Green mencoba memegang tanah yang ia duduk, kering tidak ada kehidupan, bahkan ia tidak bisa merasakan energi positif dari unsur hara yang sebenarnya berguna sekali untuk dirinya.
"Mau keluar?" tanya Pria bermata biru itu.
Ucapannya membuat Green terkejut dengan ragu mencoba mencari jawaban 'ya atau tidak.' Green mencoba menelan ludahnya, walaupun kenyataannya tenggorokannya sudah mulai kering. "Kalau aku ingin, apakah anda mau membawa ku keterbukaan?" tanya Green.
"Biasanya tumbuhan butuh matahari, kan?" tanyanya.
Green mengangguk dengan semangat.
Pria bermata biru langit itu pun mencoba memegang kedua tangan Green. Green begitu terkejut saat cahaya dan energi panas yang tidak asing mengalir begitu saja pada tubuhnya, rambutnya yang mulai menghilang pun sedikit demi sedikit berubah warna menjadi warna sama dengan cahaya matahari, mungkin sama dengan rambut Aidan.
"HAH...." Green seperti mendapat unsur energi positif dari matahari. Mata hijaunya memandang Pria di depannya.
"Siapa anda?" tanya Green.
Pria itu tersenyum. "Entahlah." ucap Pria masih merahasiakan identitasnya. Melepas dengan lembut tangan Green. "Apa sudah baikan?" tanyanya.
Niat Green ingin bebas musnah sudah, ia mencoba memikirkan cara lain untuk keluar. "Aku butuh angin dan air," ucap Green. "Apa anda bisa memberikan itu padaku?" tanya Green, berharap ini berhasil.
"Tidak. Aku tidak akan biarkan kau meninggalkan ku di sini sendiri."
"Kalau begitu, ayo keluar bersama dengan ku. Aku yakin kau akan senang di atas sana. Matahari itu kekuatan anda, kan?"
"Diamlah."
"Kenapa? Ayo keluar dengan saya."
"Diam!!" Mendorong Green.
Green pun tersungkur, tidak sadarkan diri. Kemarahannya membuat tanah yang ia tempat berguncang membuat beberapa tanah runtuh, saat beberapa tanah akan menimpa Green dengan cepat Pria bermata biru mencoba melindungi Green. Ia pikir semua aman-aman saja, nyatanya seseorang menjadi tahu apa yang ada di bawah mereka, langit-langit persembunyiannya runtuh membentuk lubang cukup besar.
"Kau?" Pria bermata biru tidak percaya jika ditemukan.
"Jadi kau yang bernama Ravindra?" tanya Pria bermata merah.
~*~
Aidan mencoba melihat sekitar, tidak ada satupun tumbuhan yang bisa ia makan untuk menambah energinya. Rival yang sudah selesai istirahat pun berjalan ke arah di mana ia datang.
"Rival, kau ingin kembali?" tanya Aidan.
"Ya, orang sepertiku tidak suka berjalan terlalu jauh. Aku juga butuh makan nasi dan daging." ucap Rival.
"Jadi untuk apa kau berjalan sudah sejauh ini!!" HAI!!"
Rival lagi-lagi tidak mempedulikan teriakan Aidan yang terlihat benar-benar marah. Dengan terpaksa Pria pirang keorenan itu menyerah dan memilih berjalan menyusul Rival.
"Jadi kita kembali ke sekolah itu?" tanya Aidan.
"Ya." ucap Rival dingin.
Aidan menjadi serba salah bersama Rival. Saat pertama kali bertemu dirinya sangat berani menantang si mata merah itu, tapi dari waktu ke waktu ia menunjukkan jati dirinya yang akrab pada siapa saja, itu sebabnya tidak pernah ada yang membully dirinya, semua begitu senggan dengannya, kalaupun ada yang mencari gara-gara dengannya habis terbakarlah mereka.
Tiba-tiba langkah Rival, Aidan pun mengikuti. "Ada apa?" tanya Aidan.
"Jangan bergerak." ucap Rival pelan, namun membuat Aidan takut.
"Kenapa sih!" Aidan melangkah lebih dekat, karena ia tidak bisa mendengar apa yang Rival katakan.
Kkrraaak!
HAH!
Keduanya terkejut saat tanah yang mereka pijak runtuh ke bawah. Rival mencoba bangkit dan tidak percaya apa yang ia temukan.
"Kau?" Seorang Pria bermata biru.
"Jadi kau yang bernama Ravindra?" tanya Rival.
Rival melihat Green tidak sadarkan diri dipelukkan Pria itu.
"Hah, Green. Rival itu Green." Aidan menjadi heboh, ia menunjuk-nunjuk tapi Rival tidak mempedulikan karena dia juga sudah tahu, namun masih menjaga sikap untuk tidak terlalu heboh.
"Diamlah." ucap Rival mulai kesal dengan kebisingan Aidan. "Kau kuatkan?" tanya Rival.
"Ya. Api ku bisa membakar siapa saja." ucap Aidan membanggakan diri.
"Kalau begitu rebut Green darinya."
Mereka saling melirik, menyetujui strategi itu. Dengan cepat mereka berpencar ke arah yang berbeda dengan tujuan masing-masing yang sudah direncanakan. Dengan kuat Aidan menarik Green dari genggam tangan Pria bermata biru itu, ada sedikit penolakan tentu saja Aidan harus mengeluarkan kekuatannya, namun.
"HAH!" Ia sangat terkejut saat mengetahui kekuatan yang dimiliki Pria itu.
"Rival!! Jangan bawa dia ke atas permukaan!!" teriak Aidan.
Namun itu terlambat, Rival sudah berhasil menarik Pria itu ke permukaan. Pria itu tertawa senang.
"Siapa kau?" tanya Rival, baru kali ini ia terkecoh dengan kekuatan yang dimiliki lawannya.
"Dasar bodoh! Aku sudah memberitahu jangan bawa dia ke permukaan!" Aidan menarik kerah kemeja Rival penuh amarah.
"Apa kekuatannya?" tanya Rival terdiam melihat Pria itu yang masih di atas menyerap energi luar.
"Matahari,"
Rival menoleh, melihat Aidan tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Energinya matahari. Itu sebabnya ia dirahasiakan dalam sejarah." ucap Aidan. "Lebih baik kita kembali ke sekolah dan memberitahu ini semua." Aidan mencoba membopong Green.
"Pergilah, aku akan mencegah dia untuk tidak mengikuti mu." ucap Rival.
Aidan mencoba lari dengan cepat, ingin sekali ia melompat namun disekitarnya sudah tidak ada lagi pohon untuk ia gunakan sebagai pijakkan lompat.
"BERIKAN WANITA ITU PADAKU!!" teriak Pria bermata biru mencoba mengejar Aidan.
"WAAAA!! Rival dia mengincar Green!!" Aidan mencoba menghindar dari Cikarang tangannya.
"Green?" Rival mulai menyadari kalau Pria itu hanya membutuhkan Green, karena satu-satunya yang memiliki kekuatan alam. "Begitu rupanya." Rival mencoba mengejar agar dan menghadang si Pria.
Ia pun berhenti, mereka saling memandang dengan mata tajam menakutkan penuh amarah dan dendam.
"Jadi kau Rival?" tanya si Pria tersenyum meremehkan.
"Ya. Kau pasti Ravindra." ucap Rival mencoba bersiap untuk menyerang.
"Aku pikir kau sudah mati di Bumi." tebak Ravindra.
DEG!
Ucapannya membuat Rival terkejut. "Bagaimana kau tau aku dari sana?" tanya Rival.
"Ya, kau dan aku tidak jauh berbeda. Sama-sama memiliki kekuatan yang dibutuhkan mereka, aku harap kau tidak terpengaruh dengan ucapan manis mereka." jelas Ravindra mencoba mengungkap semua yang terjadi di sekitar Magic School.
"Aku tidak mengerti maksudmu." ucap Rival.
"Kau akan-"
Clak!
Mata merah Rival terbuka lebar tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Sebuah lembing menusuk Ravindra membuat Rival yang ada di dekatnya teciprat darah segar dari tusukkan tersebut. Ravindra terjatuh, dirinya mulai terlihat pucat abu-abu begitu juga langit yang terik kini berubah menjadi mendung.
"Sial! Kau menjebakku..." ucap Ravindra lirih.
"Tidak, aku tidak tau apa-apa soal ini." ucap Rival, entah kenapa dirinya begitu takut dengan sosok Ravindra, padahal ia baru pertama bertemu, biasanya ia akan membanggakan diri di depan orang baru tapi ini.
Rival melangkah mundur, tiba-tiba seseorang menutupi dirinya dengan kain hitam. "AAAKKGGHH!!" Ia berteriak histeris.