Embusan napas beradu dengan suara pendingin ruangan. Begitu juga jam di dinding, setiap detiknya seakan menghitung denyut jantung yang berdetak.
Begitu kondisi yang menggambarkan antara Nakula dan Jane. Mereka terdiam dengan saling berpandangan. Bola mata Nakula, bahkan difokuskan pada Jane. Mencari apa yang baru saja keluar dari bibir cantik itu, merupakan hal dusta.
Nakula tidak akan ikhlas melepaskannya.
"Kau pikir aku mau mengabulkan surat resign kau. Pak Samuel saja sayang kepadamu. Apa lagi aku," ujar Nakula menanggapi perkataan Jane yang ingin undur diri dari perusahaannya.
"Sayang saja mana cukup. Aku mau punya rumah, mobil dan lainnya. Jadi lebih baik kembali ke Singapura kan?" ucap Jane yang sudah kembali fokus pada tablet di tangannya.
"Aku bisa memberikan. Memangnya siapa yang akan memberi di Singapura sana?"
"Jade. Dia butuh bantuanku di sana."