Pada akhirnya Liana memilih untuk menyetujui tawaran Deon. Entah mengapa, dibanding dengan mengkhawatirkan nasib persahabatannya dan Vella nanti, gadis itu justru merasa lebih khawatir jika harus melihat Bara bersama dengan wanita lainnya.
Liana pikir, ini adalah kesempatan yang bagus bagi dirinya. Lagi pula untuk apa Vella marah? Toh, nanti pada akhirnya gadis itu akan kembali lagi kepada Deon --pria yang hingga saat ini masih Vella cintai, namun semua perasaannya terhalang karena kehadiran Bara di dalam hidupnya.
Memikirkan hal itu membuat Liana semakin mantap dengan keputusan yang telah ia pilih. Apalagi saat ia memikirkan bagaimana sikap Bara nanti ketika dirinya sudah berhasil meluluhkan hati pria itu.
Selama ini yang bisa Liana lakukan hanyalah merutuk sebal dan menahan iri kepada Vella saat sahabatnya itu menceritakan segala perlakuan tidak mengenakkan Bara kepada dirinya.
Alih-alih turut merasa jengkel, Liana justru semakin terkesima dengan cerita apa pun tentang Bara meskipun Liana tahu jika sifat pria itu selalu terkesan memaksa, mengancam, mengatur, posesif dan selalu berusaha mendominasi diri Vella. Tepat seperti beberapa buku cerita yang Liana baca akhir-akhir ini.
Sikap Bara benar-benar seperti tokoh pada setiap buku yang Liana jadikan sebagai favoritnya. Bahkan tidak jarang Liana berandai-andai tentang bagaimana jika dirinya berada di posisi wanita pada novel yang selalu ia baca tersebut. Hidup dengan pria yang begitu tegas, mendominasi dan keras sepertinya akan menarik. Bahkan hanya dengan membayangkan saja sudah dapat membuat hati Liana berdesir aneh.
*****
Beberapa hari berlalu sejak persetujuan Liana terkait kerja sama yang Deon tawarkan kepada gadis itu. Entah mengapa, ada kalanya Liana merasa bahwa Deon selama ini tidak melakukan apa-apa dan justru dirinya lah yang selalu harus bekerja ekstra. Seperti mendatangi Bara saat pria itu mengadakan pertunjukan Band-nya, lalu memberikan beberapa perhatian kecil kepada Bara dan sedikit melakukan pendekatan kepada pria itu melalui pesan singkat dan berbagai pesan suara.
Hingga puncaknya saat Bara mengajak Liana untuk berlibur ke villa guna merayakan kelulusan mereka. Tentu saja Liana begitu antusias mendengar penawaran Bara. Liana pikir itu adalah puncak dari seluruh perjuangannya selama ini. Mereka akan menghabiskan waktu liburan di villa berdua. Hanya berdua.
Namun ternyata dugaan Liana salah, bukan hanya dirinya yang diajak berlibur oleh Bara. Tetapi teman-teman pria itu beserta masing-masing pasangan mereka, dan juga Vella.
Ada hal yang membuat hati Liana semakin kecewa, yaitu saat Bara menjelaskan kepada dirinya alasan pria itu mengajaknya berlibur. Supaya Vella mau mengikuti kegiatan itu karena sahabat dekatnya --Liana juga ikut bersama. Lagi-lagi semua orang melakukan sesuatu terhadap dirinya, atas dasar Vella. Dan hal itu selalu berhasil membuat Liana semakin merasa iri sekaligus sebal.
Liana merasa geram sekaligus iri kepada Vella karena sahabatnya itu selalu saja dikelilingi oleh orang-orang baik yang selalu perhatian dan menyayangi Vella dengan begitu tulus. Sangat berbeda dengan kehidupannya.
Padahal menurut Liana, Vella merupakan gadis yang biasa-biasa saja bahkan terkesan tidak menarik. Sahabatnya itu bisa dibilang selalu tampak sederhana dan cenderung apa adanya karena Vella memang gadis yang cuek terhadap penampilan, baik tentang pakaian yang dia kenakan, atau tentang wajah yang sangat jarang tersentuh dengan alat make up.
Bentuk tubuh gadis itu pun terkesan biasa-biasa saja, tidak seksi bahkan juga tidak terlihat menggoda. Oh ... dan lagi, jangan pernah lupakan tentang otak dan pemikiran Vella yang terkenal begitu lamban.
Tetapi bagaimana bisa gadis seperti itu justru dibuat rebutan oleh kedua pria yang begitu populer di kotanya?
Deon Branandjaya, anak pemilik sekolah tempatnya dahulu mengampu ilmu, dan juga Baraditya Adyasta, si anak baru namun seketika terkenal karena paras tampannya.
Sebenarnya Deon dan Bara memiliki tingkat ketampanan yang hampir sama. Hanya saja Deon selalu memasang wajah dingin dan cuek, terlebih kepada kaum wanita. Berbeda dengan Bara yang murah senyum dan juga ramah, sehingga menimbulkan kesan begitu hangat.
Selain itu, keduanya juga merupakan seorang anak dari kalangan atas yang peran orang tua mereka sama-sama berpengaruh terutama dalam dunia bisnis. Hal itu benar-benar membuat Liana semakin iri dengan sahabatnya sendiri.
Padahal jika dibandingkan dengan Vella, Liana merasa dirinya terlihat jauh lebih segar, cantik dan seksi. Badannya yang begitu berisi sangat jelas berbeda jika dibandingkan dengan sahabatnya yang jangankan terlihat menggoda, tubuh Vella bahkan tampak kurus dan datar seperti papan triplek.
Lalu bagian apanya yang menarik dari gadis itu? Jujur saja, Liana selalu bingung memikirkan itu semua. Apakah mata pria jaman sekarang sudah banyak yang cidera?
Apalagi saat berada di villa waktu lalu, betapa Bara terlihat begitu memanjakan Vella dan selalu menunjukkan perhatian-perhatian kecil kepada sahabatnya itu. Kenapa pria selalu saja bersikap bucin kepada Vella? Hal itu membuat rasa iri Liana semakin bertambah besar. Bahkan dirinya sempat berpikir bahwa usahanya selama ini dalam mendekati Bara adalah sia-sia.
Liana merasa Bara semakin mengabaikannya, padahal sebelumnya Liana sempat merasa hubungannya dengan pria itu sudah begitu dekat karena beberapa kali Bara merespon pesannya, bahkan mereka juga sempat beberapa kali mengobrol melalui telepon atau pun video call.
Hingga kejadian malam hari setelah pesta yang mereka lakukan saat itu seakan membuka kembali peluang Liana untuk bisa memiliki Bara dan menyingkirkan Vella dari hidup pria tersebut.
Saat itu, selesai mengadakan pesta BBQ, semua orang memutuskan untuk kembali ke kamar yang telah dibagi sebelumnya kemudian tidur guna mengumpulkan energi yang akan mereka habiskan pada hari berikutnya.
Tengah malamnya, Liana yang merasa ingin buang air kecil sontak terbangun dari tidur dan memutuskan untuk menuruni tangga utama menuju kamar mandi villa tersebut, karena kamar mandi di villa itu memang tidak ada yang terletak di dalam kamar.
Liana menghentikan langkahnya sejenak saat melihat Bara tengah tertidur di sofa ruang tengah sendirian dengan hanya mengenakan celana pendek dan kaos polos berwarna putih.
Liana mengembangkan senyum kala menatap wajah Bara dari jarak yang cukup jauh. Lelaki itu bahkan selalu terlihat tampan dalam keadaan apa pun.
Liana tersadar dari lamunannya. Ditatapnya lagi Bara yang sedang tertidur pulas, seharian pun Liana betah memandang wajah itu jika saja rasa ingin buang air kecilnya tidak semakin meronta. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk segera pergi ke kamar mandi sebelum dia berakhir mengompol di celana.
Liana kembali menutup pintu kamar mandi yang ia gunakan saat selesai melakukan pelepasan yang sangat membuatnya merasa begitu lega, lalu gadis itu kembali bergegas menuju kamarnya.
Namun, saat ingin menaiki tangga, pandangan Liana justru kembali tertuju pada Bara yang masih tertidur dengan posisi meringkuk di sofa berwarna cream itu.
Liana membatalkan niatnya untuk kembali ke dalam kamar. Gadis itu akhirnya melangkah ke arah kamar terdekat yang tidak ada penghuninya untuk mengambil selimut yang ada di sana.
Villa milik Bara memang sangatlah besar, villa itu terletak di tengah-tengah bukit dan kebun teh yang menjadikan suasana sekitarnya akan terlihat indah di siang hari, namun sedikit menyeramkan di saat malam tiba.
Bahkan saking sunyi dan besarnya villa tersebut, teman-teman Liana memutuskan untuk tidur berdesak-desakan dalam satu kamar daripada mereka harus menghabiskan sepanjang malam sendirian di bangunan yang luas itu. Padahal jika teman-temannya ingin, kamar dalam villa itu tentu saja sangat memenuhi jumlah mereka.
Setelah berhasil mengambil selimut pada salah satu kamar kosong yang ada di sana, akhirnya Liana kembali berjalan mendekati Bara dan mulai menata selimut tebal tersebut di atas tubuh pria itu.
Sejenak, Liana memutuskan untuk berjongkok di hadapan pria yang tertidur dengan posisi menyamping tersebut. Liana menatap lekat wajah damai Bara cukup lama, lalu gadis itu memberanikan diri menyentuh pipinya. Bukan berniat ingin membangunkan, namun hanya sedikit menyentuh untuk menyalurkan segala rasa kagumnya terhadap diri Bara selama ini.
Liana semakin mengembangkan senyumnya. "Dia tidur begitu pulas," gumam Liana, sebelum akhirnya gadis itu mendapati mata Bara yang tiba-tiba terbuka dan menatap ke arah dirinya dengan begitu tajam.
"Kau?!"