Chereads / Nagita Cinta / Chapter 5 - Akibat Pembicaraan tentang Rio

Chapter 5 - Akibat Pembicaraan tentang Rio

Tok. Tok. Tok.

Baru saja aku hendak menaruh bokongku di sofa. Suara ketukan menghasutku untuk membuka pintu. Dan well, berdiri sosok Rio menggaruk rambutnya yang tak gatal dalam cengiran lebar laki-laki itu. Di tangan kirinya melengkung sebuah buku tulis--Bahasa inggris yang dari awal sudah ku ketahui apa tujuan anak ini kemari.

Biasanya kalau urusan pekerjaan sekolah Rio ini paling malas, ia selalu bertingkah santai dan mengatakan dirinya akan nyontek sama Ketua Kelas, namun setelah kejadian barusan laki-laki itu kapok dan akan menyelesaikan PR-nya maximal sehari sebelumnya.

Itulah kenapa laki-laki itu datang ke sini, ya meskipun dia datang ke sini karena ada maunya tapi aku tetep aja seneng.

"Gue-" belum juga Rio menyelesaikan ucapannya aku sudah memotongnya.

"Bukan kerjain PR bareng. Tapi, nyontek PR gue!" potongku sudah tahu niatnya datang.

Aku melipat tangan di depan dada dan bersandar pada pilar. Gila keren banget gue!

Cengiran Rio semakin melebar, hingga kedua matanya menyipit. Aku menyembunyikan kegemasanku dengan berpura-pura cool

Jangan gitu kek, cowok kelihatan gemesh bnaget kalo senyum lebar gitu. Meskipun wajahku terkesan biasa saja, tapi di dalam hati aku sangat menyukai ekspresi Rio barusan. Melihatnya membuat aku ingin berteriak pada seluruh dunia bahwa aku menyukainya!!!

Aku mempersilakan Rio masuk, dia langsung naik ke lantai dua di mana kamarku lah yang kan menjadi tempat kita belajar. Tidak bisa sembarang orang masuk ke kamarku, tapi kedua orang tuaku mempercayai Rio dan aku pun tidak keberatan jika laki-laki itu masuk ke kamarku, kecuali saat aku sedang berganti baju. Jika dia masuk disaat seperti itu akan aku habisi.

Sementara Rio naik duluan ke kamarku, aku menyediakan minuman untuk kami berdua. Rasanya akan sangat capek jika aku harus naik turun untuk mengambil minum, lebih baik aku mengambilnya terlebih dahulu.

Tanganku meraih nampan berisi dua jus jeruk yang ku buat untukku dan Rio. Laki-laki itu sudah ku suruh untuk ke kamar duluan. Yup! Tanpa disuruh pun dia akan nyelonong masuk ke sana. Begitu juga sebaliknya.

"Buat siapa, Ta?" tanya Mama yang heran melihat kesibukanku di dapur.

"Rio, Ma. Biasa nugas bareng," jawabku dengan santainya.

Mama memang sudah terbiasa dengan kehadiran Rio di rumah ini, mungkin rumah ini sudah seperti rumah kedua untuk laki-laki itu.

"Oh, ada Rio." Mama menghampiri ku di balik Pantri, tatapannya mencurigakan melihtku penuh dengan senyum misterius. Dilihat seperti itu aku pun menjadi risih, alisku mengkerut menunggu apa yang akan di katakan beliau selanjutnya.

"Ta, kamu tau gak gurauan Mama tadi pagi?" tanya Mama padaku.

Aku menggelengkan kepalanya pelan, gurauan yang mana? Jujur aku lupa.

"Masa lupa, Sih?!" Mama menekat ke arahku dan memegang kedua pundakku

"Nih ya, yang mama bilang 'Rio aja yang jadi pacar kamu' itu. Setelah kamu berangkat, Mama sama Papa sempat ngobrol dan Mama rasa, Papa benar! Lebih baik hubungan kamu dengan Rio di tingkatkan lagi, Sayang."

Kedua mataku terbuka lebar mendengar apa yang dikatakan oleh Mama. Tanganku yang sedang memegang nampan dengan dua gelas Juice di atasnya pun terlepas dan kemudian dua Juice yang kubuat pun berakhir mengenaskan di lantai. Oh, My God! Kenapa gue jadi eror begini sih? Apa karena Mama membicarakan Rio?

"Astaghfirullah," Mama mengelus dada ketika jus jeruk buatanku bernasib mengenaskan di lantai. Untung saja aku bikin jus-nya pake cup yang dari plastik jadi tidak ada barang yang pecah. Aku memegangi kakiku yang sebagian basah akibat terkena percikan jus.

"Kamu kenapa, Nagita? Bisa sampai tumpah gini minumannya?"

"Ng-nggak, Mah. Gak apa-apa, aku tadi cuma kurang fokus aja."

Mama menghela napas panjang kemudian menghembuskannya secara perahan.

"Yaudah, kamu kekamar aja. Jus-nya biar Mama yang buatin. Kasian Rio udah nungguin kamu." Aku hanya mengangguk menuruti perintah mama. Ku ambil lap yang ada di atas pantri untuk menyeka kakiku yang terasa lengket, setelah itu aku melangkahkan kaki menuju kamar.

Aku naik ke lantai dua sambil memijiti pelipisku, rasanya pusing sekali. Tapi yang tidak ku sangka adalah kenapa aku menjadi seperti ini setelah mendengar persetujuan orangtua ku yang mendukung hubunganku dengan Rio? Apa aku benar-benar menyukainya?

Aku membuka pintu kamar dan sudah ada Rio di sana.

Gaya duduknya sudah seperti kamar ini miliknya saja.

"Mana minuman gue?" tanya laki-laki itu berlagak sebagai bosku.

Baru saja aku membuka pintu, tagihan dari Rio yang pertama kali ku dapatkan. Ampun dah, di kira gue pembantu apa? Batinku yang ikut duduk di lantai seperti yang ia lakukan. Aku melongos, "ambil noh di kolam. Lo bisa minum sampai kembung."

Rio meledekku dan berkata, "yee, di tanya malah bercanda. Serius nih gue haus. Emang gue ikan apa, disuruh minum air kolam."

"Iya, lo tuh ikan, lebih jelasnya lo itu ikan cupang!" kataku asal saja.

Aku sudah capek piss jangan bikin tambah capek Riooo!.

Mendengar apa yang aku ucapkan, tentu saja Rio akan memanfaatkan untuk menjahiliku.

Rio menyipitkan matanya seraya tersenyum penuh misteri. Entah apa yang akan ia lakukan selanjutnya aku tidak mengetahuinya.

"Oh, lo mau gue cupang yah?!" ucapnya dengan senyum penuh goda, laki-laki itu mendekatkan jarak duduknya denganku dan berkata lagi, "Nagita. Kalo ngomong gitu jangan pas lagi gini dong. Lo tau kan di kamar ini cuma kita berdua. Sebenarnya gue gak mau, tapi kalo lo maksa ya... Apa boleh bu—aduh!"

Laki-laki itu meringis kesakitan saat sebuah pulpen menghantam keningnya. Meskipun sebenarnya jantungku tidak karuan ketika Rio mengodaku, Aku tidak bisa membiarkan siapa pun bertindak asusila kepadaku. Meskipun aku menyukainya, aku sayang pada diriku sendiri. Siapa pun yang bertindak macam-macam tidak akan aku biarkan.

"Sukurin! Makannya jangan omes! Makan tuh pulpen" ledekku memeletkan lidah meledeknya. Rio sepertinya sudah kapok malakukan hal-hal mesum padaku. "Udah kerjain cepat PR-nya! Tinggal nyalin doang lama banget. Daritadi ngapain aja emang?"

"Gue daritadi nunggu minum tauu. Katanya kesini mau bawa juice, mana?" rengeknya.

"Ntar lagi di bikin sama Mama," kataku membuka pelajaran yang akan kita pelajari.

"Ya ampun, Nagitaaaa ... kalau minumannya dibuat sama Mama lo, daritadi lo keluar belum bikin jus-nya? Ngapain aja lo didapur? Nyari tikus?" katanya tidak terima.

"Ish, Riooo! Nyebelin banget siiiih!!!" teriakku sudah kesal dengan Rio. Kalau saja dia tahu kalau juice yang aku buat tumpah akibat pembicaraanku dengan Mama yang membicarakan dirinya? Andai saja dia tahu yang sebenarnya. Andai saja!

*****