Green memandang sayu langit-langit yang ternyata kamar asramanya. Seorang murid perempuan menghampirinya dengan meletakkan sebuah nampan berisi obat dan makan siang untuk mendukung acara minum obat tersebut.
"Kau sudah bangun? Cepatlah makan siang mu lalu minum obatnya." jelasnya yang sibuk membereskan peralatan pada meja belajarnya.
"Lyne? Apa Pria itu baik-baik saja?" tanya Green pada Lyne yang sibuk membereskan meja belajarnya.
Lyne terdiam untuk beberapa saat, mencoba berpikir untuk berbohong karena ia harus merahasiakan Ravindra pada Green dan seluruh penghuni sekolah, walaupun kenyataannya Tuan Eric dan pengikutnya sudah menangkap Ravindra.
"Pria mana? Kau ditemukan di hutan saat pemburu menemukan mu, merekalah yang membawamu ke kembali." jelas Lyne.
"Apa? Tapi aku-"
"GREEN!!" teriak seorang wanita dari luar berlari masuk ke dalam memeluk erat Green. Tentu saja dengan refleks Green menangkap dan menerima pelukan hangat dari Wanita itu.
"Green? Apa kau baik-baik saja? Aku takut sekali saat kau menghilang begitu saja, aku dan Lyne berusaha mencari mu." jelasnya.
"Maafkan aku Lisa, itu tidak akan terjadi lagi, aku janji." ucap Green berjanji.
Suara kegaduhan di luar asrama mereka membuat ketiga wanita itu penasaran dan mencoba mengintip.
"Apa ada acara? Dari mana mereka?" tanya Green.
"Ada keributan kecil. Kau tidak perlu mengetahuinya." ucap Lyne. "Lebih baik pergi ke kelas jika kau sudah baikan." Lyne menarik kerah belakang Lisa agar wanita itu membiarkan Green sendiri.
"Jangan lupa minum obatnya, ya!" ucap Lisa.
Green tertawa kecil dan masuk ke kamar.
"Aku harap tidak terjadi apa-apa dan itu hanya mimpi."
~*~
Lisa terus memperhatikan Lyne te tu saja itu membuatnya semakin canggung karena diperhatikan seperti itu.
"Ada apa sih?" tanya Lyne kesal.
"Yang seharusnya nanya itu aku. Kenapa sekarang kau berubah lagi, tidak dingin seperti lalu?" tanya Lisa.
"Aku minta maaf, jadi lupakan itu." ucap Lyne tidak mau membalasnya lagi.
Saat mereka sampai di kelas, seluruh murid menatap Lyne dengan tatapan takut dan ngeri terhadapnya, itu membuat Lisa penasaran dengan apa yang terjadi dengan sahabatnya itu.
"Jadi dia yang membantu murid yang dipenjara itu, kan?"
"Wah, pantas saja dia kurang berkawan dengan yang lain."
Entah kenapa Lisa mendengar semua pembicaraan mereka, padahal jarak mereka cukup jauh dan suara pun sepertinya sudah cukup kecil.
"Jaga mulut kalian! Kalian tidak ada hak untuk membicarakan sahabatku!" ucap Lisa kesal dengan mereka yang membicarakan Lyne di belakang.
Lyne tersenyum berdiri dengan bersandar pada meja melihat Lisa mengamuk pada murid-murid wanita itu. Mata emas Lyne melirik ke arah pintu kelas, melihat kedatangan Aidan, remaja itu melihat Lisa dan bergabung karena dirinya penasaran dengan apa yang terjadi.
"Lisa ada apa?" tanya Aidan, mencoba menenangkan.
"Nih mereka! Membicarakan buruk tentang orang!" jawab Lisa kesal.
Aidan tertawa kecil. "Wanita memang seperti itu, kan?"
Lisa menoleh dengan memasang wajah kesal pada Aidan.
"Maaf, apa aku salah bicara?" tanya Aidan takut.
"Tidak semua wanita suka bergosib!" bantah Lisa.
"Ya Baiklah, tidak semua tapi kau pasti juga seperti mereka, kan?" tanya Aidan meledek Lisa.
"TIDAK!" teriak Lisa.
Seluruh murid yang di luar berlarian masuk ke tempat duduk masing-masing, begitu juga mereka yang ada di dalam pun menyadari itu. Lyne menarik tangan Lisa untuk kembali ke tempat duduk, begitu juga dengan Aidan, bersiap untuk keluar dari kelas tersebut.
"Aidan." panggil guru yang baru masuk ke dalam kelas.
Seluruh murid berbisik-bisik tentang guru wanita tersebut yang baru-baru ini memang sangat terkenal jahat pada murid-murid di Magic School, Mrs.Cindy, namanya begitu indah, tapi memiliki rahasia suram pada dirinya.
"Ya?" Aidan berbalik.
"Ambilkan layar proyektor di meja saja, sekarang." ucap Mrs.Cindy.
Lyne melihat Aidan, berharap Aidan tidak menuruti perintah wanita itu.
"Maaf. Tapi saya tidak tau meja ibu di mana, lagipulakelas saya bukan di sini." jawab Aidan keluar kelas.
"Baiklah. Bagaimana kalau Lyne?" tanya Mrs. Cindy memberikan senyuman, begitu juga matanya dibalik kecamatan.
"Tidak." jawab Lyne dingin dengan ekspresi seperti tokoh pria padahal dia wanita.
"Hahahaha.... Ya ampun, kenapa kalian seperti itu sama ibu? Selain mereka apa ada yang mau ambilkan?" tanya Mrs.Cindy.
Seseorang mengangkat tangan, Lyne terkejut menoleh melihat orang tersebut.
"Lisa! Apa yang kau lakukan?" tanya Lyne tidak menyangka Lisa akan menawarkan diri untuk membantu Mrs.Cindy.
"Oh .... Anak yang baik. Tolong ya, kau tau meja ibu, kan?"
Lisa berjalan keluar dari tempat duduknya.
"Aku akan menemaninya." ucap Lyne.
"Tidak boleh!" Mrs.Cindy menolak dengan tegas, menoleh melihat Lisa memberikan senyuman.
Tentu saja itu membuat Lisa bergidik ngeri, dengan langkah cepat ia pun meninggalkan kelas berjalan menuju kantor guru. Langkah Lisa terhenti saat melihat sosok Aidan yang berdiri dibalik dinding seperti menunggu seseorang, karena penasaran ia pun mendekati Aidan.
"Kau sedang apa?" tanya Lisa memunculkan kepala tepat di samping Aidan.
Remaja laki-laki itu berteriak kaget. "Bisa nggak ngagetin gitu!" ucap Aidan tidak terima.
"Abis Kau aneh. Apa kau bolos?" tanya Lisa.
"Sekali-kali tidak apa-apa, kan?" tanya Aidan.
"Dasar! Mentang-mentang udah mau senior, bertindak sesukanya."
"Kau mau ke kantor guru?" tanya Aidan.
"Iya. Mau temenin aku?"
"Ya."
"Wah, terima kasih." Lisa menggandeng tangan Aidan, itu membuat Aidan yang tenang menjadi panas luar biasa. Tentu saja Lisa begitu terkejut, hingga melepas kedua tangannya dari tangan Aidan.
"Maaf, kalau bisa jangan pegang aku, perasaanku sedang tidak enak hari ini." jelas Aidan berjalan mendahului.
Lisa pun menyusul. "Apakah ada masalah?" tanya Lisa penasaran dengan perasaan yang dijelaskan Aidan.
"Tidak ada." jawab Aidan.
"Lalu apa masalahnya?" tanya Lisa.
Langkah Aidan terhenti. "Kau."
Lisa menujuk dirinya. "Aku? Kenapa?" tanya Lisa masih tidak mengerti.
"Cepatlah, Mrs.Cindy akan murka jika kau lama di luar."
Lisa menyusul.
~*~
Sesampai di kantor guru, langkah Lisa terhenti.
"Ada apa?" tanya Aidan.
"Aku tidak berani. Kata murid lain, kantor guru sangat menakutkan. " jelas Lisa.
"Kalau begitu aku yang akan masuk."
"Memang kau tau meja Mrs.Cindy?"
"Tau."
"Lalu kenapa kau menolak tadi?"
"Aku bukan murid kelas itu."
"Oh ya lupa." Lisa memukul pelas kepalanya.
"Tunggu di sini, jangan kemana-mana."
"Oke."
Lisa melihat Aidan masuk ke dalam kantor guru, ia pun mencoba duduk di kursi yang disediakan di luar, mata dan batinnya masih menerka-nerka apa yang terjadi di dalam.
"Lisa." panggil seseorang.
Lisa menoleh, menundukkan kepala memberi salam pada orang tersebut, jika dilihat cara berpakaiannya, dia lebih senior dari Aidan. Itu terlihat dari lencana yang ia pakai pada kedua pundaknya.
"Sedang apa di sini?" tanya orang itu.
"Menunggu teman." ucap Lisa.
"Begitu ya." Berjalan masuk ke kantor guru.
"Siapa dia? Menakutkan sekali." Batin Lisa ketakutan.
"Lisa." panggil Aidan yang sepertinya sudah selesai dengan urusannya, padahal panggilan Aidan tidak begitu keras tapi remaja perempuan itu terkejut membuat Aidan ikut terkejut.
"Kau kenapa?" tanya Aidan.
"Tadi ada kakak senior dia sangat menyeramkan sekali." ucap Lisa.
Aidan menoleh ke belakang melihat kantor guru, ia pun kembali melihat Lisa. "Ayo, aku antar kau ke kelas." ucap Aidan.