Chereads / Ana (21+) / Chapter 20 - Little Debate

Chapter 20 - Little Debate

"Merepotkan."

Denish meletakkan tubuh Ana yang tumbang sejak habis 'bermain' di mobil dengannya. Tadi sebelum ia memasukkan Ana ke dalam kamar, wanita ini muntah dan mengenai jas-nya.

Namun, ucapan 'merepotkan' yang di katakan oleh dirinya itu bukan mengeluh. Terbukti dari senyuman yang kini menghias di permukaan wajahnya.

Ting!

Ting!

Terdengar suara ponsel, seperti pesan masuk.

Denish tidak merasa itu miliknya, karena denting ponsel yang terdengar sangat berbeda jauh dengan ciri khasnya.

Ia sudah merapihkan barang-barang milik Ana, bahkan dirinya menyuruh salah satu maid untuk membersihkan tubuh Ana serta mengganti seprai kasurnya karena takut berbau alkohol atau ada bekas muntah yang belum bersih sepenuhnya.

"Istirahatlah yang nyenyak."

Setelah itu Denish meninggalkan Ana yang terbaring di kasurnya, ia memilih untuk mengguyur tubuhnya di bawah pancuran air shower. Ia sudah melepaskan penat dengan melakukan olahraga panas yang membuat otot-ototnya kembali rileks, di tambah lagi dengan siraman air dingin yang menyentuh permukaan kulitnya.

Ia menggosok area tubuhnya, tanpa membiarkan ada celah kosong yang belum ia lewati.

"Besok ada meeting jam sembilan, selesai jam sebelas harus langsung keluar kantor untuk bertemu klien di luar sampai selesai. Kayaknya malam ini akan lembur di kantor,"

Denish bergumam, mengatakan rencananya untuk esok hari yang sepertinya akan sibuk dengan jadwal yang sangat padat.

Tok

Tok

Tok

Baru saja Denish memberikan kepalanya shampo dan menggosoknya dengan gerakan lembut, kini malah terdengar suara ketukan pintu yang sangat menarik perhatian.

"Siapa?" di sela-sela suara air shower yang berjatuhan dari atas, ia mengucapkan perkataannya dengan setengah berteriak.

Walaupun begitu, Denish lebih memilih untuk tetap menutup mata sambil kembali mengguyur kepala yang terdapat tetesan air yang sudah bercampur dengan shampo. Ia bahkan tidak panik, lagipula ia memang tidak mengunci kamar mandi.

Ceklek

(suara pintu terbuka, dan di susul lagi tertutup)

"Aku ingin mandi juga."

Mendengar suara itu, Denish langsung membelalakkan kedua mata. Dan ia langsung mendapatkan matanya yang terasa perih karena air sampo yang seakan memasuki area matanya.

"Bagaimana bisa kamu bisa kembali sadar walaupun sudah dalam keadaan tumbang karena mabuk?"

Denish segera mengucek matanya, dan dirinya menghalau rasa perih yang hinggap. Yang ia lihat dari dalam sini adalah Ana yang sedang berjalan masuk dengan keadaan tubuh yang naked, mungkin ia terbangun saat salah satu maid-nya ingin menggantikan pakaian yang melekat di tubuh wanita itu.

"Aku merasa tubuh ku lengket, sangat tidak enak di bawa tertidur."

Setelah itu Denish bisa melihat kalau Ana kini langsung merendam tubuhnya di dalam bathtub, dan menjadikan Denish yang sebagai laki-laki penuh nafsu pun tergoda, tentu saja. "Kenapa tidak mandi bersama ku?"

"Kalau mandi dengan mu, aku yakin pasti aku tidak akan selamat karena kamu menerkam ku."

"Yang benar saja? Kau hanya takut memuntahkan isi perut kepada ku, kan?"

Denish sudah membersihkan rambutnya, bahkan sudah tidak ada lagi busa-busa yang tertinggal di area kepala.

Ia kini langsung mematikan shower, setelah itu kaluar dari bilik kamar mendi —karena di bagian shower memiliki ruangan kaca tersendiri—, dan ia berjalan ke arah wanita yang kini sudah berendam di bathtub miliknya.

"Tubuh mu tidak di tutupi sehelai benang apapun," Ana mengingatkan kala dirinya melihat Denish yang berjalan ke arahnya.

Denish tidak menjawab, setelah itu ikut memasukkan tubuh ke dalam bathtub, ia duduk di belakang Ana.

Terjadi sentuhan kepada mereka berdua, hal ini di sebabkan karena keduanya dalam keadaan naked.

"Setelah kamu membuat mobil bergoyang dengan full power, adik bawah mu masih saja tegang? Apa belum puas setelah membuat ku kesulitan berjalan?"

Denish terkekeh kala mendengar itu, menjadikan memeluk wanita di depannya dari belakang. "Kau cantik, sangat sempurna." Ia memberikan pujian, tidak bermiat untuk membalas perkataan Ana yang meledeknya.

Bagaimana tidak tegang? Laki-laki memiliki indra perangsang, dan ini adalah hal yang wajar.

Ana menghela napas. Hari ini banyak sekali memberikan kenangan, bahkan warnanya di hari ini sangat beraneka ragam. Mulai dari senang, sedih, kesal, bahkan nikmat sekalipun.

"Malam ini tidak melakukannya lagi gak masalah, kan? Aku juga harus pulang ke rumah sesudah mandi." Ana berkata.

Karena tadi saat dirinya terbangun karena salah satu maid wanita tidak sengaja menarik tali bra-nya dengan paksa —ia ingin mengadukan tindakan ini, namun malas—, sepertinya memang pekerja wanita satu itu cemburu dengannya, ia mendapatkan pesan masuk di ponsel walaupun hanya sebanyak dua kali dari sang ibu yang mengkhawatirkan kepulangannya.

Denish menaikkan sebelah alisnya kala menatap wanita yang kini berada di dalam pelukannya, ia tidak habis pikir kalau ternyata Ana mengharuskan pulang di tengah malam seperti ini.

"Aku antar."

"Tidak perlu, Denish."

"Tidak ada penolakan."

"Ada."

Denish terkekeh, kalau dirinya belum mendengarkan penolakan yang keras, ia tidak akan berhenti. Penolakan keras pun tidak selalu membuatnya menjadi mengiyakan apa yang di katakan wanita itu.

"Menginap disini saja." Dan Denish mengatakan opsi lain kepada Ana, karena tampaknya ia dan wanita itu juga memiliki kepada yang keras.

Ana mendengus, ia menyandarkan punggung pada dada Denish yang terasa sangat keras, sangat terbentuk dada laki-laki itu dan menggetarkan hatinya.

"Tidak. Keputusan ku sudah bulat, Tuan Denish."

"Baiklah, aku antar atau tidak sama sekali?"

Next Chapter