Pepatah mengatakan apa yang terjadi, terjadilah. Tidak ada gunanya menjalani kehidupan dengan rasa penyesalan untuk hal-hal yang tidak dapat diubah. Namun, Tan Xiuying bisa bertindak untuk mengubah hal-hal yang dapat dia ubah selama masa hidupnya sebagai pemilik tubuh ini. Lakukan perbuatan baik, maka kamu tidak akan pernah menyesalinya, ujarnya dalam hati.
Sesaat kemudian, Tan Xiujing menatap ayahnya dan berkata, "Ayah, aku sudah melakukan tindakan yang melanggar norma dan aturan hukum. Ini tidak dapat dimaafkan. Aku sudah mendatangkan aib bagi keluarga ini dan pantas menerima hukuman setimpal atas perbuatanku. Aku malu pada diriku sendiri dan seluruh keluarga ini. Ayah, aku sangat menyesal."
Kemudian dia melanjutkan, "Meski begitu, tidak semua yang dituduhkan Yang Mulia Peng Liling itu benar. Ada satu hal lagi yang menggangguku dan membuatku risau."
Tan Jianjun menatap putrinya dengan mengernyit. "Apa itu?"
"Waktu Yang Mulia Peng Liling mengejarku hingga ke tebing di wilayah Houguan, dia mengatakan bahwa aku sudah menghancurkan keluarganya dan mengambil barang berharga yang bukan milikku. Bahkan tindakanku bisa dianggap melawan Kaisar. Sebelum Ayah menanyaiku, aku berani bersumpah bahwa aku sama sekali tidak mencuri apa pun. Apa yang dituduhkannya sama sekali tidak benar," ujar Tan Xiuying dengan tertunduk.
Tan Xiuying merasakan pergolakan dalam batinnya. Beberapa penggalan ingatan Tan Xiuying yang asli tidak bisa diingatnya, terutama tentang masa kecil dan rahasia terakhir yang tersimpan sebelum kematiannya. Dia tidak yakin apakah Tan Xiuying yang asli benar-benar mencuri benda berharga itu ataukah itu cuma siasat Peng Liling untuk menjebaknya.
"Ayah, maafkan aku karena sudah menjadi anak yang tidak berbakti. Selama ini aku sangat merindukan Ibu. Aku juga sangat merindukan Ayah tetapi jarang sekali bisa bertemu denganmu, jadi aku selalu menahan semua yang kurasakan. Nyonya Li Jiayi memang selalu mendidikku dengan baik dan sangat memanjakanku, selalu memberikan apa saja yang kuinginkan. Sayangnya, kebaikan hatinya sudah mengubahku menjadi gadis yang berulah, meledak-ledak, keras kepala dan badung."
Li Jiayi tidak siap menerima penghinaan yang dia rasakan ketika Tan Xiuying menyebut-nyebut namanya di depan banyak orang dan omongan gadis itu bagaikan tamparan keras di wajahnya.
Tan Jianjun kembali mengerutkan keningnya dan sontak melirik istrinya dengan tujuan menyalahkannya.
Menyadari tatapan semua orang tertuju padanya, Li Jiayi buru-buru menukas, "Jadi, kamu bermaksud menyalahkan aku? Aku tidak merasa kalau apa yang kulakukan itu salah. Aku hanya ingin menjalankan pesan Kak Huiqing sebelum kematiannya, untuk menjaga dan merawatmu sebaik mungkin. Lagi pula, buah itu jatuh tidak jauh dari pohonnya."
Beberapa patah kata yang diucapkannya sedikit menutupi fakta dan sebaliknya wanita itu malah agak menyalahkan ayah dan ibu Tan Xiuying.
Tan Xiuying tersenyum kecil saat berkata, "Ucapanmu kedengarannya sangat menyenangkan. Ada banyak cara untuk mendidik anak, tetapi kamu harus memilih cara yang paling buruk. Bagi orang-orang yang tidak tahu faktanya, mereka akan berpikir kamu sangat baik hati dan memanjakanku, tapi lambat laun itu sebenarnya sedang menghancurkanku."
Li Jiayi tetap bungkam sesaat lamanya dan termenung sendiri, sejak kapan gadis bandel ini jadi sangat pintar bersilat lidah?!
Tan Xiuying melanjutkan, "Tadi Nyonya bilang bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Nyonya pikir aku tidak tahu apa artinya? Jadi, kamu bermaksud mengatakan bahwa sifat anak menurun dari ayah atau ibunya? Nyonya, kamu sudah menghina ayah dan ibuku, bahkan leluhurku."
Menyaksikan ibunya diserang oleh kakak tirinya, Tan Meixiu menimpali dengan tersenyum lembut, "Kak Xiuying, cara Ibu memperlakukanmu sebetulnya bermaksud baik. Ibu punya cara tersendiri untuk mendidik masing-masing anak sesuai sifat mereka. Terkadang ketika dia melihatmu sangat sulit diatur, dia menjadi sangat khawatir bahkan datang dan mengadu padaku. Namun, untuk mendidikmu, dia terpaksa melakukannya karena ..."
Tanpa menggubris Tan Meixiu, akhirnya Liu Meifeng menyela, "Memberi anak-anak kita semua yang mereka inginkan justru membuat mereka sangat menuntut dan tidak tahu berterima kasih. Mereka juga tidak akan pernah belajar bagaimana mengendalikan diri. Beberapa anak dimanjakan dan itu bukan kesalahan mereka, melainkan kesalahan orang tua mereka. Namun, sekarang bukan waktunya saling menyalahkan. Lebih baik kita pikirkan langkah selanjutnya."
Li Jiayi sudah dipermalukan di hadapan begitu banyak orang sehingga dia merasa sangat terhina. Begitu mendengar ucapan Liu Meifeng, tidak ada yang bisa dia lakukan untuk membantahnya. Karena itu, wajahnya tampak merah padam dan dia terdiam seribu bahasa. Dalam hati, dia mencaci nenek dan cucunya itu karena mereka sama-sama bermaksud menyerangnya, meski dengan cara berbeda.
Tan Jianjun kembali mengerutkan keningnya dan termenung. Dalam hati dia bertanya-tanya, apa ada hal yang terlewatkan selama kepergiannya menjalankan tugas di luar kediamannya? Apakah keadaan rumah baik-baik saja ataukah keadaan yang sebenarnya tidak seindah seperti yang terlihat di mata banyak orang?
Kali ini kerutan di kening Tan Jianjun terlihat makin dalam saat dia berpikir keras. Namun dia makin terkejut ketika Tan Xiuying tiba-tiba berlutut di hadapannya dan menangkupkan kedua tangannya dengan hormat. Mata semua orang pun tertuju padanya.
"Maafkan aku, Ayah. Gara-gara ulahku, seluruh keluarga kita harus menelan pil pahit. Aku siap menerima hukuman apa saja. Aku bahkan rela pergi ke tempat pengasingan dengan kemauanku sendiri," ujar Tan Xiuying memohon.
Li Jiayi tersentak kaget saat mendengar itu, sementara Tan Jianjun, Liu Meifeng dan semua orang lainnya mengerutkan kening dengan bingung. Ini di luar dugaan mereka. Tan Xiuying biasanya tidak akan bertindak seperti ini, melainkan akan menghalalkan segala cara demi mengutamakan kepentingannya sendiri.
"Jangan memutuskan dengan gegabah, Xiuying." Suara Liu Meifeng yang biasanya halus kini menjadi lirih dan bergetar saat dia bergumam, "Ayahmu akan mengurus semuanya. Tenanglah. Jangan khawatir."
Tan Xiuying menoleh pada Liu Meifeng dan berkata, "Maafkan aku, Nek. Tekadku sudah bulat. Kuharap tidak ada yang berusaha menghalangi keputusanku. Dengan begini, aku bisa menebus semua perbuatan burukku selama ini. Ini juga sekaligus merupakan tanda baktiku kepada Ayah dan mendiang Ibu sehingga arwah ibuku beristirahat dengan tenang di alam sana."
Setelah terpana beberapa saat, Tan Jianjun menatap putrinya dan berkata, "Apa kamu yakin dengan keputusanmu?"
Tan Xiuying membungkuk dengan hormat serendah mungkin. "Ayah, aku siap melanjutkan kembali hukuman pengasingan yang sudah ditetapkan kepadaku sebelumnya."
Dengan perasaan rumit yang tak terlukiskan, Tan Jianjun menatap putrinya dan termenung. Beberapa minggu sebelumnya, dengan diliputi emosi dan kemarahan membara, dia menjatuhkan putusan untuk menghukum Tan Xiuying dengan mengirim putrinya itu ke pengasingan di sebuah desa terpencil. Namun kini, dia ragu-ragu dengan keputusan yang dibuatnya sendiri.
Melihat sikap putrinya yang berubah drastis ini, dia menjadi gamang. Akhirnya dia hanya membantu putrinya bangkit kembali dan berkata, "Bangunlah, Xiuying. Akan kupertimbangkan lebih dahulu hal ini."
Sesaat kemudian, suasana menjadi tegang dan keheningan terasa mencekam saat semua orang menanti keputusan Tan Jianjun. Saat itulah, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu dan suara pelayan dari luar. "Maaf, ada surat penting, Tuan."
Saat itu, pelayan berjalan masuk dengan membawa sebuah nampan berisi sepucuk surat.
"Dari siapa?"
"Pesuruh itu menyebutkan nama Tuan Zhu Longwei."
Tan Jianjun mengernyit saat mengambil surat itu dan membukanya.
"Siapa dia? Aku tidak pernah mengenalnya," sahut Tan Jianjun seraya membacanya.
Tan Xiuying buru-buru menyahut, "Ayah, maafkan aku. Aku belum menceritakan tentang itu. Tuan Zhu adalah orang yang menolongku saat aku tenggelam di laut tempo hari. Setelah aku mendesaknya, dia berjanji akan datang mengunjungi kita karena aku ingin mengadakan perjamuan untuknya sebagai ungkapan rasa terima kasihku."
Seketika itu juga Tan Xiuying dan Liu Meifeng saling berpandangan dengan tatapan penuh arti. Dia melirik semua orang dan menyadari mereka semua tampak terkejut dan Tan Jianjun lebih terkejut lagi! Li Jiayi yang duduk di sampingnya menunjukkan raut wajah masam sekaligus heran.
Seorang tamu penting akan berkunjung.