Chereads / DETEKTIF TOPI MERAH / Chapter 16 - Balon Misterius

Chapter 16 - Balon Misterius

Snot, Vista, Papa Vista, Mama Snot, dan Mayor Dud berlibur di Pulau Aha, pulau kecil di wilayah Kepulauan Seribu. Pulau yang indah, hanya ada satu rumah mungil berbahan kayu dan bambu. Snot dan Vista sangat senang. Berenang tiada bosan. Pantai yang landai dengan pasir putih memang sangat nyaman. Mayor Dud menyewa pulau itu selama satu minggu.

Pulau Aha sangat kecil, perlu alat pembesar jika melihatnya dari udara! Mereka berada di Pulau Aha karena Mayor Dud sedang merayakan ulang tahun. Begitulah cara boss ratusan warung mie itu merayakan hari lahirnya. Tidak cukup hanya meniup lilin dan memotomg kue. Yang pasti alasan utama kenapa memilih pulau kecil sekali, biar berpuas-puas memancing. Siang dan malam Mayor Dud memancing sendirian, dengan perahu kecil dari kayu agak jauh meninggalkan pulau. Hanya saat jam makan dan sembahyang saja dia kembali ke pulau. Itu saja Snot dan Vista mesti mengingatkannya.

"Mancing kok tidak kenal waktu!" kata Papa Vista pada Mayor Dud. "Bukankah ikan laut lebih mudah dipancing di malam hari?"

Mayor Dud tertawa. "Waktu kecil, saya senang berlama-lama memancing di ember meskipun itu tidak ada ikannya!" kata Mayor Dud, Papa Vista tertawa. Mereka sudah paham dengan sifat Mayor Dud. Bahkan jika sedang memancing, urusan-urusan bisnis yang berhubungan dengan perusahaan mienya ditunda.

Malam kedua Snot diminta Mayor Dud menemaninya memancing, bukan sekadar menemani, karena Snot juga akan memancing. Air laut tampak hitam dengan riak-riak yang kecil. Angin berhembus lembut dan bintang memenuhi langit, bulan berbentuk ujung kuku ada di sebelah barat. "Kita mesti memakai pelampung, sehingga bila perahu terbalik kita tidak tenggelam!"

"Seharusnya Om mengurangi berat badan dulu, biar perahunya tidak keberatan beban!" kata Snot. Berat Mayor Dud akhir-akhir ini lebih over dosis. Semakin tambun saja. Dengan keadaan tubuh seperti itu dia sering harus terengah-engah kalau sedikit mengeluarkan tenaga. Andai saja tubuh manusia layaknya balon tentu lebih mudah untuk menaikkan atau menurunkan berat tubuh. Bila ingin kurus maka tinggal mengempiskannya saja. Lalu kalau ingin menaikkan berat badan tinggal meniupnya saja. Andai seeprti itu maka Snot akan mencoblos perut Mayor Dud agar menjadi kempis.

"Lho, bukankah kamu dan Vista yang selalu mengingatkan saya untuk makan?" seru Mayor Dud. Bagaimana tidak gemuk hayo. Mayor Dud selalu ngemil. Kalau makan mie instan saja empat bungkus sekaligus. Satu bungkus harus dengan satu telur sehingga empat bungkus mie dan empat telur! Mayor Dud mengayuh dayung sehingga perahu menjauhi pulau. "Ikan suka air yang dalam, bukan dangkal!" kata Mayor Dud.

"Tetapi jangan terlalu ke tengah laut, Om! Saya takut!" seru Snot.

"Bila sama laut saja takut mana mungkin kamu akan berkeliling dunia?" kata Mayor Dud.

Snot menyahut, "Memangnya keliling dunia harus lewat laut?" Mayor Dud tidak menyahut karena sibuk dengan pancingnya. Sudah berkali-kali Mayor Dud menarik kailnya dan mendapat ikan. Sedangkan Snot sering memindah-mindah tempat memancingnya. Dirasa umpannya tidak disentuh ikan pindah, setelah itu pindah lagi. Kadang-kadang menggerutu. "Umpan saya kok sama sekali tidak dijilat ikan!"

"Memancing harus sabar, jangan suka menggerutu dan mengeluh. Coba kamu sabar, pasti umpanmu akan dimakan!"

"Ikan memang bodoh, tidak tahu jika sedang dipancing orang!"

"Bukan begitu, ikan itu tahu dipancing. Tapi ikan-ikan itu memang baik hati, dengan membuat manusia senang!"

"Ah, bohong!"

"Tanya saja pada ikan!"

Saat itu, mata Snot melihat sesuatu di langit, tidak begitu jelas karena gelap, di sisi selatan. Benda itu melayang ke arah utara. "Lihat, apa itu?"

Mayor Dud melihat ke arah yang ditunjuk Snot, tapi matanya tidak segera menemukan apa-apa. Baru beberapa saat kemudian dia melihat benda itu. "Sepertinya balon!" kata Mayor Dud. Semakin benda itu mendekati mereka makin kelihatan wujudnya, ternyata memang balon. Puluhan balon itu diikat dengan tali sehingga selalu berkelompok.

"Mengapa ada balon di laut?" tanya Snot heran. "Jangan-jangan ada hantu laut yang sedang berjualan balon!"

"Jangan ngawur!" jawab Mayor Dud. "Bukankah peresmian proyek selalu ada upacara pemotongan pita dan menerbangkan balon gas, nah itu dia balonnya. Terbang terbawa angin ke arah laut. Bisa terbang jauh karena juga diisi gas! Bila gasnya habis dan angin tidak bertiup balon itu akan mendarat!"

"Pasti senang orang yang menemukannya, karena bisa menjualnya lagi!" seru Snot. Mereka memandangi balon itu. Ketinggian balon itu kira-kira duapuluh lima meter dari permuakaan air. Karena gelap balon itu tidak tampak lagi. Tetapi dari tempat menghilangnya balon itu, Snot melihat cahaya kecil meluncur secepat kilat ke atas dan setelah itu hilang. Snot penasaran, "Bukankah di sana tidak ada pulau?'

"Ada apa lagi, apa yang kamu lihat?" tanya Mayor Dud yang sudah konsentrasi dengan pancingnya lagi. Ikan sudah berkali-kali kena pancingnya lagi.

"Saya sempat melihat cahaya ke atas!"

"Kilat, mungkin!"

"Bukankah langit tidak berawan? Coba tadi kita membawa handycam!" kata Snot. "Kita bisa merekamnya!"

"Tampaknya kamu sudah ingin jadi fotografer! Oke, besok kita bawa handycam!"

"Tapi sudah tidak ada balon lewat lagi!" sungut Snot.

"Kalau hanya balon di depan rumah juga setiap hari ada yang lewat!" kata Mayor Dud sambil tertawa. Tiba-tiba kail Mayor Dud ditarik ikan sampai perahu oleng. "Tampaknya ikan pari, kamu siap-siap dan berpegangan badan perahu!" Dengan Sigap Mayor Dud memainkan kailnya melayani gerakan ikan. Perahu terseret oleh ikan. Snot berpegangan dan tidak mempedulikan kailnya lagi, yang penting selamat. "Jangan takut, sebentar lagi juga beres!" hibur Mayor Dud.

Dengan perjuangan yang cukup berat dan lumayan lama maka ikan itu makin melemah. Gerakannya sudah lamban. Perahu mulai tenang. "Kita tidak boleh memberi kesempatan ikan itu istirahat, bila kekuatannya pulih dia bisa menyeret kita lagi!" kata Mayor Dud. Lalu dengan sigap mengikat tali pancing di badan perahu lalu mendayung perahu ke pulau. Begitu merapat pulau ikan itu ditarik dari air. Ternyata ikan pari seperti perkiraan Mayor Dud. Rentang sayapnya saja mencapai satu setengan meter. "Jangan sentuh ekornya, tajam dan berbahaya!" seru Mayor Dud ketika melihat Snot hendak memegang ekor ika pari itu.

Tangkapan ikan pari itu membuat Papa Vista, Mama Snot, dan Vista bangun dari tidur. Untuk sekadar melihat ikan pari yang ditangkap. "Tidak percuma kursus memancing di Jepang!" ujar kata Mama Snot. "Atau Snot yang memancing ikan itu?"

"Ya, Snot yang dapat!" kata Mayor Dud.

"Nggak percaya! Nggak percaya!" teriak Vista. Snot menunjukkan umpan pancingnya yang masih utuh.

Papa Vista melihat umpan itu. "Dari awal kamu masukkan ke air tidak berkurang?"

"Ya, Pa!" jawab Snot.

"Lihat tanganmu, bukankah kamu tadi memakai balsem untuk perutmu?" tanya Papa Vista lalu mencium tangan Snot. "Ya pantas, mana ada ikan yang doyan umpan berbau balsem!" Mereka tertawa semua.

"Mengapa Om tidak memebri tahu saya sejak awal?" protes snot.

"Saya mana tahu kalau tanganmu habis kena balsem! Besok kita mancing lagi kok, tenang saja!" kata Mayor Dud.

Paginya, ketika Snot dan Vista bermain di pantai, mereka menemukan balon pecah terdampar di pasir. "Bekas balon tadi malam!" seru Snot.

"Memangnya kita membawa balon?" tanya Vista.

Snot menjawab, "Bukan! Tadi malam saat memancing kami melihat balon!" Mereka menemukan beberapa balon lain lagi. Mulut balon itu terikat benang senar.

Penemuan itu ditunjukkan kepada Mayor Dud. Tapi kesan Mayor Dud biasa saja, tidak melihatnya sebagai sesuatu yang istimewa. Lain dengan Snot, dia bercerita kepada Vista bila saat balon itu menghilang melihat sekilas sinar. "Apakah menurutmu air bisa memutus tali senar yang liat? "tanya Snot pada Vista.

"Siapa tahu digigit ikan!" jawab Vista. "Atau tersangkut batu karang!"

"Tapi di dekat sini tidak ada karang. Kenapa kita tidak menemukan balon yang masih utuh? Pasti ada yang sengaja memecahnya?"

"Kenapa tidak ada balon yang utuh, Om?" tanya Vista.

Mayor Dud tertawa dan sudah berkemas memancing lagi. "Kalian memang belum beruntung. Juga, sudah bukan saatnya anak kelas empat bermain balon!" Vista dan Snot cemberut mendengar jawaban Mayor Dud.

"Ih, Om Dud payah!" seru Vista.

"Ingat, di sini kita berlibur!" kata Mayor Dud.

Sejak menemukan balon-balon pecah Snot semakin penasaran. Dia dan Vista jadi sering menatap langit, siapa tahu ada balon datang lagi. Tapi harapan itu sia-sia. Sampai saatnya mereka menemukan pecahan balon lagi. Anehnya, ada semacan anak panah yang menancap.

"Aneh sekali!" kata Mayor Dud ketika pulang ke pulau untuk makan siang.

"Bagaimana?" tanya Snot. "Masih belum juga tertarik? Saya tidak percaya tali-tali balon putus karena digigit ikan. Pasti sengaja diputus!"

"Mana temuan kemarin?" tanya Mayor Dud.

"Itu saya ikat di pohon kelapa itu!" jawab Snot.

Mereka menuju pohon kelapa di dekat pondok. Mayor Dud melepas ikatan tali dari pojon kelapa dan berkata, "Kita jangan membuat cemar tempat ini. Nanti, pulangnya, sampah-sampah kita bawa pulang juga. Jangan sampai tertinggal di pulau!" Mayor Dud meraba tali senar dari pangkal sampai ujung. Di ujung tali tangannya berhenti dan mengulangi meraba, jidatnya berkerut. "Ujungnya lebih tebal, coba kalian raba!" kata Mayor Dud. Snot meraba ujung tali senar, demikian juga Vista. "Bagaimana rabaan kalian, sama?"

"Ya, terasa lebih tebal!" jawab Snot sambil melihat ujung senar dengan saksama. "Bekas terbakar, munginkah disulut rokok?"

"Tampaknya seperti itu!" kata Mayor Dud. "Wah, kita mendapat pekerjaan baru! Apakah balon kemarin membawa beban?"

"Tidak begitu kelihatan karena gelap!" jawab Snot.

Mayor Dud memelintir kumis delapannya. "Untuk menyatukan puluhan balon pasti dengan mengikatnya, atau diikatkan pada sebuah beban. Ayo kita cari petunjuk yang lain!" kata Mayor Dud. Mereka menyusuri pantai Pulau Aha, tapi tidak menemukan apa-apa.

"Mungkin terdampar di pulau lain," kata Vista.

"Tidak, sampah di laut cendrung menepi ke pulau terdekat. Sementara sejauh kita memandang tidak ada pulau lain!" sahut Mayor Dud.

Malamnya, Mayor Dud dan Snot memancing lagi. Tetapi perhatian mereka tidak hanya pada ikan, lebih untuk melihat situasi. "Mungkin ada tindak kriminal. Tapi menggunakan balon risikonya besar. Coba, kalau jatuh ke tangan orang lain!"

"Mungkin ada yang mengejar balon itu dan menjatuhkannya. Karena ada anak panah yang menancap di sisa balon!"

"Pikiran yang cerdas! Tampaknya balon yang terkena anak panah tidak meletus, hanya bocor lalu kempes saja. Jika meletus anak panah tidak menancap!" kata Mayor Dud

"Lalu kenapa malam hari?" tanya Snot.

"Mungkin demi keamanan mereka saja! Orang lain yang melihatnya mungkin hanya kita saja!"

Tapi ditunggu sampai liburan habis tidak muncul balon lagi. Apakah mereka membiarkan teka-teki balon itu mengendap di kepala? Tidak, untuk mengusutnya Mayor Dud mengajak Vista dan Snot ke datang ke sebuah perusahana balon. Om Cah, pemiliknya, teman akrab Mayor Dud saat duduk dibangku SMA. Mereka bertiga bertanya panjang lebar tentang balon. Mulai dari balon gas sampai balon iklan. Pengetahuan tentang balon itu akan membantu mereka menguak misteri balon di tengah laut tempo hari.

"Bila benar mereka penjahat, pasti mereka sedikit banyak juga belajar ilmu perbalonan. Juga memperhitungkan arah angin dan kecepatannya, dengan begitu bisa memperkirakan ke arah mana dan di mana balon akan mendarat. Juga memperhitungkan kadar gasnya. Bila angin cukup kencang mereka mengurangi gas, sedangkan jika tak ada angin mereka menambah kandungan gas hidrogen atau helium di balonnya. Apalagi jika balon itu diberi beban!" kata Om Cah, menjelaskan.

Pertemuan dengan Om Cah membuat mereka tahu banyak tentang balon. Ternyata balon bukan sekadar yang dijajakan untuk anak-anak kecil. Balon yang dijual keliling hanyalah sekelumit dari aneka jenis balon yang ada. Ada jenis balon iklan yang dipakai untuk promosi, yaitu balon raksasa yang mengudara dengan diikat tali dengan bentuk atau tulisan sesuai yang dipromosikan. Ada yang bentuk sabun, mobil, dan sebagainya, sesuai pesanan. Balon iklan ini bukan dibuat dari karet tetapi dari sejenis plastik yang kuat, yang disebut PPC. Balon yang paling banyak adalah balon-balon kecil, yang dibuat dari karet. Balon sekarang juga untuk dekorasi, melengkapi acara pesta-pesat. Dan masih banyak jenis balon yang lain. Di beberapa negara maju malah ada sekolah tinggi khusus balon, karena balon di sana sudah dianggap bisnis yang luar biasa. "Pada tahun 1783 dua bersaudara Joseph dan Jacque Montgolfier menciptakan balon terbang dengan udara panas, balon itu mengangkat keranjang dan dinaiki manusia!"

Mayor Dud dan Snot kembali ke pulau itu, tapi tidak menyewanya. Mereka memakai jasa nelayan, pura-pura memancing di dekat Pulau Aha. Nelayan itu adalah Pak Mel, Pak Kor, dan Pak Ob. Ketika perahu nelayan itu mendekati Pulau Aha, Mayor Dud, menyuruh lampu perahu dimatikan. Juga tidak boleh ada nyala rokok atau korek. Perahu melaju dalam gelap. Malam pertama pengintaian tidak menemukan apa-apa. Hanya saja Mayor Dud mendapat ikan lumayan banyak. Snot juga berkali-kali mendapat ikan.

Malam kedua mereka melihat sesuatu, balon besar membawa beban berupa keranjang berbentuk kotak. Balon itu menghilang di kegelapan arah tenggara.

"Lihat ada beberapa kilatan api ke atas!" seru Pak Ob.

Mereka melihatnya tanpa berkedip. "Itu laju peluru senjata api!" kata Mayor Dud. "Pasti mereka menembaki balon itu, agar bocor dan turun!"

"Apa tindakan kita?" tanya Snot.

"Kita ke arah perginya balon itu, cepat!" kata Mayor Dud. "Berapa menit kira-kira sampai ke tempat itu?"

"Sepuluh menit!" jawab Pak Ob. "Mengaap mereka pakai balon?"

"Mungkin agar tidak terdeteksi radar, karena balon tidak mengandung logam!" jawab Mayor Dud. Perahu nelayan segera melaju ke arah lesatan peluru. Beberapa saat kemudian mereka sampai. Mereka hanya menemukan balon besar yang mengapung di laut, sudah kempes dengan beberapa lubang peluru.

"Mana keranjangnya? Tali balon juga hilang?" seru Mayor Dud.

Pak Mel menciduk air dengan tapak tangan dan menciumnya. "Tampaknya mereka baru saja pergi. Saya masih mencium bahan bakar di air!"

Snot melihat Pak Mel, lalu ikut-ikutan mengambil air dan menciumnya.

"Perlu waktu bertahun-tahun di laut untuk bisa seperti Pak Mel!" ujar Pak Kor sambil tertawa. "Apa boleh kami menyalakan senter?" tanya Pak Ob.

"Jangan, biar mereka tidak kalau kita ada di sini!" jawab Mayor Dud. Sekarang kita ke Pulau Aha. Mudah-mudahan pulau itu sedang kosong. Mayor Dud menghubungi Pak Oek, pengelola pulau itu, dengan hp. Pak Oek sendiri tinggal di Jakarta Utara. Mayor Dud mengutarakan kalau sedang mengadakan pengintaian. Tentu saja diizinkan, kebetulan pulau itu sedang kosong. Sampai di Pulau Aha, Mayor Dud menghubungi kepolisian, menceritakan temuan sekaligus memberi tahu posisi mereka. "Jangan menimbulkan kecurigaian. Menyewa perahu nelayan saja dan berangkat sore, juga jangan pakai seragam!"

Malam berikutnya, lima anggota polisi mendarat di Pulau Aha. Mereka pun melakukan pengintaian bersama-sama. Jam dua belas malam mereka melihat ada benda di langit. Balon besar dengan keranjang berbentuk kotak, seperti malam sebelumnya. Mereka segera memburu balon itu, dua perahu nelayan melesat mengejar. Balon masih tinggi. Setelah dekat, Mayor Dud memerintahkan agar balon itu ditembak. "Hujani tembakan saja!" seru Mayor Dud. Polisi segera membidik balon itu. "Semakin banyak lubang semakin baik. Balon akan cepat turun!"

Berkali-kali terdengar letusan. "Ikuti balon itu jangan sampai diambil orang lain!" seru Pak Ob.

Mereka mengejar balon yang terbangnya semakin merendah. Tiba-tiba dalam keremangan mereka melihat sebuah motor boat melaju pergi. "Tampaknya mereka telah menunggu, tapi karena kita datang mereka pilih melarikan diri!" kata Mayor Dud. Balon makin rendah, tidak lama kemudian keranjangnya menyentuh permukaan air laut. Keranjang diangkat oleh Mayor Dud. Perahu nelayan yang satu merapat, dan beberapa polisi melompat ke perahu Pak Ob. Balon ditunggu kempes lalu diangkat ke perahu dan dilipat, sebagai barang bukti. Begitu keranjang dibuka, ternyata isinya beberapa tukik atau anak kura-kura yang ukurannya masih setapak tangan anak-anak.

"Kura-kura jenis apa ini?" tanya Pak Ob.

"Tampaknya kura-kura belimbing, karena cangkangnya seperti buah belimbing!" jawab Pak Mel.

"Kura-kura ini sangat langka! Jadi, mereka penyelundup binatang langka! Pasti ini melibatkan sindikat besar!" kata salah satu polisi.

"Di mana kira-kira tukik-tukik ini ditetaskan?" tanya Mayor Dud.

"Di Pulau Abo, setahu saya hanya ada satu tempat penangkaran kura-kura di daerah ini!" kata Pak Kor.

"Jauhkah dari sini?" tanya polisi.

"Sekarang jam setengah dua malam, kalau langsung ke sana menjelang fajar kita sampai!" jawab Pak Kor.

"Yang melarikan diri tadi pasti sudah menghubungi orang-orangnya di Pulau Abo!" kata Mayor Dud. "Kita hubungi markas agar mengirim pasukan dengan helikopter ke Pulau Abo. Kita berangkat ke sana sekarang!"

Dengan kecepatan penuh dua perahu nelayan melaju ke arah Pulau Abo dengan Pak Kor sebagai penujuk arah. Bukan hal yang sulit baginya, dengan melihat kompas Pak Kor memberi petunjuk. Menjelang fajar karena langit ufuk timur sudah merekah merah, mereak sampai ke Pulau Abo. Polisi langsung mengadakan penyergapan. Orang di pulau itu dikumpulkan semua. Mereka juga langsung menggeledah semua tempat dan sudut pulau itu, untuk menemukan balon-balon yang dijadikan alat menyelundupkan anak kura-kura.

Sampai jam sepuluh pagi mereka tidak menemukan balon. Pastilah, setelah dihubungi temannya bahwa ada patroli di tengah laut dan mereka gagal mendapatkan anak kura-kura, balon-balon mereka sembunyikan untuk menghilangkan barang bukti. Tapi mereka yakin, bahwa balon-balon itu dikirim dari Pulau Abo. "Arah datangnya balon juga dari sini!" kata Snot. Tapi tidak lama kemudian ada yang melihat sesuatu muncul dari laut. Ternyata balon besar yang belum diisi udara yang disembunyikan di kedalaman air dengan pemberat. Pak Mel yang jago menyelam segera turun ke air. Hasilnya, beberapa tabung gas hidrogen dan balon.

Orang yang ada di Pulau Abo yang berjumlah lima ditangkap semua dan di bawa ke Jakarta. Setelah menjalani pemeriksaan secara teliti, ternyata tidak semuanya terlibat. Hanya tiga orang yang menjadi tersangka penyelundupan. Mereka adalah Xet, Smi, dan Ut. "Saya tidak menyangka jika mereka berkhianat. Kami susah payah menetaskan telur kura-kura belimbing. Hanya saja saya sering merasa kehilangan anak kura-kura. Saya pikir, kalaupun lepas pasti pergi ke laut!" kata Pak Ib, orang yang bertanggung jawab terhadap penangkaran kura-kura belimbing.

Dari pengakuan tersangka pula diketahui bila mereka diam-diam mendatangkan balon dan gas ke Pulau Abo, dan menyimpannya di suatu tempat yang hanya Xet, Smi, dan Ut tahu. Transaksi penjualan anak kura-kura dilakukan lewat hp. Pembeli anak kura-kura ternyata orang asing, sayangnya tidak tertangkap. Mereka sudah berkali-kali menjual tukik dengan menerbangkannya dengan balon. Balon-balon kecil untuk mengirim tukik contoh, karena hanya satu tukik sehingga tidak berat. Begitu harga disetujui dan uang ditransfer ke rekening, mereka menggunakan balon besar yang membawa keranjang bambu berisi beberapa tukik.

"Mudah-mudahan saja anak kura-kura yang terlanjur dilarikan ke luar negeri dipelihara baik-baik oleh pembelinya. Saya sedih kalau sampai mereka terlantar!" kata Pak Ib berharap. Tiga bulan kemudian didapat kabar bahwa anak kura-kura yang diselundupkan dikembalikan oleh Inggris. Petugas negara itu melakukan razia dan mendapati anak kura-kura tanpa surat-surat resmi. Karena itu binatang yang dilindungi maka dikembalikan ke negara asal.

"Jadi pengintaian itu hanya mendapati penyelundup anak kura-kura?" tanya Vista kecewa.

"Kamu inginnya mendapat apa?"

"Ikan paus!" jawab Vista. Snot tidak melayani kata-kata Vista.

Beberapa hari kemudian Mayor Dud membawa satu kotak besar berisi balon. Diberi oleh Om Cah yang terkesan dengan penyergapan balon di tengah laut. Sejak punya balon, Snot sering terengah-engah karena kecapekan meniup balon. "Tiup lagi ya!" kata Vista. (*)