"Masa lalu Lyne?"
Rival mengangguk. "Apa kau tau?"
Habil melihat kakaknya, Qabil. Berharap kakaknya bisa membantu menjawab pertanyaan yang diajukan kepada mereka, tapi itu sepertinya tidak mungkin, ia bisa melihat reaksi Qabil seperti kurang tidak suka dengan pertanyaan tersebut.
"Aku harap kalian bisa menjawabnya dan tidak menyuruhku untuk tidur." ucap Rival.
Kedua saudara itu melihat Rival yang sepertinya tidak mau menyerah untuk mencari tahu informasi tentang masa lalu sekolah ini. Bukan egois, tapi ini demi semua untuk melindungi mereka keadaan aman dan baik-baik saja, mereka pikir ini semua akan berakhir, nyatanya masih ada masalah yang belum mereka selesaikan dan menimbulkan masalah baru.
"Sepertinya dia kembali. " ucap Qabil tiba-tiba.
"Kakak!" panggil Habil untuk menutup mulut.
"Apa? Ada apa?" tanya Rival.
"Tidak ada. Kalaupun kau ingin tau. Kaulah jawabannya." Qabil melangkah masuk ke dalam kamarnya.
"Apa maksudnya?" tanya Rival tidak mengerti.
Habil melihat kepergian Qabil sampai masuk ke dalam kamar. "Kakak benar, jawabannya ada pada dirimu sendiri. Rival." ucap Habil pun berjalan menuju kamar.
Sekarang Rival sendiri di ruang depan, menunduk kecewa pada kedua saudara itu, mencoba berpikir soal apa yang mereka ucapkan barusan tentang jawabannya ada pada dirinya. Rival gelisah, itu membuat kepalanya pening bukan main, rasanya ia ingin berteriak, namun ia tau diri. Rival pun menyerah, memilih berjalan menuju kamar, ya itu adalah pilihan yang terbaik.
Tapi bukan berarti Rival harus menyerah begitu saja, dia akan terus mencari tahu apa yang terjadi di masa lalu di sekolah yang menurutnya seperti neraka ini, Rival yakin pendidikan bukan tujuan mereka, pasti ada tujuan lain dibalik ini semua.
Tek!
Dimatikannya lampu tidur tepat di sampingnya. Rival berusaha untuk tidur, namun matanya tidak bisa ia pejamkan, walaupun ia sudah berusaha sekuat tenaga menekannya.
"Sial!" Hardiknya kesal.
Dilihatnya jendela menampakkan bulan purnama saat itu, terbentuk dengan sempurna begitu juga dengan cahaya dari bulan tersebut yang membuat jelas isi dari kamar Rival, saat itu pula lampu kamarnya sudah tidak berguna. Rival bisa mendengar suara lolongan anjing atau serigala mereka mungkin satu jenis, atau mungkin itu adalah suara manusia serigala. Dengan gerak cepat Rival mengganti piyama dengan baju rumah tidak lupa memakai jaket tebal untuk mengusir rasa dingin malam.
Dengan perlahan Rival berusaha membuka pintu kamar, ini lah bagian tertulis, ia harus melangkah menuju pintu tanpa menimbulkan suara. Dengan pelan-pelan Rival melangkah, mencoba berjanji berjalan menuju pintu.
Rival harus bernapas lega, saat dirinya sudah sampai di depan pintu, tugasnya tinggal memutar kunci dan membuka pintu tepat di depan kalau dirinya ingin bebas dari ketegangan ini.
Krek!
Suara bagian dalam pintu terdengar, memesan keheningan pada ruang depan tersebut, Rival menoleh ke belakang melihat sekitar untuk memastikan dirinya masih aman. Merasa aman, Rival pun mencoba memegang gagang pintu untuk segera membuka, namun harapannya sirna, ternyata pintu ini masih terkunci, tentu saja Rival harus mendorong kembali badan kunci sama pelan dan hati-hati.
Krek!
"Baiklah." Rival sudah siap untuk membuka, namun.
BRAK!
Seseorang menahan pintu tersebut.
"Jangan coba-coba kau keluar di tengah malam begini." ucap seorang Pria.
Rival tahu siapa dia, ia hanya bisa menunduk pasrah.
"Kembali ke kamarmu. Besok kau sekolah."
"Tidak mau." ucap Rival mencoba membantah.
"Jadi sekarang kau ingin melawan? Kau tau apa akibatnya jika melawan."
"Persetan dengan sekolah ini." Rival pun berbalik, berjalan menuju kamarnya.
Tentu saja Pria itu mengikuti Rival dari belakang, namun saat ia sampai di sana.
"Rival apa yang kau lakukan! Jangan coba-coba kau!" Ia sudah melihat Rival di atas jendela dan bersiap melompat dari sana. "Rival!!" teriaknya.
Karena suara teriakannya membuat seluruh penghuni asrama menyalakan lampu kamar mereka, satu persatu lampu menyala secara bertahap, begitu juga lampu jalan di sana. Seluruh penjaga sekolah berlari dari tempat jaganya untuk mengejar Rival yang sudah mencapai gerbang menuju hutan tepat di luar sana.
"Aidan, bukankah itu teman kelas mu?" tanya seorang remaja laki-laki.
Aidan pun berlari mendekati jendela karena penasaran. "Bocah itu, kenapa selalu membuat masalah!" Dengan cepat ia pun menggunakan kekuatan apinya untuk menganti piyama dengan pakaian main.
"Aidan jangan bilang kau sama gila dengannya." ucap teman satu kamarnya.
"Tolong buatkan aku surat ijin!" Melompat dari jendela kamar menuju atas, tujuannya agar ia tidak ketahuan penjaga lain. Berhasil menuju atap, ia bersiap berlari mengejar Rival.
Sementara itu, Rival melihat para penjaga tidak berani melangkah kaki mereka untuk masuk ke dalam kegelapan hutan. Mereka terhenti saat, Rival sudah masuk ke sana.
"Nak, keluarlah. Jangan main-main." ucap salah satu penjaga mencoba meyakinkan Rival.
"Aku akan kembali. Kalian tenang saja." Rival pun melangkah mundur, hilang di dalam kegelapan hutan.
~*~
Rival terus berjalan menyusuri hutan, mencoba menahan haus dan lapar itu tidaklah mudah. Saat dirinya mencoba beristirahat di bawah pohon besar, dirinya merasakan aura kehadiran seseorang dengan cepat Rival melukai legannya mengubah darahnya menjadi senjata.
"Wow, wow, tunggu dulu bung. Ini aku Aidan!"
Rival mengembalikan senjata itu kembali menjadi darah untuk masuk ke lengannya. "Sedang apa kau di sini?" tanya Rival mencoba duduk di atas akar pohon besar yang ia temukan.
"Entahlah, aku hanya ingin bebas dari sana."
"Bukannya kau terlahir di sana?" tanya Rival mencoba memakan roti yang dibawanya.
"Ya, memang. Tapi bukan berarti aku tidak suka kebebasan." Aidan berdiri. ""Jadi? Mau ke mana kita sekarang." tanyanya.
"Mencari Green."jawab Rival mencoba meruncingkan kayu yang ia temui.
"Green? Sepeduli itu, kah diri mu? Aku yakin pihak sekolah akan mencarinya, kau terlalu berlebihan." ucap Aidan.
"Berlebihan? Kalau begitu kembalilah ke sekolah dan jangan ikut campur dengan urusanku!" Rival melangkah maju dengan terus memandangi Aidan penuh dengan kemarahan, sementara Aidan berusaha melangkah mundur untuk menghindari tatapan Rival yang menakutkan.
"Aku, kan hanya bicara kenyataannya kenapa kau marah seperti itu." ucap Aidan takut.
"Mereka terlalu lama bertindak." Rival melangkah mengambil tas dan berjalan begitu saja, tanpa mempedulikan Aidan.
Remaja laki-laki bernama Aidan itu sadar kalau dirinya sedang ditinggal, dengan cepat ia segera menyusul Rival. "Hai tunggu aku!!"
Mereka pun berjalan bersama menyusuri hutan yang kini mati tidak ada kehidupan, kering berwarna hitam dan abu-abu. Mungkin tidak adanya kehadiran Green adalah penyebabnya. Bahkan Rival mencoba kekuatan Green pada dirinya, itu tidak semudah yang ia pikirkan.
"Wah... Lihat hutan ini, mereka seperti tidak ada kehidupan." komentar Aidan memperhatikan sekitar.
"Itulah gunanya Green." jawab Rival berjalan meninggalkan Aidan.