Meski tak begitu terang, namun barisan obor di sepanjang dindingnya tampaknya sudah cukup untuk menerangi gelapnya lorong ini. Empat sosok berjubah sedang berjalan menyusuri isi lorong dengan membawa empat guci dalam dekapan tangannya masing-masing. Wajah mereka tak terlihat karena penutup kepalanya, jubah merah gelap yang di kenakan pun menambah kesan angker pada keempat sosok ini. Guci yang mereka bawa juga tak diketahui apa isinya? Ujungnya ditutup dengan kain hitam yang dililitkan. Samar-samar tercium bau amis dari guci yang mereka bawa.
"Semoga kemenangan jatuh atas kerajaan kita," kata salah satu orang berjubah ini.
"Tentu saja, militer kita semakin hebat dan ditambah lagi ada dewa di pihak kita, menurutmu siapa yang bisa mengalahkan kita sekarang?" tanya rekannya yang lain, tampak ia menyeringai tipis.
"Dewa memang hebat! Coba saja dia muncul lebih awal mungkin kita bisa langsung menang saat tiga tahun yang lalu," sahut rekannya yang lain.
"Tenanglah, sebentar lagi kita akan menang dan berdiri di puncak," satunya lagi menimpali dengan enteng.
Langkah keempat orang ini terhenti ketika sampai diujung lorong, sebuah pintu besar dari baja tampak berdiri kokoh di hadapan mereka. Tulisan-tulisan aneh yang melingkar di pintu itu seperti pertanda bahwa di balik pintu ini ada suatu kengerian di dalamnya. Suasana mencekam menyelimuti keempat orang ini kala pintu itu mengeluarkan bunyi berderak dan terbuka secara perlahan. Satu di antaranya bahkan menelan ludah seolah tenggorokannya sedang kering.
Empat sosok berjubah ini langsung terduduk dan menunduk memberi hormat pada sosok yang berada di dalam, tampaknya mereka sadar dengan siapa mereka berhadapan sekarang. Melihat sikap keempat orang ini, bisa dipastikan orang ini adalah sosok yang di hormati.
"Bagus sekali kalian membawanya," kata sosok ini dari dalam kegelapan, entah kenapa suaranya terdengar begitu jernih.
Sesosok wanita berambut panjang dengan perawakan tinggi sedang berjalan ke arah mereka. Wajahnya sama sekali tak terlihat, semacam kain penutup dengan tali melingkar di kepalanya menutupi wajah Si Wanita. Entah karena gaun serba putih yang di kenakannya atau suasana larut malam yang mulai membuat empat orang berjubah ini mengantuk? Yang pasti samar-samar terlihat seolah tubuhnya juga ikut memancarkan cahaya putih selaras dengan pakaian yang ia kenakan.
"Tentu saja kami bawakan yang terbaik untuk Anda, silahkan Anda periksa! Saya harap Anda mau menerima persembahan kami," kata salah seorang berjubah seraya bangkit perlahan sembari menyodorkan gucinya.
Ternyata sosok wanita ini lebih tinggi dari pria berjubah merah gelap tersebut ketika mereka berhadapan. Tinggi pria itu bahkan tak sampai pundaknya, Si Wanita tak segera menerima guci yang disodorkan.
"Kalian semua masuklah ke dalam dan taruh di bagian sana," ucapnya sambil menunjuk ke dalam.
Keempat orang ini memberi hormat sejenak sebelum akhirnya menuruti permintaan Si Wanita. Area dalam ruangan itu ternyata lebih gelap dari pada lorong panjang tadi, hanya ada lima obor yang terpasang di setiap sisi mengikuti bentuk dindingnya yang melingkar. Dengan sebuah lorong lagi di ujung ruangan melingkar ini, menimbulkan pertanyaan sebenarnya tempat apa ini? Perhatian keempat orang ini tertuju pada lorong di ujung ruangan, seolah mereka memang belum pernah memasukinya.
"Masuklah ke sana dan berikan persembahan kalian, kujamin kemenangan akan ada di tangan kerajaan kalian," ucap Si Wanita sembari menunjuk lorong di ujung ruangan.
Mau tak mau ke empat orang berjubah ini pun menuruti permintaannya. Kelihatannya jalan di dalam lorong tersebut sangat gelap seperti tak ada satu pun obor yang menerangi. Dan benar saja, saat mereka memasukinya memang tak ada pencahayaan sama sekali di dalamnya. Semakin mereka masuk ke dalam, muncul semerbak bau amis yang tercium hidung mereka dengan tajam. Semakin ke dalam entah kenapa rasa-rasanya baunya pun semakin busuk.
"Apa ini?" tanya salah satu dari mereka kala mengendus bebauan yang menyengat.
JDDDAAAAANNNNGGGGGG
Tiba-tiba pintu baja di ujung ruangan tertutup dengan keras, bunyi itu membuat keempat orang berjubah ini menoleh ke belakang. Tak susah bagi mereka mengenali siapa sosok bercahaya putih yang mengikuti mereka dari belakang, meski dalam ruangan gelap, Si Wanita itu tampak jelas sedang menyusul mereka.
Kembali keempat orang ini menoleh ke depan, semerbak bau busuk pun semakin santer. Kini perhatian mereka tertuju pada ruangan yang bercahaya terang di ujung lorong, mungkin ruangan inilah yang menjadi akhir dari lorong tersebut. Cahaya agak kemerahan itu, bisa di pastikan ruangan itu di penuhi banyak obor. Baru beberapa langkah mereka menginjakkan kaki di ruangan tersebut.
PRRAAANNNGGG
Sontak orang yang berada paling depan menjatuhkan gucinya, gemetar tangannya tak bisa di sembunyikan dengan mata yang terbuka lebar seakan tak percaya. Rekan-rekannya yang lain pun sama saja, kengerian yang terpampang jelas di ruangan penuh obor tersebut membuar mereka bergidik ngeri. Banyaknya nyala api obor yang menerangi pun semakin mempertegas apa yang sedang tergeletak di dalam. Tanpa mereka berempat sadari, Si Wanita yang berjalan di belakang mereka membuka kain penutup wajahnya. Mata kecil berwarna merah itu mengamati keempat orang tersebut dengan tajam, tak luput seringai aneh juga menghiasi wajahnya.
"Apa? Apa sebenarnya ini persembahan dewa?" tanya salah satu pria membuka suara.
Agak lega rasanya ia berhasil mengeluarkan suara, menyaksikan kengerian di depannya membuat tenggorokannya tercekat beberapa saat. Ia menoleh, berpaling pada Si Wanita di belakangnya.
"Dewa, sebenarnya apa yang...." terputus kata-katanya kala melihat apa yang ada di belakangnya.
Sontak pria ini terkaget dan langsung terduduk lemas di lantai, ketiga rekannya yang heran pun ikut menoleh ke belakang dengan tak kalah terkejutnya. Di lorong gelap itu, samar-samar mereka melihat apa yang sebenarnya sedang mereka hadapi. Keringat dingin mulai bercucuran, menyaksikan bayangan sosok besar yang tak begitu jelas dengan banyak tangan dan kaki penuh darah berceceran itu menuju ke arah mereka. Mematung keempat orang berjubah ini menyaksikan pemandangan yang bergerak-gerak di lorong gelap tersebut. Rasa panik yang muncul pun rasanya sia-sia, ruangan terang di ujung lorong pun sepertinya memang ruangan buntu. Berulang kali mereka mengamati mencari jalan keluar, sambil perlahan berjalan mundur.
"Dewa, apa yang sebenarnya terjadi disini?" ucap salah satu dari mereka yang mulai putus asa.
Delapan mata merah menatap keempatnya dengan tajam, sebelum akhirnya menerjang mereka dengan cepat. Guci yang tersisa pun mereka lemparkan, namun rasanya percuma saja perlawanan yang mereka berikan.
CRAAASSSHHHH.
Seketika empat bayangan besar yang memanjang itu menerjang keempatnya tanpa basi-basi, teriakan yang terlontar pun rasanya tak sempat mereka keluarkan. Ketakutan yang mereka rasakan hilang sudah bersama kesadaran yang telah lenyap, menyisakan kematian yang tak bisa di hindari. Cipratan merah itu mengenai dinding lorong bahkan juga mengenai lantai di depan pintu masuk ke ruangan terang tersebut.
Tak begitu jelas sesuatu macam apa yang sedang memangsa mereka di kegelapan, hanya saja samar-samar terlihat banyak tangan, kaki serta delapan mata merah. Makhluk dengan wujud aneh ini tampak menikmati santapannya dengan senang hati, tanpa ada seorang pun yang tahu apa yang sudah ia lakukan di lorong ini selain empat korbannya yang malang.