"Rio!" kami sama-sama menoleh dan berbalik ke belakang. Aku melirik Rio yang melambaikan tangan pada seseorang yang memanggilnya.
Seorang siswi yang asing di mataku. Lebih tinggi dariku tetapi sepertinya ia adik kelas, aku tak begitu tahu karena aku terkesan tidak pandai mengingat. Murid angkatanku saja aku hanya tau wajah Rio, teman sekelas, dan anak Fotografi.
Ngomong-ngomong, meskipun aku tahu kalau Rio punya pacar, aku sama sekali belum mengetahui bagaimana rupa pacar laki-laki itu. Selama ini akuhanya membayangkan visualnya hanya dari cerita Rio saja dan yang sering Rio ceritakan tentang pacarnya itu adalah dia gadis yang lebih muda dariku dan cantik serta tinggi. Itu membuatku penasaran.
"Hai sayang," sapa Rio pada gadis didepannya.
Sayang?! Ucapku dalam hati.
Barusan Rio manggil gadis itu dengan sebutan 'Sayang'.
"Kamu udah ngerjain PR?" tanya gadis itu menanyakan PR Rio. Laki-laki itu hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Hehe, belum sih. Gampang lah, paling ntar nyontek sama KM."
Ya, kebiasaan Rio adalah nyontek PR ke Ketua murid.
Detik kemudian, gadis itu melirikku. Ia berjalan mendekat.
Aku sedikit terkejut dengan tatapannya yang menyelidik. Ia melihatku dari ujung kaki hingga ujung rambut. Apa yang ingin dia lakukan?
Di tatap seperti itu jujur saja membuatku risih, gadis ini tiba-tiba saja mucul dan menatapku seperti itu, dia juga akan merasakan hal yang sama jika aku melakukan hal yang sama seperti apa yang ia lakukan.
"Lo Nagita Xll IPS1, Yah?"
Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan tersebut.
Ia mengulurkan tangannya, "gue Cinta, pacarnya Rio. Kelas Xl IPA1."
Gadis itu memperkenalkan dirinya dan ia mengatakan bahwa dirinya adalah Pacarnya Rio di hadapanku.
Kata 'Pacarnya Rio' gak usah dipake juga kali! Umpatku. Aku menyambut tangannya seraya tersenyum. Ngapain memperkenalkan diri, toh dia sudah tau aku. Batinku sedikit tidak suka dengan tingkahnya.
"Rio banyak cerita tentang lo. Dia bilang, mau kenalin lo ke gue. Eh, sampai seminggu pacaran pun gak di kenalin juga. Gue tertarik sama teori 'Sahabat Rasa Pacaran' yang pernah lo bilang ke Rio, dan gue mau tahu banget gimana wajah orang yang membuat teori tersebut" lanjutnya. Aku tersenyum paksa. Kenapa tuh anak ceritain teori cinta gue ke nih bocah?!
"Yaudah, gue ke kelas yah. Sayang, aku duluan." pamitnya mendahului langkah kami.
Cinta memeluk Rio se per sekian detik kemudian pergi dari sana.
Tentu saja itu membuatku panas, bisa gak sih mesra-mesraannya gak di depan gue!
Rio menyadarkan lamunanku kemudian kita berdua pun melangkahkan kaki menuju kelas. Bel sekolah akan berbunyi 15 menit lagi.
Pertemuan tadi adalah pertemuan pertamaku dengan pacar Rio dan ini adalah hal yang tidak di duga. Dalam bayanganku, gadis itu akan bersikap ramah denganku karena aku adalah sahabat laki-laki itu, namun kenyataannya sangat berbeda. Sepertinya dia tidak menyukaiku
Empat jam berlalu, tak terasa dua mata pelajaran telah terlewati. Bel istirahat pun berbunyi. Menimbulkan sorak-sorai mereka di setiap kelas. Akhirnya jatah waktu untuk santai datang juga, aku segera merapihkan buku tulis dan paket serta alat tulis, lalu memasukkannya ke dalam tas. Dan saatnya kita makan di kantin!
"Yo, kantin yuk!" ajakku pada Rio.
Rio tidak menanggapiku dan sangat fokus pada ponselnya.
Main handphone terus nih anak. Pasti lagi chatingan sama Cinta! Batinku dalam hati.
"Riooo... Kantiin! Ayo kita ke Kantiiin!!!" rengekku menarik kemeja putihnya seperti anak kecil yang minta di belikan permen. Namun, laki-laki itu tak bergerak sama sekali, matanya masih fokus pada ponsel yang sedari tadi di miringkan—nya. Mengetak-ngetik sesuatu yang tak mau ku tau. Iya, kan lagi chattingan sama Cinta!
"Rio, ayoo, gue laper," rengekku sekali lagi berharap usahaku kali ini berhasil.
"Ntar bentar lagi." ucapnya santai. Dan apa yang aku lakukan selama ini tidak berhasil.
Ternyata orang kalau udah bucin itu pasti bakalan lupa sama apa yang ada di sekitarnya.
Kalau begini aku menyerah. Anak ini kalo udah fokus pada sesuatu gak bisa di gangguin. Padahal kan gue lagi laper. Iya, laper jadi baper nih gue! Emosiku.
Brak! Aku menggebrak meja Rio hingga laki-laki itu terkejut dibuatnya. "Yaudah, lo puas-puasin aja tuh chattingan sama Cinta. Gue mau makan. LAPER!" gebrakan tanganku pada meja membuat Rio terhentak dan langsung mengalihkan perhatiannya padaku. Ia melihat mukaku yang merah, marah!
Tuhan jika marah membuat perhatiannya tertuju padaku. Aku akan marah setiap saat. Batinku ketika mengatahui Rio akan mengalihkan perhatiannya dari ponsel menuju ke arahku. Kalau emang marah membuat dia memperhatikan aku, aku akan seiap untuk marah setiap saat padanya! Sekalian melampiaskan emosiku juga.
Karena sudah terlanjur marah aku memutuskan untuk pergi ke kantin sendiri dan meninggalkannya yang sedang asik pacaran dengan Cinta. Silakan aja sana chatingan sama Cinta sepuasnya, pacaran gak akan bikin perut kenyang. Nanti juga kalau lapar dia bakalan pergi ke kantin buat cari makan.
"Tunggu." Rio berdiri dan menyusulku yang sudah mendapati dua langkah jalan, Di tariknya tanganku hingga tubuhku mendarat di dekapannya dalam hitungan detik. Tinggiku hanya sepundaknya, jika dipeluk, wajahku tepat di dadanya. Jantungku mendadak berhenti se per sekian detik, aku tidak tahu harus bagaimana menanggapi kelakuan Rio yang selalu membuat hatiku meleleh.
Tangan kanannya menekan pelan kepalaku agar bersandar di dadanya lebih dalam, sedangkan yang kiri mengelus rambutku pelan. Sikap Rio yang seperti ini lah yang membuatku tidak bisa mengontrolkan diri, sikapnya yang seperti inillah yang membuatku tidak bisa merelakan laki-laki itu telah memiliki pacar. Aku hanya ingin dia milikku, tidak ada yang boleh memilikinya selain aku!
Dengan lembut ia berkata, "jangan ngambek dong. Ini gue lagi main game kok, bukan chatingan sama Cinta."
Rio menunjukkan buktinya padaku dan benar, dia bermain game.
Aku mendorong Rio agar menjauh, sebisa mungkin aku menyembunyikan wajahku.
Aku tidak bisa menatap Rio, dia membuat mukaku memerah karena kelakuannya tadi.
"Jangan cemburu gitu dong, masa gue main game aja ngambek?" kata Rio mulai menggodaku. "Sampai nyangka gue chatingan sama Cinta lagi hahahaha ...."
"Siapa juga yang cemburu?" kataku salah tingkah. Yaa, aku sangat gengsi untuk mengakui bahwa diriku memang cemburu karena sangat sulit untuk mengatakannya. Aku ingin sekali bilang bahwa aku cemburu dengan gadis bernama Cinta itu, aku sangat sangat sangat cemburu! Tapi untuk apa aku mengatakannya? Aku bukan siapa-siapa dia.
Alhasil perasaan itu pun aku pendam dan hanya aku dan tuhan lah yang tahu perasaan ini.
*****