata Mayor Dud.

Kabul pun memberikan nama-nama temannya. Polisi segera memburu orang-orang yang ditunjuk Kabul. Saat perburuan polisi mendapat laporan kalau Ujang Jangkar ditemukan tewas dengan luka tembak. Kemungkinan ditembak temannya sendiri. Lalu dalam sebuah penggerebekan yang seru, karena terjadi baku tembak, Tarjo Abang dan Soni Krempeng tewas. Polisi lalu memburu Biqo yang licin bagaikan belut. Toh, akhirnya Biqo tewas juga karena melakukan perlawanan sengit. Sementara uang hasil rampokan belum ditemukan. Mayor Dud ikut dalam penggerebekan-penggerebekan itu. Jadi, Kabul satu-satunya anggota kelompok Biqo yang masih hidup.

Suatu hari Snot diajak Mayor Dud ke kantor polisi untuk mendengar cerita si Kabul. Selama ini Kelompok Biqo dikenal sebagai komplotan perampok yang mengincar nasabah bank. Kabul bercerita kalau Kelompok Biqo terdiri dari lima orang residivis, yaitu Biqo, Ujang Jangkar, Tarjo Abang, Soni Krempeng, dan Kabul. Tarjo Abang dan Ujang Jangkar mantan tentara dari kesatuan tempur khusus yang dipecat dari kesatuannya karena terlibat kejahatan. Kelompok Biqo terkenal kejam dan sadis. Tidak segan-segan melukai bahkan menghabisi nyawa korban.

Mereka sudah bosan merampok nasabah bank sehingga Biqo mencari tantangan baru. Selanjutnya Biqo berencana merampok mobil securitas yang bertugas mengisi uang ATM. Mereka mengincar mobil pengantar uang ATM di wilayah Jakarta Utara. Mengapa memilih mobil yang mengantar uang di Jakarta Utara? Karena perusahaan jasa security itu berkantor di Jakarta Selatan sehingga rute untuk sampai ke Jakarta Utara lumayan panjang. Dengan panjangnya rute maka lebih banyak tempat yang bisa mereka pakai untuk melancarkan aksinya. Mereka pun sudah mengamati jalur mobil uang itu, termasuk mengamati sopirnya yang cenderung yang itu-itu juga. Sementara pengawalnya tiap hari berganti.

"Bila berhasil merampok mobil security maka rekor kita terpecahkan. Bukan lagi sekedar perampok nasabah bank," kata Biqo, bangga. Waduh-waduh kok tampaknya para perampok itu ingin seperti olahragawan yang ingin memecahkan rekor. Snot dan Vista menjadi tertawa mendengarnya. Tarjo Abang tidak kalah senang dengan rencana mereka.

"Siapa tahu rekor kita bisa masuk Musium Rekor Indonesia atau MURI," kata Kabul, menirukan suara Tarjo Abang.

"Gundulmu! Itu artinya kita tertangkap!" kata Kabul, menirukan Biqo. Betul-betul pelawak tenan si Kabul itu. Kalau pandai menirukan suara orang kenapa jadi perampok? Mbok jadi dalang atau ikut Butet Kertarajasa si raja monolog. Ada dua rencana, yaitu rencana A dan rencana B. Rencana A dijalankan bila mobil tidak masuk ke jalan tol. Mereka akan memepet mobil securitas dan menghentikannya untuk mengambil alih kemudi dan membawanya kabur. Rencana B dijalankan bila tidak ada kesempatan merampok di jalan biasa. Mereka akan menabrak mobil uang security itu dan melumpuhkan sopir dan pengawalnya di jalan tol.

Kabul menirukan suara Soni Krempeng, "Tapi jangan sampai salah rampok. Kalau merampok mobil yang pulang mengisi ATM, sia-sialah kita. Karena hanya mendapatkan kotak uang kosong."

"Jangan berpikir bodoh! Bukankah mobil-mobil uang itu selalu berangkat subuh-subuh," bentak Kabul dengan suara Biqo. "Kita harus mendapatkan mobil uang yang baru berangkat, sehingga isinya masih utuh." Untuk mendukung operasi perampokan itu mereka sudah menyiapkan mobil dan motor. Ketika persiapan sudah matang mereka pun siap beraksi. Suatu malam, jam tiga pagi, Kabul sudah berangkat ke arah kantor perusahaan securitas yang memberangkatkan mobil-mobil uang. Dari kejauhan Kabul melihat pergerakan calon korban. Dia harus bisa menentukan mobil uang yang berangkat ke Jakarta Utara. Ketika ada mobil securitas keluar dari kantor dan melewati pos satpam dan membuka kacanya, Kabul pun sengaja menjalankan motornya sengaja berpapasan untuk melihat siapa sopirnya. Dia beruntung karena mobil itulah yang mereka tunggu. Kabul membuntuti mobil securitas itu menuju bank langganannya untuk mengambil kotak uang ATM. Sekeluarnya mobil securitas dari bank, dengan hp-nya Kabul melapor kepada Biqo bahwa mobil sasaran sudah berjalan.

Biqo dan lainnya sudah menunggu di Mampang Prapatan. Ternyata mobil sasaran melaju ke arah Jl. MT Haryono. Sebuah keberuntungan bagi kelompok Biqo karena mobil itu berhenti di tambal ban untuk menambah tekanan anginnya. Saat itulah Biqo memutuskan untuk melakukan aksi. Ketika mobil itu belum jauh meninggalkan tempat mengisi angin, motor Kabul menyalib dan berhenti di depannya. Biqo segera memepetkan mobilnya ke mobil itu. Dengan todongan senjata api dan granat, pengawal dan sopir mobil uang ATM itu tidak bisa berkutik. Mobil uang diambil alih. Di suatu tempat mereka memindahkan uang muatan dan membuang mobil securitas beserta orang-orangnya.

"Sebagian besar uang di bawa Biqo karena dia sebagai pimpinan," kata Kabul mengakhiri cerita. Sstt, kalau ini suara asli Kabul.

Mayor Dud bertanya kepada Kabul, "Ujang Jangkar kami temukan tewas dengan luka tembak. Kalian sendiri yang melakukannya?"

"Biqo yang menembaknya saat Ujang Jangkar lengah. Biqo tidak suka karena Ujang Jangkar mulai mengatur-ngatur dan sok menjadi pimpinan. Bahkan dia meminta bagian yang paling banyak," kata Kabul.

"Sekarang uang itu disembunyikan di mana?" tanya Mayor Dud.

Kabul menjawab, "Aku tidak tahulah! Itu urusan Biqo, aku baru diberi 200 juta."

Memang di situlah masalahnya, di mana uang itu disimpan komplotan itu. Jadi Snot diajak Mayor Dud bukanlah hanya untuk mendengar dongeng Kabul. Tetapi diminta bantuannya untuk memecahkan teka-teki keberadaan uang hasil rampokan. "Biqo sebagai kuncinya sudah tewas. Kalau dia sudah mati mau diapakan lagi," kata Snot, begitu tiba di kantor mereka. Vista sudah menunggu mereka, untuk menguping.

Mayor Dud tidak suka dengan kata-kata Snot, "Jangan cepat menyerah. Bagaimanapun kita harus menemukan uang itu. Ini mempertaruhkan nama Detektif Topi Merah."

"Bagaimana dengan pelacakan aliran dana. Uang segitu banyak pasti hanya aman disimpan di bank?" kata Vista.

"Mereka bukan orang-orang bodoh. Tentu saja tidak menyimpan uangnya di bank," kata Mayor Dud. "Pihak bank akan curiga dengan duit mereka yang besar. Sementara dengan setoran di atas jumlah 10.000.000 harus dilampirkan asal-usul uang itu."

Snot manggut-manggut. "Bukankah Om Dud ikut mengepung Biqo? Apa yang ditemukan dari Biqo?"

Mayor Dud mengingat-ingat sesuatu, "Apa ya? Pistol."

"Selain pistol?" serang Snot.

"Kaset! Ya, polisi menemukan sebuah kaset di kantong jaketnya," jawab Mayor Dud. "Kaset kelompok Panbers. Menurut saya kaset itu bukan petunjuk apa-apa. Selain menunjukkan kalau Biqo menyukai lagu-lagu nostalgia."

Tetapi Snot tidak sependapat dengan Mayor Dud. "Apakah kaset itu sudah dicoba sampai tuntas?"

Mayor Dud ragu untuk menjawab pertanyaan itu, tetapi akhitmya mengangguk, "Ya, sudah kamu dengarkan. Dan hanya lagu-lagu saja tak ada yang lain."

"Nanti kita putar ulang saja. Saya ingin ikut mendengarnya," kata Snot.

Vista punya usul, "Bagaimana kalau kita memeriksa rumah yang dipakai Biqo saat penyergapan? Siapa tahu kita menemukan petunjuk yang lain." Mayor Dud pun setuju. Mereka berangkat ke tempat penyergapan Biqo. Tidak menemukan apa-apa. Hanya saja Snot melihat tumpukan kayu dan arang bekas terbakar di tempat sampah yang terbuat dari semen. Snot mendekatinya dan mencari-cari sisa-sisa benda yang terbakar. Ada beberapa kaset rusak yang pitanya putus dan terbakar. Snot memunguti dan mengumpulkannya.

***

Setelah Graham Bell menemukan telepon pada tahun 1876, banyak ilmuwan yang mengadakan penelitian untuk merekam suara. Pada tahun 1877 Thomas Alfa Edison memproduksi fonograf. Mesin itu bisa merekam suara dan bisa diputar ulang. Mula-mula Edison menjualnya sebagai mainan anak-anak. tetapi dia dan penemu lainnya menyempurnakan desainnya sehingga bisa untuk merekam musik. Pelopor tape perekam modern didesain oleh Valdemar Poulsen dari Denmark pada tahun 1898. Sedangkan kaset berpita plastik menjadikan tape perekam menjadi barang dagangan yang laris. Kaset pita plastik diperkenalkan oleh perusahaan Jerman bernama AEG. Pita yang ringan dan tipis dilapisi partikel magnetis yang dapat merekam lebih lama daripada menggunakan piringan. Lalu kapan mulai dikenal Compact Discs (CD)? Pada tahun 1982 dan dibuat oleh perusahaan Belanda, Philips dan perusahaan Jepang, Sony.

****

"Saya rasa kaset-kaset yang dibakar ini ada kaitannya dengan kaset yang ditemukan di kantong jaket Biqo," kata Snot.

"Siapa tahu uang itu sudah habis untuk foya-foya!" seru Vista, dalam perjalanan pulang. Penjahat cenderung memperlakukan uang kejahatannya untuk senang-senang.

"Tetapi ini uang dalam jumlah besar. Tiga milyar tidak habis dalam waktu singkat. Mereka masih menyimpan sebagian besar uang itu," kata Mayor Dud. "Akan kamu apakan potongan-potongan pita kaset itu?"

Snot menjawab, "Kita masih bisa membunyikan potongan pita-pita ini. Saya rasa Biqo merahasiakan keberadaan uang dengan kaset. Kalau tidak, apa alasannya membakar kaset-kaset ini? Saya pernah melihat penjual barang-barang bekas membunyikan pita kaset yang putus. Tetapi kita harus memiliki bagian tape yang bisa menggesek pita kaset."

Vista berkata, "Bagian itu disebut head."

"Head! Ya betul itu!" kata Snot. Kalau pita-pita itu lumayan panjang bisa saja mereka menggulungnya di kaset. Gara-gara pendek maka tidak memungkinkan untuk dilakukan itu. "Jadi Biqo memerlukan recorder untuk melakukan rekaman?" tanya Vista. "Apakah ditemukan recorder saat penggerebekan?"

"Memang di rumahnya ada recorder. Tetapi bukankah setiap tape atau radio tape selalu memiliki fasilitas untuk merekam? Jadi Biqo tidak perlu recorder khusus," kata Mayor Dud. "Tetapi kalau dia langsung merekam rahasianya di kaset sangatlah berisiko."

Snot pergi ke pasar loak mencari mesin tape yang sudah rusak. Dia hanya perlu head-nya. Begitu didapat head tape itu maka para Detektif Topi Merah sibuk membunyikan potongan-potongan pita yang mereka temukan. Mereka cukup menggesekkan pita di head. Timbul suara-suara tetapi hanya potongan-potongan lagu.

"Ini suaranya lucu," kata Vista saat mencoba potongan pita yang lain.

Mayor Dud menjawab, "Pasti posisi pita kasetnya terbalik. Kalau kaset normal maka bagian pita yang menghadap luar itulah yang merekam suara."

Snot mengerutkan alis ketika mendengar keterangan Mayor Dud. "Apa jadinya kalau orang memutar kaset yang pitanya sudah dibalik? Sehingga bagian bawah pita itu yang akan menyentuh head?" tanya Snot. "Tapi maksud saya bukan membalik dari Side A ke Side B, lho, melainkan bagian bawah pita."

"Tentu saja akan terdengar suara-suara aneh. Mungkin malah dianggap lagu-lagu pemuja setan," kata Mayor Dud. "Dahulu pernah heboh orang-orang yang membalik pita kaset kelompok Quiet Riot. Karena terdengar suara-suara aneh maka kelompok musik rock itu dianggap sebagai pemuja setan."

"Bagaiman kalau Biqo membalik pita kaset Panbers itu dan merekam suaranya. Setelah itu dia mengembalikan posisi pita seperti semula?" kata Snot. "Bagaimana kalau kaset itu kita selidiki?"

"Saya rasa kecurigaianmu itu masuk akal," kata Mayor Dud. Mereka lalu datang ke kantor polisi dan bersama-sama memutar kaset yang ditemukan di kantong Biqo. Mereka memutarnya dan tampaknya biasa-biasa saja. Tetapi ketika terdengar lagu "Musafir" Snot sempat curiga karena suara lagunya ada yang melemah dan terganggu, tersendat-sendat. "Pasti pita kaset di lagu Musafir ada yang tidak beres," kata Snot dalam hati. Itu sering terjadi pada kaset. Tetapi kaset itu baru dan mutunya bagus. Namanya juga perampok yang berhasil mengembat uang milyaran rupiah, tentu tidak membeli kaset kelas ecek-ecek di pinggir jalan. "Saya curiga dengan lagu Musafir," ujar Snot.

Mereka memutar kaset itu lagi. Mencari lagu Musafir, begitu dapat maka kaset itu dikeluarkan dari tape dan dilihat dengan cermat apakah ada sesuatu yang janggal di pita kaset itu. "Lihat, bukankah bagian pita itu cacat? Ada goresan sehingga lagunya tidak normal," kata Snot. Mereka lalu mengurai pita kaset dan membaliknya. Untuk mengetahui ada apa di balik pita kaset.

"Tulisan!" seru Mayor Dud. Benar, ada tulisan tetapi dengan huruf jawa.

"Bah, huruf jawa! Tidak semua orang tahu tulisan ini," ujar salah satu polisi dengan logat Batak.

Polisi yang lain menimpali, "Tampaknya Biqo berniat menguasai sebagian besar uang rampokan. Dia membuat kode untuk penyimpanan uang."

Vista berkata, "Kalau begitu kaset-kaset yang dibakarnya juga berisi petunjuk."

"Menurut saya begitu. Kalau tidak untuk apa dia repot-repot membakar kaset itu," sambung Mayor Dud.

Snot menambahkan, "Bisa jadi dia sering gagal menulis di kaset-kaset itu sehingga sering mengulang sampai didapatkan kaset yang ini. Untuk menghilangkan jejak dari teman-temannya."

"Bukan menghilangkan jejak dari polisi?" tanya Vista.

"Polisi juga." kata Snot. "Bagaimana, apa sudah diketahui arti tulisan itu?"

"Ini huruf-huruf jawa. Saya sudah lupa," jawab Mayor Dud.

Untung saja banyak polisi yang mengenal huruf jawa. "Nisan Mbah Cikap Bakal!" seru polisi yang membaca huruf jawa itu.

"Siapa Mbah Cikal Bakal?" tanya Snot.

"Cikal bakal adalah orang yang dianggap pembuka desa atau padukuhan. Boleh dikatakan nenek moyangnya orang desa itu," kata Mayor Dud. "Kita lacak, Biqo berasal dari desa mana." Informasi dari kaset itu lalu ditindak lanjuti. Polisi mencari asal-usul Biqo. Begitu desa kelahiran Biqo ditemukan, di wilayah Jawa Tengah, maka polisi pun bergerak menuju kuburan. Ternyata setelah diperiksa kuburan cikal bakal desanya tidak ditemukan apa-apa.

"Ternyata Biqo hanya mengecoh," gumam Mayor Dud, kecewa. Atas kegagalan itu Mayor Dud mengeluh kepada Snot.

"Saya rasa Biqo tidak menyimpan uang itu sembarangan. Dia pasti menyembunyikan di nisan yang angker sehingga tidak ada yang berani mengotak-atiknya," kata Snot.

"Nisan angker? Di mana lagi mesti polisi cari," kata Mayor Dud. Di sekitar desa Biqo juga tidak ada makam keramat.

"Bagaimana kalau makam keramat di sekitar desa istrinya?" kata Vista. "Coba selidiki, deh." Benar saja, setelah dilacak asal-usul istri Biqo memang ada makam keramat yang tidak jauh dari desanya. Mayor Dud dan teman-teman Polisinya segera ke sana. Mereka menemui juru kunci makam itu dan menunjukkan foto Biqo. Ternyata juru kuncinya mengatakan kalau Biqo sering berziarah di makam keramat itu.

"Malah belum lama dia datang lagi ke sini. Dia membawa bunga banyak sekali dengan karung. Dia menginap semalam di dalam makam ini dan tidak bersedia kutemani," kata juru kunci makam itu. Mayor Dud dan polisi masuk ke dalam makam keramat. Makam itu dibuat dari lempengan batu pipih dan berongga. Dengan se izin juru kunci maka polisi menggeser batu nisan. Mereka menemukan bungkusan berisi uang kertas ratusan ribu rupiah. "Mengapa bisa begini?" seru penjaga makam, kaget. Oleh Mayor Dud diceritakan siapa Biqo sebenarnya. "Dia telah kualat sehingga menemui ajalnya," kata juru kunci makam.

Jadi bunga yang sangat banyak itu hanya untuk menutupi keberadaan bungkusan yang berisi uang. Saat menginap itulah dia menggeser batu nisan dan memasukkan bungkusan uangnya. Lalu dia menggeser batu itu seperti sedia kalau. Dari makam iu ditemukan uang sejumlah 2½ milyar rupiah! Jadi yang 500 juta rupiah sudah dipakai komplotan itu. Termasuk yang dikirim Kabul dengan karung kepada istrinya.

Untuk pemecahan kode rahasia Biqo ini, Mayor Dud menghadiahi Snot dan Vista masing-masing sebuah kaset. "Dengan penemuan uang sebesar itu kami hanya mendapatkankan sebuah kaset?" seru Snot.

"Lho-lho...! Itu bukan uang harta karun. Tetapi uang yang harus dikembalikan kepada pemiliknya!" kata Mayor Dud. Tapi Snot hanya bercanda kok, dia tahu kalau itu memang sebagian dari tugas Detektif Topi Merah membantu polisi.

"Mengapa Biqo memilih makam itu?" tanya Vista.

"Karena otak jahatnya yang bekerja," jawab Mayor Dud. "Bukankah Biqo sudah sering berziarah di makam itu? Nah, melihat nisan yang terdiri dari lempengan batu maka timbul inisiatif. Nisan keramat itu dianggapnya sebagai tempat menyembunyikan hasil kejahatan paling ideal."

Snot menimpali, "Bisa jadi dia sudah berkali-kali memanfaatkan makam itu."

"Bisa jadi seperti itu," kata Mayor Dud.

Ngomong-ngomong tentang perampok, Robin Hood merupakan perampok legendaris dari Inggris. Dia merampok bangsawan-bangsawan kaya dan para tuan tanah yang telah menghisap rakyat. Hasil rampokannya dibagi-bagikan kepada rakyat miskin sehingga Robin Hood dijuluki perampok budiman. Sunan Kalijogo sebelum menjadi seorang wali juga seorang perampok. Padahal Raden Mas Said, nama muda sang wali, adalah putera seorang bupati. Tetapi karena salah pergaulan maka menjadi penjahat. Kapan dia bertobat? Ketika dia merampok Sunan Bonang. Oleh Sunan Bonang ditunjuknya pohon kolang-kaling atau enau yang sedang berbuah lebat. Semua kolang-kaling yang dilihat RM Said menjadi emas, bercahaya berpendar-pendar menyilaukan. Tahulah dia kalau sedang berhadapan dengan orang hebat. Lalu dia hendak berguru kepada Sunan Bonang.

Oleh sang sunan, penjahat muda itu disuruhnya menjaga tongkat yang ditancapkannya di pinggir sungai. "Jangan sekali-kali kamu tinggalkan tongkat ini sebelum saya datang," titah Sunan Bonang. RM Said sangat patuh. Ditungguinya tongkat itu, sehari, dua hari, seminggu, sebulan, dan hitungan tahun. Warga yang melihat orang aneh itu pun menyebutnya sebagai penjaga sungai atau 'jogo kali'. Nama Kalijogo berasal dari situ. Sampai saatnya Sunan Bonang melintas tempat itu lagi, lalu karena atas keteguhannya menjaga amanat diangkatnya RM Said menjadi muridnya. Karena kecerdasannya semua ilmu agama bisa diserapnya dengan cepat. Malah di kemudian hari Sunan Kalijogo menjadi salah satu anggota Wali Songo atau wali yang berjumlah sembilan di masa Kerajaan Demak. Tugas para wali itu melakukan syiar Islam. (*)