Chereads / DETEKTIF TOPI MERAH / Chapter 10 - Pencurian Mobil Mewah

Chapter 10 - Pencurian Mobil Mewah

Tanah di Jakarta sudah terlalu sempit dan itu menjadikan rejeki bagi mereka yang memiliki lahan menganggur. Tetapi pemilik lahan menganggur sudah sangat jarang. Salah satu rejeki mereka adalah menyewakan garasi mobil, karena para pemilik mobil yang rumahnya sempit atau di dalam gang sempit harus menyewa garasi. Kalau tidak, maka mobilnya diparkir di pinggir jalan dan itu tidak aman. Menyewa garasi mobil bisa bulanan atau tahunan. Rumah Snot tidak jauh dari garasi sewaan milik Pak Pur. Malah kalau sedang berada di balkon lantai dua Snot bisa melihat siapa saja yang berada di garasi. Karena garasi itu terbuka, dalam arti tanpa atap. Ada puluhan mobil yang menginap di garasi itu.

Belum lama ini Pak Selo, si penjaga garasi, mengatakan kalau para pemilik mobil yang mengeluh kehilangan tutup dop. Dop adalah bagian ban untuk memasukkan angin. Dop harus selalu tertutup untuk menghindari kemasukan lumpur atau lainnya. Bila dop itu tersumbat maka ban mobil tidak bisa dipompa. "Aku jadi bingung, pemilik mobil sering menyatakan kehilangan tutup dop. Aku tidak tahu soal itu karena tidak seharian menjaga garasi. Aku hanya jaga malam saja," kata Pak Selo kepada Snot. Pak Selo sendiri dibayar oleh Pak Pur, tapi sering juga mendapat tip dari penyewa garasi.

"Ada pencurian tutup dop mobil lagi. Kini giliran mobil Bu Ciwe yang hilang, demikian juga tutup dop Pak Sanusi," keluh Pak Selo ketika membawa gerobak berisi bekas puing. Selain sebagai penjaga garasi Pak Selo juga bekerja sebagai tukang puing. Dia menjual jasa mengurug tanah atau membuang puing rumah yang dibongkar. Mayor Dud pernah meminta jasa Pak Selo mengurug rumahnya yang ditinggikan demi menghindari banjir.

Gara-gara banjir itu pula banyak rumah orang Jakarta yang menjadi pendek. Kepala si pemilik rumah bisa menyentuh langit-langit rumahnya. Mengapa begitu? Karena sering diurug. Misalnya diurug tahun ini, maka dua tahun yang akan datang banjir lebih tinggi sehingga kebanjiran. Diurug lagi, kebanjiran lagi, diurug lagi, dan seterusnya seperti bermain kejar-kejaran. Padahal atap rumahnya tidak ikut ditinggikan.

"Bisa saja dop itu jatuh di jalan," kata Snot ketika mendengar cerita Pak Selo.

"Kalau jatuh di jalan kenapa bisa keempat-empatnya, bukan tutup dop di satu ban saja? Selain itu kenapa bisa serentak menimpa beberapa mobil?" kata Pak Selo.

Snot diam, direnungkannya kata-kata Pak Selo. "Betul juga. Aneh juga kalau hilangnya bisa bersamaan," kata Snot. Dia tahu betul kondisi garasi yang dijaga Pak Selo. Garasi itu hanya berpintu satu, untuk keluar dan masuknya mobil. Garasi itu juga berpagar tembok tinggi. "Siapa yang sering keluar ke dalam garasi?" tanya Snot.

"Tentu saja pemilik mobil."

"Maksud saya selain pemilik mobil," kata Snot. "Tetapi kalau musim layang-layang anak-anak sini suka memanfaatkan garasi itu."

Pak Selo menukas, "Tetapi sekarang bukan musim layang-layang. Nyatanya baru akhir-akhir ini saja dop mobil itu hilang"

"Siapa tahu mereka sudah berubah pikiran," kata Snot, tak mau kalah.

"Bisa juga," kata Pak Selo.

Apakah tutup dop hanya untuk main-main, tetapi untuk bermain apa? Tampaknya tidak ada jenis mainan yang dibuat dari tutup dop mobil. Bagaimana kalau tutup dop dijual, apakah laku? "Apakah tutup dop laku dijual, Pak?" tanya Snot.

"Mungkin laku juga kalau dijual di bengkel," jawab Pak Selo, ragu-ragu.

Snot merenung sejenak, lalu bertanya kepada Pak Selo lagi, "Apakah sering ada pemulung masuk ke dalam garasi?" pertanyaan itu bukanlah bermaksud menjelek-jelekkan pemulung. Tetapi memang ada oknum pemulung yang suka kurang ajar. Tempat sampah Snot yang baru, terbuat dari plastik untuk menggantikan yang lama, baru dua hari sudah raib. Siapa lagi kalau bukan pemulung? Subuh-subuh mereka sudah keluar rumah mengais rejeki. Tetapi sepinya pagi juga sering dimanfaatkan untuk berbuat buruk, menggunakan kesempatan itu untuk mengambil barang yang bukan haknya.

Pak Selo menjawab, "Kupikir tak ada pemulung yang masuk, karena tidak ada tempat sampah di garasi. Bukankah di depan garasi itu sendiri cukup ramai. Banyak orang nongkrong bermain catur sambil minum kopi. Malah kegiatan itu sepanjang hari, tidak siang tidak malam."

Snot berusaha memecahkan teka-teki siapa yang mengambil tutup dop mobil. Bagaimana dengan garasi-garasi lain di sekitar situ? Apakah mengalami nasib yang sama? Snot mencari harus tahu tentang itu. "Kalau itu ulah maling pasti juga menimpa garasi sewaan lainnya," pikir Snot. Dia lalu mencarinya Pak Selo. Karena Pak Selo yang lebih mengenal penjaga garasi-penjaga garasi di wilayah mereka.

"Benar. Di garasi milik Pak Kretek juga terjadi pencurian tutup dop mobil. Malah waktunya tidak berbeda jauh dengan kasus pencurian tutup dop di garasi Pak Pur," kata Pak Selo.

Snot teringat beberapa waktu lalu dia melihat banyak anak yang bermain petak umpet dan memasuki garasi itu. Snot mengenal betul anak-anak di lingkungannya, dan yang bermain petak umpet itu bukan anak-anak sekitar situ. Kejadiannya sore hari menjelang Maghrib. Apakah mereka pelakunya, bisik Snot dalam hati. "Siapa yang berjaga di garasi Pak Kretek?" tanya Snot.

"Bang Trimo," jawab Pak Selo. "Kamu bisa menemuinya di depan garasi Pak Kretek. Rumahnya memang di situ." Snot menuju rumah Bang Trimo. Untung saja yang dicari sedang berada di rumah. Snot memperkenalkan diri sebagai keponakan Pak Selo dan menanyakan perihal tutup dop mobil yang hilang. Pak Trimo mengiyakan tentang peristiwa pencurian itu.

"Apakah Bang Trimo pernah melihat ada anak-anak yang bermain petak umpet di garasi itu?" tanya Snot.

Bang Trimo menjawab, "Ya, anak-anak itu sempat kumarahi. Main petak umpet di garasi!" Bang Trimo lalu mengingat-ingat sesuatu, lalu berkata, "Baru kuingat sekarang, esoknya para pemilik mobil berteriak-teriak kehilangan tutup dop. Tapi apakah mungkinkah mereka pelakunya?" Bang Trimo pun ragu-ragu.

Saat kasus pencurian dop mobil itu diceritakan kepada Mayor Dud dan Vista, mereka menasehati agar Sot tidak buru-buru mengambil kesimpulan. "Jangan menuduh anak orang sembarangan. Bila tanpa bukti maka tuduhan menjadi fitnah," kata Vista, mumpung ada kesempatan untuk mengganyang Snot.

Kantor Detektif Topi Merah sendiri kelimpahan kasus pencurian mobil mewah. "Modus operandinya sama, mobil itu hilang bersama sopirnya," kata Mayor Dud.

Snot segera menimpali, "Kalau begitu apakah Om Dud tidak mencurigai sopirnya karena belum ada bukti? Nanti jadi fitnah, lho!"

Mayor Dud menjelaskan, "Kalau kasus pencurian mobil ini si sopir ikut raib. Dengan begitu sudah jelas siapa yang melarikannya."

Snot tidak mau ditekan, "Siapa tahu sopir memang keluar dari pekerjaannya. Tidak mau jadi sopir lagi."

"Dasar Snot, si debat kusir," sungut Vista. "Bukankah Om Dud sudah mengatakan mobil itu hilang bersama sopirnya. Jadi mobil itu memang dibawa lari oleh sopir yang menghilang itu."

Dikerubuti dua oarang Snot akhirnya hanya bisa nyengir dan garuk-garuk kepala. Setelah itu Mayor Dud mengajak Snot dan Vista ke rumah Pak Sungkowo, orang yang kehilangan mobil mewahya. "Bagaimana Pak Sungkowo bertemu sopir itu?" tanya Mayor Dud.

"Dari iklan di koran. Dia mengiklankan diri kalau sedang mencari perkerjaan sebagai sopir. Katanya dia berpengalaman dengan mobil mewah, jujur, dan menguasai jalan seluruh Indonesia. Saya pun tertarik untuk memperkerjakannya. Memang pekerjaan saya menuntut untuk memiliki sopir yang handal," jawab Pak Sungkowo.

"Jadi belum lama bekerja sebagai sopir Bapak?" tanya Snot.

Pak Sungkowo menjawab. "Tentu saja belum! Baru setengah bulan."

Dalam perjalanan pulang dari rumah Pak Sungkowo Mayor Dud berkata, "Itu sudah garis nama Pak Sungkowo untuk bersedih."

"Memangnya ada apa dengannya?" tanya Vista.

Mayor Dud tertawa, "Habis namanya itu membawa sial. Tahu tidak kalian, sungkowo itu bahasa jawa yang artinya sedih atau berduka."

Snot dan Vista tertawa, malah Snot menambahi, "Yah kalau begitu Pak Sungkowo harus ganti nama. Pak Gembira atau Mr. Happy."

Nasib mobil Pak Sungkowo belum jelas tetapi sudah ada kasus yang sama. Malah dalam waktu seminggu polisi mendapat tiga kali laporan tentang pencurian mobil mewah. Modusnya sama, mobil plus sopir barunya raib. Para pemilik mobil yang hilang juga mendapatkan sopir dari iklan. "Pantas saja mereka mengaku sebagai sopir berpengalaman mobil mewah. Dengan begitu hasil curiannya mantap banget," kata Vista.

"Jangan bandingkan dengan mencuri bergedel, mana ada uangnya!" ujar Snot.

"Tapi kamu pernah mencuri bergedel saya?" kata Vista. Nah, lo!

"Lho, bukankah kamu tidak doyan bergedel maka jatahmu saya embat," kata Snot.

"Kalau itu tidak ada izin berarti mencuri."

"Kalau begitu sopir itu tidak mencuri?"

"Maksudmu?"

"Pasti dia sudah izin sama majikannya untuk membawa mobil itu. Apalagi mereka juga membawa kabur surat-suratnya," kata Snot.

"Heh kamu ngawur! Persoalan bergedel dibawa ke tempat jauh!"

Mayor Dud menggerutu, "Kalian malah meributkan bergedel. Tolong bantu saya memikirkan kasus pencurian mobil!" Dalam kasus berikutnya ada yang memergoki sopir yang melarikan mobil mewah. Hanya saja mobil itu menghilang di kelokan kompleks perumahan mewah yang sangat sepi. Ketika Detektif Topi Merah datang ke tempat kejadian perkara merasakan suasana kopleks perumahan itu layaknya kuburan. Karena penghuninya orang-orang kaya maka pagar rumahnya pun tinggi-tinggi dan tidak saling kenal. Mereka menemui Bu Medi pemilik mobil yang dilarikan itu. "Mana mungkin mobil bisa menghilang begitu saja," ujar Vista.

Bu Medi berkata, "Ali asisten saya mengejarnya. Mana mungkin saya yang sudah tua ini bisa mengejar. Ali menyusulnya dengan motor. Ali yang tiba di sini curiga mobil itu keluar garasi tanpa saya di dalamnya. Yang membawa juga bukan Tambo sopir saya yang baru. Anehnya, dia bisa membuka pintu garasi dan menghidupkan mobil, padahal mobil itu kami pasangi alat pengaman khusus." Ali yang berada di tempat itu membenarkan cerita Bu Medi.

Detektif Topi Merah mencermati cerita Bu Medi. Mayor Dud mengajukan pertanyaan, "Apakah Tambo mengetahui pengaman khusus itu?"

"Tentu saja. Meskipun sopir baru dia harus mengetahui rahasia mobil yang dibawanya," kata Bu Medi. Dia juga mencurigai Tambo. "Bisa saja Tambo membeberkan rahasia mobil itu kepada jejaringnya."

Tetapi Snot lebih tertarik tentang laporan mobil yang menghilang di kelokan kompeks perumahan mewah. Snot meminta Ali untuk menunjukkan tempat kelokan mobil menghilang. Begitu sampai Snot mempelajari keberadaan kelokan. Meskipun itu jalan satu arah tetapi begitu lebar. "Saya kehilangan jejak di sini," kata Ali. "Mobil belok ke Jalan Lodan ini." Snot termangu mengamati jalan lurus yang ditunjuk Ali, sebuah jalan satu arah. "Padahal saya hanya beberapa puluh meter saja jaraknya."

"Jalan lurus dan tidak ada jalan lain. Apakah dia ngebut dengan kecepatan setan?" kata Snot. Tapi kata-kata itu hanya lirih saja diucapkannya, Ali tidak mendengarnya. Sementara di ujung jalan ada perempatan lampu lalu lintas. Lampu merahnya bisa sewaktu-waktu menyala sehingga mobil harus berhenti. Tapi dengan keadaan yang sangat sepi lampu itu tak ada gunanya. Pasti langsung diterobos saja, untuk kabur. Kalau maling itu terus berjalan lurus, tidak berbelok ke kiri atau ke kanan, Ali akan tetap melihat mobil itu meskipun dipacu dalam kecepatan tinggi. Lalu ke mana perginya mobil itu, bukankah Ali tak jauh di belakangnya?

Untuk berbasa-basi Snot bertanya kepada Ali, "Apakah saat itu lampu menyala hijau?"

"Aku malah tidak memperhatikannya," jawab Ali.

Snot segera berkata, "Mana mungkin tidak melihatnya. Begitu ada di jalan ini pasti mata langsung melihat ke depan. Lampu itu pasti terlihat."

"Ya saya ingat. Saya sempat menggerutu karena lampu menyala hijau," kata Ali. "Tapi saya menganggap raibnya mobil itu tidak masuk akal. Kalaupun berbelok di perempatan itu pasti saya masih sempat melihatnya meski hanya sekilas." Snot berpikir, tidak mungkin mobil itu menghilang, pasti mobil itu dibelokkan di sebuah rumah di kiri kanan jalan itu. Snot memperhatikan rumah-rumah mewah yang ada di sekitar jalan itu. Kalau berbelok terus menghilang berarti masuk ke pekarangan rumah yang tidak jauh dari kelokan.

Snot mengajukan pertanyaan, "Apakah Om Ali melihat seseorang menutup pintu pagar?"

"Tidak," jawab Ali. Di tilik dari kecepatannya dalam menghilang pasti masuk di salah satu rumah yang berada di sisi kiri jalan. Kalau masuk di sebelah kanan pasti lebih butuh waktu beberapa detik lagi. Rumah yang di curigai Snot bernomor 14, satu blok dengan rumah Bu Medi. Di rumah nomor 14 itu ada lisplang yang menunjukkan bahwa itu sebuah kantor konsultan hukan, tapi plangnya sudah demikian tua, kumuh, dan berlumut tidak terawat. Snot mengintip dari celah plastik yang menutupi pagar. Snot mempelajari bentuk rumah itu, meskipun hanya tahu bagian luarnya saja. Di rumah itu tampak semacam gudang. Ada orang yang sedang duduk-duduk, tampaknya penjaga atau tukang kebunnya.

Snot mendapat informasi dari Bu Medi bahwa rumah itu milik seorang importir mainan anak-anak. Sebelum mainan itu didistribusikan ke toko-toko maka terlebih dulu masuk ke gudang rumah itu. "Mainan anak-anak yang murah meriah itu lho," kata Bu Medi.

"Bila mobil itu masuk, maka bisa langsung masuk ke garasinya. Bila pintu garasi langsung ditutup maka sudah tidak ada jejaknya lagi," pikir Snot. "Tampaknya mobil itu menghilang di rumah nomor 14."

****

Bagaimana perkembangan kasus pencurian tutup dop mobil? Apakah Snot masih bisa membantu Pak Selo? Terhadap kasus ini Snot menyarankan kepada Pak Selo dan Bang Trimo untuk lebih mengawasi garasi masing-masing. "Kita harus membuktikan apakah anak-anak yang bermain petak umpet itu yang mengambil tutup dop," kata Snot. "Bila mereka petak umpet di garasi lagi, geledah saja."

Beberapa hari kemudian, di sore hari, Pak Selo mencari Snot. Dia telah menangkap pencuri tutup dop mobil. "Benar yang mengambil anak-anak yang bermain petak umpet," kata Pak Selo. "Mereka pura-pura bersembunyi, padahal saat itu pula mencopoti tutup dop mobil. Aku geledah saja kantong mereka satu persatu. Tentu saja mereka sangat ketakutan. Bahkan ada yang kencing di celana."

"Apakah tutup-tutup dop itu dijual kepada penadah, atau bengkel?" tanya Snot.

"Tidak," jawab Pak Selo.

Snot khawatir mereka dimanfaatkan oleh orang dewasa untuk mencuri. Snot kagum dengan strategi gerilya mereka, bermain petak umpet untuk mengelabui Pak Selo dan Bang Trimo. Si pimpinan mengajak anak-anak lain bermain petak umpet dengan cara berpindah-pindah. Mereka diatur agar selalu berkejaran sehingga bisa masuk ke garasi. Saat itulah mereka mencopot tutup dop mobil. Setelah itu mereka berlari ke garasi lain. "Apakah semua yang bermain petak umpet terlibat?"

Pak Selo menjawab, "Hanya dua anak saja. Lainnya murni main petak umpet. Mereka hanya kami beri hukuman menyapu garasi selama seminggu."

Snot bertanya, "Bila tidak dijual untuk apa tutup dop mobil itu?"

Pak Selo tertawa dan berkata, "Katanya tutup dop itu dibuat kalung. Biar keren, karena belum ada saingannya! Kreatif juga, ya."

****

Pada tahun 1860 penemua mesin dengan pembakaran di dalam menjadikan kendaraan lebih kecil dan bisa dijalanakan dengan bahan bakar. Inila cikal bakal kelhiran mobil dan dipelopori oleh Etienne Lenoir. Pada tahun 1876 insinyur Jerman, Nikolaus Otto membuat mesin empat langkah yang namanya berasal dari empat gerakan yang dibuat piston di dalam mesin. Sebagian besar mobil modern berdasarkan pada mesin penemuan Otto.

Sedangkan mobil pertama yang pernah dijual dibuat oleh Karl Benz. Ia menguji kendarannya pada tahun 1885 dan mencapai kecepatan 14,5 km perjam. Mobil karl Benz beroda tiga. Sementara pada thaun 1885 pula Gottlieb daimler dan Wilhelm Maybach dua insinyur Jerman membuat mesin yang ringan dan berkecepatan tinggi dengan bahan bakar bensin. Mereak ini yang memperkenalka mobil roda empat yang pertama. Sementara orang yang memelopori pembuatan mobil secara massal adalah Henry Ford dari AS yang mendirikan perusahan bernama Ford Motor Company.

****

Terjadi pencurian mobil mewah lagi di kompleks perumahan mewah itu. Hanya saja berbeda blok dengan rumah Bu Medi. Mobil itu pun menghilang ketika dikejar. Snot makin mencurigai rumah nomor 14. "Kita mesti memeriksa rumah nomor 14, Om," ujar Snot kepada Mayor Dud. "Saya curiga mobil curian dimasukkan ke rumah itu."

"Saya juga berpikir seperti itu hanya saja belum saya utarakan kepada yang lainnya," sahut Mayor Dud.

"Bilang saja mengekor pikiran saya," kata Snot.

Mayor Dud tertawa. "Pikiran sama sah-sah saja. Misalnya kita sama-sama lapar, pasti kamu dan saya berpikir tentang makanan."

"Mengapa polisi tidak menggeledah rumah itu?" tanya Vista.

"Harus ada alasan kuat untuk mengadakan penggeledahan," jawab Mayor Dud.

Snot menggerutu, "Kurang kuat bagaimana, mobil yang hilang selalu lenyap di kelokan itu."

Mayor Dud akhirnya mengalah, "Baiklah." Bersama tim kepolisian, mereka menggeledah rumah nomor 14. Pemilik rumah ngomel-ngomel tidak karuan karena dicurigai sebagai penadah, tapi polisi tidak menghiraukannya. Kalau omelan orang bisa menghentikan penggeledahan maka tidak akan ada maling yang bisa ditangkap. Di belakang garasi rumah itu tempat terbuka, kalau mobil itu terus dijalankan maka akan menabrak dinding yang bagian atapnya terbuka. Snot tidak sengaja bersandar di dinding itu. Ternyata itu bukan dinding permanen, dalam arti bisa digeser sehingga menjadi sebuah pintu yang menghubungkan dengan rumah belakangnya. Snot memberitahu Mayor Dud akan dinding itu. Lalu polisi meminta pemilik rumah untuk menggeser dinding itu. Dengan tombol khusus dinding itu bergeser. Tapi hanya ada pintu kecil di belakang dinding itu.

"Saya berpikir mobil curian masuk ke garasi ini, lalu diteruskan ke rumah belakang," bisik Snot. "Tetapi mengapa mesti dibuat dinding geser seperti ini?"

Dijawab oleh lelaki tua penjaga rumah, dengan berbisik, bahwa itu sengaja dibuat oleh orangtua bossnya. "Boss sepuh tahu kalau dua anak kembarnya ini selalu bermusuhan setelah masing-masing memiliki istri. Tetapi setelah itu rukun lagi, dan selalu begitu sampai sekarang."

Snot melihat bidang miring dari kayu jati yang sangat tebal dengan ketinggian sekitar 80 cm dan lebar kurang lebih 1,5 meter. "Untuk apa bidang miring ini?"

"Untuk menurunkan barang-barang dari mobil," jawab penjaga rumah, enteng. Mentah sudah kecurigaian Snot karena sama sekali tidak ditemukan bukti.

Lalu bagaimana mobil-mobil yang menghilang di Jalan Lodan? Itu harus dipikirkan lagi. Snot sengaja berjalan-jalan di Jalan Lodan yang sepi. Snot bertemu dengan lelaki paruh baya yang sedang menyapu jalan. Ketika lelaki itu beristirahat Snot mendekatinya. "Tiap hari menyapu jalan ya, Pak?" tanya Snot.

Penyapu jalan menjawab ramah, "Tidak. Kompleks ini hanya ada saya sebagai penyapu jalan. Sehingga bergiliran. Tidak setiap hari disapu. Sedang apa kamu di sini?"

"Jalan-jalan, saya saudaranya Bu Medi," kata Snot, biar tidak mengundang kecurigaian. Snot lalu menanyakan rumah di Jalan Lodan nomor 14. "Gudang mainan anak-anak, katanya."

"Ya, sering ada mobil box besar datang mengantar barang. Mobil box fuso membawa mainan impor dari China," sambung tukang sapu yang bernama Pak Tulus. Tentang pencurian mobil mewah di kompleks perumahan itu ternyata Pak Tulus juga mencurigai rumah nomor 14. "Rumah itu sangat tertutup, tidak ada orang luar yang boleh masuk. Tapi katanya kemarin ada polisi yang menggeledahnya. Masa iya mobil bisa menghilang begitu saja, kok seperti tuyul saja."

"Mobil box besar...," desis Snot. Snot lalu berkata kepada Pak Tulus, "Kalau melihat mobil box itu datang, tolong hubungi saya di nomor ini, Pak." Kini pikiran Snot konsentrasi pada mobil pembawa mainan anak-anak. Kalau importir pasti pembelian dalam jumlah besar, dengan demikian ada mobil box yang membawa barang-barang itu. Bisa jadi kuncinya ada di mobil box! Begitu mendapat mobil curian, datanglah mobil box besar yang berpura-pura menurunkan mainan. Padahal keluarnya mengangkut mobil curian. Jadi, bidang miring itu sebagai alat untuk memasukkan mobil curian ke mobil box.

"Yes!" teriak Snot, girang bukan kepalang. Snot menghubungi Mayor Dud dan berkata, "Kita tidak pernah memikirkan keberadaan mobil box yang mengangkut mainan anak-anak!" Mayor Dud dan rekan-rekan polisi setuju dengan pendapat Snot.

Maka ketika ada pencurian mobil mewah lagi Snot mendapat telepon dari Pak Tulus. Penyapu jalan itu melihat mobil box besar datang ke rumah nomor 14. Snot segera memberitahukan hal itu. "Pasti mobil box itu akan mengangkut mobil curian," kata Snot.

Mayor Dud dan polisi segera bergerak mengadakan penggerebekan. Ternyata benar, mobil curian ditemukan di dalam mobil box. Menurut pengakuan sopir mobil box, mobil mewah itu akan dibawa ke bengkel milik bossnya di Sunter. Mobil itu akan dipoles untuk menghilangkan jejak. Setelah dilengkapi dengan surat-surat palsu, mobil itu selanjutnya dijual. Akhirnya, sindikat pencurian mobil mewah terbongkar. Pengadaan surat-surat kendaraan bodong itu melibatkan oknum polisi lalu lintas. Bahkan satpam kompleks perumahan mewah itu ikut terlibat komplotan jahat itu. Anggota dan bossnya ditangkap dan diadili.

Sebagai tanda terima kasih kepada Pak Tulus, Mayor Dud membelikan sebuah handphone. Dengan begitu Pak Tulus bisa ikut aktif menjaga kompleks perumahan itu. Tidak hanya mengandalkan satpamnya saja. "Untung saya bertemu Pak Tulus," kata Snot.

"Itu sudah takdir, Nak," kata Pak Tulus, sambil tersenyum. Sejak saat itu pula Pak Tulus diangkat oleh warga perumahan menjadi satpam. (*)