Chereads / Ketika malam pertama tak berdarah / Chapter 5 - MANTRA PEMIKAT HATI

Chapter 5 - MANTRA PEMIKAT HATI

Bara menarik ujung selimut yang tadi sempat hampir jatuh semua ke lantai. "Sini, tidurlah di sampingku," pinta pria itu menepuk ruang kosong di sebelahnya. Liana sempat kembali berpikir, namun Bara lagi-lagi tidak memberikan kesempatan bagi gadis itu untuk tersadar dari jeratannya.

Dengan segera Bara menarik lengan Liana lalu membawa gadis itu kembali ke dalam dekapannya.

"Jangan pernah berpikir untuk kabur dariku, karena aku tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi." Seperti sebuah mantra dan ancaman yang diucapkan secara bersamaan, ucapan Bara justru berhasil membentuk sebuah desiran aneh di dalam benak Liana.

Lagi-lagi sikap dan perkataan Bara kembali mengingatkan Liana pada setiap buku yang akhir-akhir ini selalu dia baca. Segala hal yang ada dalam diri Bara benar-benar menggambarkan tokoh yang selama ini selalu Liana idam-idamkan.

Liana tidak menyangka akhirnya dia bisa mengalami sendiri kejadian yang selama ini hanya dia baca pada buku cerita itu. Apalagi dia mengalaminya bersama orang yang memang sejak pertama kali melihat, Liana sudah begitu kagum dan mendambanya. Bahkan hampir setiap hari gadis itu berandai-andai membayangkan jika saja dirinya menjadi kekasih Bara. Pasti akan sangat menyenangkan.

"Aku selalu menyukai wangimu. Dan kau tentunya tau itu," ucap Bara sembari menyusuri dan memberikan ciuman kecil pada rambut hitam Liana.

Liana yang sedari tadi mengembangkan senyum sejenak mengendurkan senyum itu kala mendengar pernyataan Bara. Selalu menyukai wangimu? Selalu?

Namun, belum sempat gadis itu berpikir panjang, Bara yang sedari tadi sibuk menciumi aroma rambut Liana kini bergerak turun mencium leher jenjang gadis itu hingga membuat Liana yang tengah berpikir keras seketika buyar akibat rasa aneh yang Bara ciptakan pada dirinya.

"Bara ...." lirih Liana sedikit meninggalkan suara berupa desahan karena tidak tahan dengan desiran aneh di hatinya dan juga rasa menggelitik di tengkuk saat embusan napas Bara menerpa kulitnya, juga bibir pria itu yang seketika menempel, menyusuri dan mengecupi setiap inci lehernya.

Bara menahan kepala Liana agar gadis itu tidak bergerak menjauh. "Ahh, Bara ...." lagi-lagi hanya suara itu yang mampu Liana ucapkan untuk mengungkapkan segala rasa yang saat ini menerpa dirinya. Sementara Bara masih sibuk menyusuri leher itu semakin dalam dan dalam lagi, serta tidak lupa meninggalkan jejak merah di sana.

Jujur saja, mungkin perlakuan Bara terhadap dirinya saat ini sudah termasuk kelewatan, dan Liana sangat menyadari hal itu. Namun, entah mengapa gadis itu sedari tadi justru hanya bergeming. Ingin sekali dirinya menolak setiap sentuhan yang Bara berikan. Tetapi, di sisi lain Liana juga berharap dan menunggu Bara melakukan hal yang bahkan mungkin bisa lebih dari sekedar menyusuri lehernya.

Bara bergerak turun menelusuri bagian dada Liana yang sedikit terbuka, lalu pria itu membuka satu persatu kancing piyama yang Liana kenakan, hingga akhinya Bara berhasil menelusupkan tangannya pada bra Liana dan menangkup salah satu gundukan gadis itu, sehingga berhasil membuat Liana terkesiap.

Belum sempat Liana melawan, Bara sudah kembali membuka mulutnya. "Aku sangat mencintaimu, sayang ...." ucap Bara membuat Liana sontak mengarahkan matanya menatap manik biru milik Bara yang terlihat begitu teduh dan menyejukkan, seolah pria itu tengah mengatakan hal yang sejujurnya.

Lalu Bara mengarahkan bibirnya ke bibir Liana dan mereka kembali berpangutan cukup lama. Tanpa sadar, Liana kembali mengeluarkan suara lengkuhannya kala lidah Bara semakin bermain dan menggila di dalam mulutnya, sementara tangan pria itu terus menangkup, mengusap dan terkadang sedikit memiting puncak gundukan Liana.

Hal itu benar-benar membuat Liana merasakan sesuatu yang sama sekali tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Pikirannya seakan kosong dan jiwanya terasa dibawa terbang begitu saja.

Setelah dirasa puas dengan bibir gadis di bawahnya, kini Bara mengalihkan bibirnya pada buah dada Liana lalu mulai memainkan lidahnya di area sana, sementara jemarinya yang lain dia gunakan untuk memainkan gundukan Liana yang satunya. Hal itu membuat kewarasan Liana semakin berada di ambang batas, bahkan tanpa sadar gadis itu berkali-kali merancu dan mengeluarkan suara kenikmatan karena ulah Bara terhadap tubuhnya.

Tidak cukup sampai di situ, Liana sudah dikejutkan lagi dengan perilaku Bara yang lain. Pria itu menyusupkan tangannya begitu saja ke dalam celana tidur Liana dan mulai menggosok bagian paling sensitif gadis tersebut. Sejenak Liana terlonjak kaget dan mulai sedikit tersadar dengan apa yang kini tengah mereka lakukan.

Dengan begitu panik, segera gadis itu berusaha menyentak tangan Bara yang tengah bermain di bawah sana. "Bara, aku mohon, jangan kelewatan, please ... jangan!" pinta Liana memelas seraya berusaha mencengeram tangan Bara dan menahan pergerakan pria itu agar tidak lagi menyentuh area sensitif miliknya.

"Ada apa, sayang? Apa kau kini meragukanku, hm ...?" tanya Bara yang kini kembali memfokuskan pandangannya pada diri Liana, terdapat guratan pilu dan kecewa dalam raut wajah pria itu, membuat Liana seolah bingung harus bagaimana dalam menyikapinya.

Di sisi lain, Liana sangat mencintai dan menganggumi Bara. Namun di lain sisi, dirinya begitu takut jika harus melakukan hal yang melewati batas mereka.

Lalu perasaan takut akan Bara yang kecewa karena penolakannya mulai menghantui pikiran gadis itu. Bagaimana jika nanti akhirnya Bara meninggalkan dirinya? Atau, bagaimana jika semua mimpi yang dia bangun tentang menjadi pacar Bara selama ini sontak hancur begitu saja hanya karena dia menolak keinginan pria itu? Liana menggelengkan kepalanya perlahan.

"Sayang ... apakah kau benar-benar mencintaiku?" Bara mulai meminta kepastian dari Liana seraya mengelus pipi gadis itu dengan sentuhan yang begitu lembut.

"Bu-- bukan begitu, hanya saja ... agghh! Bara!" lengkuh Liana saat tanpa diduga Bara menyambangi titik paling sensitif milik gadis itu dan memainkan lidahnya di sana, membuat kewarasan Liana kembali hampir menghilang.

"Bara, aku mohon, please ... Jangan ...." lirih gadis itu memohon, namun sepertinya tidak dihiraukan oleh Bara karena pria itu masih terlihat menikmati kegiatannya.

"Aku berjanji setelah ini aku akan selalu ada untukmu, sayang .... Ini hanya sebagai pembuktian bahwa kau tidak akan lari dariku dan aku akan selalu ada untukmu, selamanya," ucap Bara yang kini kembali melumat puncak gundukan Liana membuat gadis itu kembali mengeluarkan suara indahnya.

"Apa kau menyukai ini?" Bara menghentikan aktivitasnya sejenak untuk melihat wajah Liana.

Sementara Liana yang mulai memejamkan matanya sontak kembali membuka mata itu dengan pandangan yang semakin berkabut, gadis itu berusaha menatap Bara dengan fokus. "Hah?" ujar Liana seolah tidak paham dengan apa yang Bara maksudkan.

Sejenak Bara mengangkat sudut bibirnya. Menatap Liana dengan penuh cinta. "Suaramu begitu indah, sayang. Aku sangat suka itu. Ah sial, kau benar-benar berhasil membuatku semakin ingin memasuki dan menjadikan dirimu sebagai milikku seutuhnya," ucap Bara yang kemudian bergerak dan mulai melucuti pakaiannya sendiri.