Dua bulan berlalu semenjak kejadian mimpi buruk Zeline, dia pun sudah melupakan kejadian itu. Lebih tepat memaksa melupakan, karena Zeline tidak ingin hidup dalam bayang-bayang ketakutan yang sama. Alvaro berusaha menjaga Zeline tapi dengan cara yang tidak membuat Zeline ketakutan. Alvaro tidak ingin Zeline malah terbelenggu rasa takut, karena mimpi buruknya.
"Aku boleh minta ijin hari ini? Aku ingin ke rumah bibi, ada sesuatu yang mau aku ambil. Juga mau mengajak mereka makan diluar, aku sudah lama janji tapi sampai sekarang belum di tepati. Boleh ya sehari aja sore aku akan balik," pinta Zeline Saat dia dan Alvaro berada di kamar Alvaro.
Semua orang sudah tau tentang hubungan mereka, Alvaro sudah mengumumkan jika dia dan Zeline memiliki hubungan khusus, itu kenapa saat ini Zeline berada di kamar Alvaro. Karena memang dia sering di sana, bahkan menginap di kamar itu.
Alvaro menarik tubuh Zeline ke dalam dekapannya, entah mengapa dia merasa berat melepaskan Zeline. Tapi jika dia terus melarangnya, Alvaro takut Zeline akan merasa tertekan karena terkekang.
"Ya sudah, tapi janji gak nginep dan langsung pulang begitu urusanmu sudah selesai. Dan Kamu langsung telepon untuk di jemput, jangan coba-coba pulang sendiri. Aku yakin bersama bibi dan saudara-saudara sepupumu kamu akan aman. Asal kamu jangan memisahkan diri dari mereka," tegas Alvaro.
"Iya aku gak akan jauh-jauh dari mereka, lagian sepupuku banyak laki-laki ada paman juga. Jadi kamu jangan terlalu cemas," sahut Zeline seraya mengecup pipi Alvaro.
"Wajar aku cemas, selain kamu adalah pekerja yang aku rekrut secara khusus. Kamu saat ini adalah kekasihku, aku tidak ingin sampai kamu kenapa-napa. Kamu adalah duniaku saat ini," ungkap Alvaro perasaannya.
"Wah, kamu semakin hari semakin sweet ya. Padahal ...."
Tok ... Tok ...
Belum juga Zeline selesai bicara, pintu kamar Alvaro di ketuk. Zeline bergegas melepaskan diri dari pelukan Alvaro, lalu beranjak menuju pintu. Alvaro sedikit kesal, karena adegan romantisnya terusik oleh suara ketukan itu. Apalagi Zeline bahkan belum menyelesaikan perkataannya tadi, membuat Alvaro penasaran.
"Zel, ini sudah hampir siang apa kita tidak jadi pulang? Sudah mesra-mesranya emangnya masih kurang dari semalam?" tanya Lexis menyindir sahabatnya.
"Iya-iya, kami juga gak lagi mesra-mesraan kok. Kamu tuh ya pikirannya," omel Zeline.
"Kalau kami mau mesraan setiap saat memangnya kenapa, apa ada larangannya?" tanya Alvaro yang tiba-tiba mendekat.
"Tidak sih, Tuan. Tapi kan kami mau pulang, nanti malah kesiangan." Lexis menyahuti dengan santai tanpa rasa takut lagi.
"Memangnya kamu yakin mau pulang? Nanti malah berantem lagi sama bapakmu," ucap Alvaro mengingatkan.
"Tidak Tuan, karena ibu saya sudah menggugat cerai bapak. Karena saya yang meminta, saya tidak mau ibu dan adik-adik hidup tidak sehat kalau terus bersama pria itu. Dan pengadilan sudah menyetujui, bahkan mereka menerapkan larangan-larangan untuk bapak saya mendekati rumah kami. Karena mereka tau jika tidak begitu bapak akan selalu datang dan mengganggu, soal masalah rumah saya pun sudah memberikan uang ganti rugi pada beliau. Agar beliau tidak punya hak apa-apa lagi dengan rumah itu, makanya saya mau pulang sekarang." Lexis menjelaskan panjang lebar apa yang terjadi oada keluarganya.
"Ya sudah kalau begitu, baguslah kalau ibumu akhirnya mau melepaskan diri dari pria tidak berguna seperti bapakmu itu. Ya sudah kalian pergilah, tapi ingat untuk kembali malam ini." Alvaro mengingatkan dua orang itu agar mereka harus pulang.
"Siap, saya tau Anda pasti tidak bisa tidur tanpa Zeline. Ayo Zel kita pergi!" ajak Lexis dan menggandeng tangan sahabatnya itu.
"Eits, gak usah pegang-pegang tangannya. Ayo aku saja yang antar kedepa," ucap Alvaro dan langsung mengambil tangan Zeline dari pegangan Alvaro.
"Ya ampun, sudah berhasil mendapatkan Zeline saja masih cemburu padaku." Lexis menggerutu mengikuti langkah kedua insan itu.
Sesampainya di depan, Alvaro berpesan agar anak buahkan tetap memantau Zeline dari jauh. Dia tidak mau jika sampai Zeline kenapa-napa, dia harus menjaga Zeline, meskipun Zeline sendiri keberatan. Tapi demi membuat Alvaro tenang Zeline pun hanya bisa menuruti saja mau Alvaro yang sudah jadi kekasihnya itu.
"Ya sudah kami pergi ya," pamit Zeline. Alvaro mengangguk dan melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Zeline.
"Ingat tetap waspada dan hati-hati di manapun kalian berada, aku tidak mau sampai ada apa-apa." Alvaro mengulang mengingatkan kedua orang yang sedang naik ke mobil.
Zeline hanya tersenyum, melihat kekhawatiran Alvaro yang berlebihan. Tapi mengingat bahaya dari pekerjaannya saat ini, Zeline bisa memahami ke khawatiran Alvaro. Mobil pun beranjak pergi, sopir melajukan mobil meningkatkan perkarangan luar milik Alvaro. Alvaro terus menatap ke arah mobil, sampai pintu gerbang di buka dan mobil menghilang dari pandangan matanya.
Saat Alvaro hendak masuk dia malah berpapasan denham Rafael, lalu langsung mendapatkan pertanyaan dari Rafael tentang Zeline dan Lexis. Alvaro mengatakan jika kedua orang itu sudah pergi.
"Akhh, akhirnya aku bisa bertemu bibi dan keluarganya. Meski kadang bibi terlihat menjengkelkan dan baik jika hanya ada maunya. Tapi hidup cukup lama bersamanya membuatku bisa juga merindukannya," ucap Zeline saat mereka sudah meninggalkan pekarangan rumah Alvaro.
"Itu manusiawi, Zel. Kalau kita sudah lama tinggal pasti begitu, aku sebenarnya begitu juga sama bapak. Tapi dia yang gak pernah mau berubah," sahut Lexis dengan tatapan sedih.
"Sudah jangan sedih begitu, keputusan kamu dan keluargamu sudah benar. Kalau dia hanya menjengkelkan tidak masalah, tapi kalau sudah suka melakukan kekerasan fisik. Artinya dia orang yang harus dihindari, karena kamu ataupun keluargamu bisa saja tewas karena ulahnya. Tinggal tunggu waktunya saja, jadi jangan sesali apapun tentang bapakmu itu." Zeline berusaha memberi semangat pada sahabatnya itu.
"Oke-oke aku gak akan sedih, aku harus senang karena akan kembali menyicipi masakan ibu. Kalau gak pengen itu, aku mau juga ngajak ibu dan adik-adik makan di luar. Tapi kapan-kapan sajalah, soalnya aku lebih rindu masakan ibuku. Hehehe," kekeh Lexis seolah melupakan kesedihannya.
Mereka pun menikmati perjalanan hari ini, sudah cukup lama mereka hanya di sibukkan dengan pekerjaan. Apalagi semenjak Zeline mimpi buruk, Alvaro sangat melarang Zeline keluar rumah kecuali jika bersamanya. Bahkan beberapa kali Zeline diajak Alvaro menemaninya dalam beberapa acara non formal. Tapi tetap saja rasanya pergi dengan membawa kebebasan itu rasanya berbeda.
Setelah melewati pejalan cukup jauh, akhirnya mereka sampai. Anak buah Alvaro lebih dulu mengantar Lexis, barulah setelah itu mereka akan mengantar Zeline. Satu mobil menjaga di tempat Lexis, sedangkan mobil yang sedang bersama Zeline dengan dia anak buah Alvaro di dalamnya akan menjaga Zeline dari jauh seeprri perintah Alvaro.