"Kau tau aku memiliki kekuasaan, Ana."
Tatapan Roy seperti sedang menelanjangi Ana, bahkan jika boleh di deskripsikan, ini adalah tatapan yang sangat mesum yang tidak seharusnya di tunjukkan kepada wanita lain seperti layaknya obsesi pemuasan.
Ana merinding, ia takut. Namun, bukankah jika ia takut, Roy malah semakin merasa senang ketika melihat dirinya merengut ketakutan. Seharusnya ia menunjukkan sikap kalau dirinya harus melawan, itu adalah sifat refleks bagus jika berada di situasi seperti ini.
Ana baru saja ingin menendang wajah Roy dengan kalinya yang memakai heels supaya wajah itu bonyok. Namun, tiba-tiba saja… sebelum ia berhasil melakukannya.
"Dan kau tau kekuasaan mu akan kalah jika di bandingkan dengan ku, koki tua yang mesum. Enyahlah dari kekasih ku,"
Ana menolehkan kepala ke sumber suara untuk melihat siapa yang membelanya, dan itu adalah milik Denish.
Otomatis jiwa berani Ana yang tadinya ingin meninju wajah laki-laki tua itu dengan heels di kakinya pun merasa langsung lemah, bahkan kini ia menurunkan pandangan dengan alis yang juga ikut menurun.
Jika wanita bertemu dengan laki-laki yang sudah menjadi daya tarik baginya, pasti hati wanita akan melemah. Yang tadinya bisa melakukan banyak hal dengan sendirinya, mandiri, kuat, dan pemberani, namun tiba-tiba jiwa itu menguap.
Terbukti dari Ana yang kini menatap ke arah Denish dengan sorot mata yang seperti meminta pertolongan, ia langsung menjadi wanita manja yang ternodai karena tindakan Roy yang tidak sopan.
"Denish…" bahkan cara Ana memanggil laki-laki itu dengan wajah yang sangat memelas saja sudah menjadi bagian dari aktingnya yang bagus.
Sejujurnya Ana takut kalau melayani laki-laki yang terlalu vulgar seperti ini, jangan di pikir dirinya tidak peduli dengan pelecehan walaupun pekerjaannya sekarang —selain menjadi tukang cuci piring—, meliputi hal-hal yang membuat tubuhnya sangat kotor yang di sebabkan oleh sentuhan-sentuhan tangan para laki-laki yang membuatnya muak.
Denish yang melihat itu pun mengepalkan tangan dengan sangat erat. Napasnya tampak naik turun, dan kini ia benar-benar tidak bisa berpikir jerning apalagi saat ia melihat satu tangan laki-laki di samping Ana itu memegang paha wanitanya.
Wanitanya? Sepertinya ini butuh di koreksi, namun sepertinya biarlah begini dulu.
Denish dengan kedua tangan yang du masukkan ke dalam saku celana pun berjalan masuk, ia memakai jas, baru pulang dari kantor.
Roy yang melihat itu menatap Denish dengan was-was karena sepertinya Denish bukanlah laki-laki yang mudah di ajak berkompromi, bahkan lebih ke terlihat seperti ingin melindungi Ana.
Ayolah, jadi ada pahlawan kesiangan di malam hari seperti ini?
"Cih, kau hanya laki-laki yang ber-jas dan tidak seharusnya kamu ikut campur ke dalam urusan ku dengan Ana." Roy akhirnya membalas sambil menarik tubuh Ana untuk lebih mendekat ke arahnya, bahkan kini ia tampak mengunci kaki Ana pada kakinya yang lain.
Denish menggeram marah, ia mengambil botol minuman beralkohol dan menatap Roy dengan ganas. "Tidak peduli jika kau melakukannya dengan wanita lain, brengsek. Tapi itu adalah Ana, milikku dan tidak ada boleh yang bertindak kasar dengannya!"
Mendengar itu, Ana dan Roy terkejut secara bersamaan. Bahkan, kini Ana kembali memastikan kalau indra pendengarannya tidak salah karena Denish mengatakan kalau dirinya adalah wanita dari laki-laki tersebut.
Sedangkan Roy? Ia tidak percaya kalau Denish adalah kekasih Ana, sampai pada akhirnya ia melihat Denish yang sudah mendekat. Seperti satu jengkal lagi, mungkin jika membuat laki-laki tersebut kesal, maka Denish akan melayangkan botol yang ada di tangannya dan itu terdengar menyakitkan.
"Tidak, Ana hanyalah jalang dan tidak mungkin memiliki kekasih untuk job-nya setiap malam." Roy berkata seperti ini dengan suara yang sangat dalam, memangnya ia bisa percaya begitu saja dengan apa yang di katakan laki-laki yang entah datang darimana itu?
Denish menampilkan seringai yang tercetak jelas di permukaan wajahnya, ia benar-benar tidak menormalkan apa yang di katakan oleh Roy karena apa yang di katakan oleh laki-laki ini juga kurang ajar dan tidak seharusnya di tanggapi dengan baik.
"Enyahlah, kuman!"
PRANG!!
Suara dentuman mucis disco menjadikan suara pecahan ini terdengar sangat samar, mungkin tidak ada yang bisa mendengar ini kecuali mereka bertiga yang ada disini.
Roy pusing, ia tidak bisa menghindar dengan cepat dan pada akhirnya ia melepaskan Ana yang membuat wanita itu langsung melompat ke arah Denish dengan memeluk laki-laki tersebut dengan sangat erat.
Ana menenggelamkan wajahnya pada pelukan Denish, tubuhnya bergetar. 50% sungguhan dan 50% lainnya hanyalah sifat yang ia buat-buat agar dirinya terlihat lebih manis jika di bandingkan dengan wanita lain.
"Aku takut, aku takut…"
Roy menatap tangannya yang habis memegang kepala, dan ada cairan darah. "Shit."
Denish menenangkan Ana dengan mengelus kepala wanita itu, dan kini dirinya beralih menatap Roy yang tampaknya tidak ingin meminta maaf. "Jika saya tau kalau kamu mencoba untuk menyentuh Ana atau melakukan pelecehan terhadapnya, tidak hanya kepala mu saja yang aku remukkan."
Setelah itu, Denish menggendong Ana dari depan. "Kau bisa pura-pura seperti orang mabuk yang tertidur, Ana." Ia memberikan pesan seperti ini sambil membalikkan badan.
Ana bisa melihat Roy dari balik punggung Denish yang dimana laki-laki itu menatap ke arahnya seperti memberikan tatapan yang bisa berbicara 'aku akan mendapatkan mu nanti, lihat saja'.
Kini Ana menjulurkan lidah ke arah Roy, meledek laki-laki nesum yang mungkin memang benar di pikirannya hanya berisikan kekosongan semata.
"Rasakan itu." Ana seperti berbicara tanpa suara kepada Roy, setelah itu ia pura-pura pingsan di dekapan Denish yang terasa sangat hangat karena pakaian yang dirinya pakai pada malam hari ini juga cukup seksi.
Tenang saja, semua bill acara ini sudah di lunaskan oleh Ana. Bahkan jika dirinya pulang pun tidak akan ada yang tau, dan mungkin semuanya akan mengatakan terimakasih nanti saat di kitchen.
"Lain kali jika ada laki-laki seperti itu, lawan saja."
"Tadinya gue mau melawan, tapi akhirnya lo datang. Jadi, gue pura-pura aja lemah biar lo nolongin gue. Sekarang gue gak perlu capek dan repot-repot buang tenaga—"
"Berisik, aku menginginkan mu malam ini."
Ucapan Ana langsung di potong, bahkan wanita itu kini menganga.
"Jadi kau menolong ku ada maksudnya?!"
"Memangnya apa tujuan ku?"
"Sialan."
Tapi dalam diam, akhirnya ia menunjukkan senyuman yang terlukis di wajahnya. Akankah malam ini seperti akan mengulang malam-malam sebelumnya yang berisikan keluh dan desah?
Ia tidak mau di lecehkan oleh laki-laki lain, apalagi di lakukan dengan kasar.
Tapi bersama Denish, ia merasa jauh lebih baik dan menerima semua perlakuan lembut Denish yang selalu memanjakan dirinya. Terlebih lagi, apa yang ia lakukan dengan Denish bukanlah tindak pelecehan, mereka memiliki kesepakatan masing-masing.
…
Next chapter