Di tengah perjalanan mereka, hujan turun lagi, tetesan hujan sebesar kacang menerpa dan memedihkan wajah mereka.
"Mari kita berteduh di bawah pohon di sana!" Zhu Longwei menyarankan, sembari menyipitkan mata sipitnya saat dia menunjuk ke arah pohon di depan. Di sekeliling mereka tidak ada tempat berlindung, hanya ada pepohonan dan semak belukar.
"Tuan Zhu, kamu sudah gila? Berlindung di bawah pohon saat hujan turun? Kamu ingin disambar petir?"
Tepat setelah Tan Xiuying baru saja memarahinya, langit bergetar dengan gemuruh guntur sayup-sayup.
Mereka saling berpandangan dan bergidik ngeri.
Dengan menggertakkan giginya, Zhu Longwei melepas jubah luarnya.
"Apa yang kamu lakukan, Tuan Zhu?" desak Tan Xiuying.
Zhu Longwei mengangkat jubah luarnya di atas kepala mereka untuk menudungi mereka berdua, lalu dia tertawa. "Dengan cara ini kita tidak akan basah kuyup."
Tentu saja Tan Xiuying merasa sangat terharu ketika menyaksikan Zhu Longwei melawan hawa dingin hanya demi melindunginya. Lebih dari separuh jubah luar pria itu menudungi kepalanya, sementara bagian atas tubuhnya sendiri sudah basah kuyup diguyur air hujan, tetapi dia tetap tersenyum begitu berseri-seri. Orang kuno ini mungkin tidak tahu apa-apa dan bisa sangat menyebalkan, tetapi dia sangat manis dan polos. Ditambah lagi, pria ini tidak marah setiap kali Tan Xiuying memarahinya. Itulah pertanda seorang pria sejati.
"Ayo lari!" Zhu Longwei beringsut lebih dekat dengannya dan mereka berdua berlari di bawah guyuran hujan dengan kepala bersentuhan.
Untung bagi keduanya, hujan di musim semi datang dan pergi dengan cepat, menyisakan lengkung pelangi di langit biru yang indah.
Yang menjadi tujuan utama mereka untuk saat ini adalah menemukan suatu tempat untuk menyalakan api sehingga mereka dapat mengeringkan pakaian sejenak. Mereka akan jatuh sakit jika tetap berlama-lama mengenakan pakaian yang basah kuyup.
Saat menyusuri sungai, mereka menemukan sebuah tempat beristirahat di dataran rendah yang dinaungi batu cadas besar dan pepohonan. Di bawahnya air sungai yang jernih mengalir deras.
Sementara Zhu Longwei sedang mempersiapkan kayu bakar, Tan Xiuying perlahan-lahan menuju bagian sungai dengan aliran air yang agak tenang. Saat inilah dia baru melihat penampilan aslinya lewat bayangan di air. Samar-samar dia melihat seraut wajah gadis muda yang cantik berusia sekitar 16 tahun, berhidung mancung dengan bibir merah merekah. Dia bersyukur karena surga memberkahinya dengan sebuah tubuh yang memiliki keindahan seperti itu.
Setelah menghangatkan badan sejenak, mereka melanjutkan perjalanan melintasi hutan dengan pepohonan yang lebat hingga kemudian memasuki gerbang kota Wucheng. Kota ini tidak berbeda dengan kota Wu sebelumnya dengan beragam aktivitas dan penduduknya. Mereka singgah sebentar untuk makan siang dan menjelajah kota sebentar, kemudian bersiap melanjutkan perjalanan.
Karena jalan antar daerah yang harus mereka tempuh mulai rata, mereka pun memutuskan menyewa kereta kuda sekaligus kusirnya dengan menghabiskan sebanyak 500 koin tembaga.
"Tuan Zhu, tidak terasa kita akan segera berpisah. Sepertinya aku sudah berutang sangat banyak padamu dalam perjalanan ini. Aku berjanji akan menebusnya kelak jika takdir mempertemukan kita nanti."
"Tidak usah pikirkan, Nona Xiuying. Aku sangat senang membantumu."
Mereka terus terdiam sepanjang perjalanan.
Zhu Longwei menutup matanya sejenak, mendengarkan derap langkah sepatu kuda yang berirama. Mengingat perpisahan mereka sebentar lagi, entah mengapa dia merasa hatinya mendadak galau. Dia teringat sebuah puisi kuno:
[ Dengan tembok yang mengelilingi wilayah Han,
Melalui kabut yang menyatukan lima sungai,
Kita saling mengucapkan salam perpisahan yang menyesakkan dada,
Dua orang pergi ke arah yang berlawanan ...
Meskipun persahabatan tetap terjalin,
Dan surga tetap menjadi tempat kita,
Mengapa harus berlama-lama di persimpangan jalan,
Dengan menyeka air mata bagaikan anak kecil yang hancur hati? ]
Beberapa saat lamanya, dia membuka matanya dan menoleh pada Tan Xiuying yang masih memejamkan mata. Diam-diam Zhu Longwei mencuri pandang pada bulu matanya yang lentik, lekuk-liku yang sempurna dari dahi, mata, hidung, bibir hingga ke dagunya, dia mendapati setiap bagian wajah gadis ini sangat menarik.
Tiba-tiba Tan Xiuying membuka mata, seolah-olah menyadari Zhu Longwei yang menatapnya seperti orang dungu. "Ada apa, Tuan Zhu?"
Wajah Zhu Longwei memerah. Dia mengulurkan tangannya dan pura-pura menegakkan bantalan kursi Tan Xiuying untuk menyembunyikan rasa malunya. "Dudukmu sepertinya kurang nyaman. Coba kubetulkan."
Tanpa terasa sampailah mereka di Kota Liyang pada malam hari. Setelah singgah untuk makan malam sebentar, mereka memutuskan akan melanjutkan perjalanan yang tidak jauh lagi menuju Kota Jiujiang.
"Menurut perkiraanku, kita akan sampai sebelum gerbang Kota Jiujiang dibuka pada saat fajar."
Tan Xiuying manggut-manggut.
"Nona Xiuying, kamu yakin tidak perlu bermalam di Kota Liyang?"
"Tidak perlu, Tuan. Kita bisa beristirahat di dalam kereta. Perjalanan kita sudah cukup lancar sekarang."
"Baiklah kalau begitu."
Setelah termangu-mangu sejenak, Tan Xiuying berkata, "Tuan Zhu, bagaimana kalau kita berpisah sesampainya di gerbang Kota Jiujiang?" ujar Tan Xiuying.
"Memangnya kenapa, Nona Xiuying? Aku sudah berjanji akan mengantarmu pulang ke rumah dengan selamat."
"Tidak, Tuan Zhu. Aku berubah pikiran."
"Kenapa?"
"Aku hanya berpikir, jika aku pulang bersama seorang pria asing, apa kata keluargaku? Aku bisa mendapat amukan dan menerima hukuman berat. Lagi pula, ini masalah yang kutimbulkan sendiri. Aku harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Ayah dan seluruh keluargaku. Aku tidak bisa melibatkan orang lain yang bukan siapa-siapa."
"Nona Xiuying, setidaknya izinkan aku mengantarmu sampai aku melihatmu masuk ke gerbang kediamanmu. Dengan begitu, aku akan merasa lebih tenang."
Dengan perasaan campur aduk, antara rasa bersalah bercampur sedih dan menyesal, dia menghela napas berat dan menatap Zhu Longwei yang terlihat agak muram. Dia merasa berutang budi yang sangat besar kepada pria penolongnya ini.
Perjalanan selama tiga hari ini membuat Tan Xiuying merasa berat hati untuk berpisah dengan pria itu. Namun, tidak ada alasan bagi mereka bertemu lagi di kemudian hari. Barangkali inilah pertemuan terakhir mereka untuk selamanya. Bagaimana dia harus membalas kebaikannya?
Sejenak dia termangu-mangu.
Pagi-pagi sekali, gerbang Kota Jiujiang dibuka perlahan. Ketika kereta memasuki gerbang kota, Tan Xiuying memperhatikan kerumunan orang banyak yang berduyun-duyun menuju kota bagaikan gelombang pasang. Orang-orang zaman dahulu biasa bangun pada pagi buta karena tidak banyak orang yang sibuk melakukan kegiatan hiburan yang menyenangkan di malam hari.
Sedini itu, kedai-kedai sudah mulai buka di sepanjang jalan. Yang paling terkenal adalah kedai yang menjual makanan untuk sarapan. Ada mantau dengan sup, aneka bakpao, roti jagung kukus, roti goreng, roti lobak, lunpia, dadar gulung, bubur nasi, dan ramen. Kedai-kedai itu memancarkan aroma semerbak dan memabukkan yang menyebar ke seluruh kota.
Tan Xiuying memandang sekitarnya dengan takjub. Jadi ini adalah kota tempat kelahirannya. Rasa penasaran yang luar biasa membuatnya ingin menyerap sebanyak mungkin pengetahuan untuk lebih mengenal kota ini.
Zhu Longwei menatap gadis itu lalu berkata, "Nona Xiuying, seperti yang kujanjikan. Aku akan tetap mengantarmu sampai kamu masuk ke gerbang kediamanmu."
Dengan menghela napas berat, Tan Xiuying balas menatap pria itu dan berkata dengan lirih, "Baiklah, Tuan Zhu. Rasanya memang tidak pantas bila kita berpisah begitu saja tanpa aku membalas budi baikmu. Bagaimana kalau begini? Tuan Zhu bisa berkunjung ke kediamanku beberapa hari kemudian dan aku akan memberi tahu ayahku bahwa kamulah yang menyelamatkanku dari pusaran air waktu itu. Dengan begini, aku bisa memperkenalkanmu kepada keluargaku dengan cara yang layak. Bagaimana?"
Mendengar itu, Zhu Longwei sangat gembira dan berkata, "Tentu saja dengan senang hati aku menerima undanganmu. Aku akan mengirim surat lebih dahulu sebelum mengunjungi kediamanmu."
"Baiklah. Itu ide yang bagus," sahut Tan Xiuying seraya tersenyum.
Dari ingatan Tan Xiuying yang asli, akhirnya dia berhasil menemukan kediamannya. Lagi pula menurut perkiraannya, kediaman bangsawan yang menjadi penguasa wilayah Jiujiang pastilah berada di pusat kota, yang dekat dengan para penduduk.
Pada zaman kuno, para bangsawan kaya membangun kediaman mereka menyerupai desain istana Kekaisaran, sebuah kompleks kediaman yang besar dan megah disebut Siheyuan. Siheyuan yang luas ditempati oleh satu keluarga besar yang menandakan kekayaan dan kemakmuran. Setiap kediaman dibangun dengan halaman besar pada bagian tengah yang dikelilingi dengan banyak paviliun untuk masing-masing anggota keluarga mereka dan ruang-ruang fungsional lainnya.
Akhirnya Tan Xiuying kembali ke kediamannya. Dia menatap gerbang depan dengan pintu masuk yang dihiasi dekorasi rumit dan para penjaga yang berjaga-jaga di depan pintu.
Zhu Longwei turun dari kereta lebih dahulu, kemudian dia mengulurkan tangan untuk membantu Tan Xiuying turun dengan hati-hati.
Saat kedua tangan mereka bersentuhan, Zhu Longwei merasakan getaran aneh yang mengaliri telapak tangannya. Dia merasakan kehalusan tangan indah Tan Xiuying dan mereguk keharumannya sekali lagi saat gadis itu berjalan perlahan melewatinya.
"Kita berpisah di sini, Tuan Zhu. Terima kasih atas segala kebaikanmu. Aku pasti akan membalasnya. Sampai jumpa lagi di lain waktu," ujar gadis itu seraya membungkuk hormat.
"Baik. Sampai jumpa lagi."
Zhu Longwei balas membungkuk hormat padanya.
Dengan pandangan lekat-lekat, dia menatap punggung indah gadis itu bergerak makin menjauh. Perasaan rumit yang sulit dijelaskan mendadak memenuhi hatinya.
Para penjaga di depan bergegas membuka pintu begitu melihat nona muda mereka. Saat itulah, Tan Xiuying menoleh ke belakang dan menatap Zhu Longwei yang masih berdiri menatapnya di samping kereta kuda. Berbagai macam perasaan yang bercampur aduk dalam dirinya sulit digambarkan. Akhirnya dia menyunggingkan seulas senyum pada pria itu dan melambai padanya.
Zhu Longwei ragu-ragu sejenak, lalu tersenyum dan balas melambai padanya. Kemudian, gadis itu menghilang dari pandangan saat tubuh mungilnya berlambat-lambat memasuki gerbang.
Jika pertemuan adalah awal dari perpisahan, perpisahan adalah awal dari keindahan dalam pertemuan yang selanjutnya. Hatinya dipenuhi harapan samar-samar.
Dia termangu-mangu sejenak, kemudian kembali naik kereta dan memerintahkan kusir agar memutar keretanya. Dia harus segera mencari cara menghubungi pengawal pribadinya, Meng Jie. Ada perubahan rencana mendesak. Kereta pun melaju, menyisakan kepulan debu di belakangnya.