Chereads / Berandal SMA inlove / Chapter 39 - Rencana Pelarian Alert

Chapter 39 - Rencana Pelarian Alert

Selamat Membaca 

Satu bulan sudah Ivan ditahan dalam penjara tingkat tinggi itu. Abila belum mau mati, takut banyak dosa dan tak akan bertemu dengan ayahnya kelak di akhirat nanti. Setidaknya hanya itu yang ia ingat tentang agamanya dulu. Lelaki bertubuh tinggi itu tak terlalu bergaul dengan tahanan lainnya. Ia selalu menyendiri, pun ia juga diawasi walau hanya pergi ke kamar mandi.

Agar tak menimbulkan kecurigaan, Abila tak senang membuat keributan. Ia bekerja dengan baik sesuai dengan arahan. Membersihkan salju yang setiap hari terus menebal, dan apa saja yang diperintahkan oleh petugas jaga. Tentu saja sambil mengawasi semua sudut penjara bahkan matanya memindai sisi luar yang juga tertutup salju. Jika nekat lari tanpa rencana yang matang, sudah tentu akan mati membeku di luar sana. Dingin suhu di penjara jangan ditanya lagi, bisa minus dibawah nol derajat celcius. 

Malam itu tiga orang kuasa hukum dari pemerintahan datang ke ruang tahanan Abila. Abila masih betah bekerja di sana walau hanya mengawasi para lelaki dengan tingkat kejahatan tinggi. Ivan duduk diam di kamar sempit itu. Tak tahu harus melakukan apa, lalu ia berdiri mendengar keputusan hakim tentang vonis hukuman untuknya. 

"Empat bulan lagi kau akan dieksekusi. Menunggu giliran satu terdakwa lainnya." Itu saja yang diucapkan. Tiga kuasa hukum tersebut kemudian pergi. Abila masih enggan beranjak. 

"Bos. Apa ada cara untukku membantumu keluar dari sini?" Abila memegang jeruji besi. Ia tak akan sampai hati disuruh terlibat dalam eksekusi super seniornya itu. Putri dari seorang pejabat tersebut tak ingin memanfaatkan siapa-siapa lagi. Empat bulan menjelang, musim hujan sudah selesai berganti dengan musim kemarau. Waktu yang tepat untuk lari. Ia hanya perlu bersabar saja agar bisa ke makam ayahnya, lalu melarikan diri mencari ibunya yang bisa jadi masih hidup sampai sekarang. Atau terserah takdir akan membawanya ke mana. 

"Tidak ada,Abila. Seperti perkataanku tempo hari, pergi dari sini. Jalanmu masih panjang. Carilah hidup baru. Dan jangan jahat lagi dengan umat muslim, agar kau tak menyesal di kemudian hari." Alert mengatakan itu sembari memalingkan wajah. Malu sebenarnya, mengingat dia juga dulu kejam tanpa belas kasihan sama sekali. Akibatnya sampai sekarang ia dihantui dosa besar membunuh ayahnya sendiri, terutama sekali bayangan Willy selalu mengganggunya di dalam mimpi. 

"Kau sungguh aneh, Bos. Aku tak paham dengan jalan pikiranmu. Bukankah Reynand dan Gina itu musuh kita yang nyata?" balas Abila 

"Kita yang musuh mereka. Kita yang membombardir mereka. Kita yang jahat bukan mereka. Pergilah, aku ingin tidur!" usir Alert. Abila menarik nafas panjang, meninggalkan lelaki itu sendirian. Rasanya selama di penjara ia sudah berlaku sangat baik dengan seniornya itu, tapi tak juga sedikit pun perhatiannya terbalas. 

"Apa kau baik-baik saja di luar sana? Ini sudah beberapa bulan berlalu. Apa kau masih hidup? Jika kau selamat dari air terjun itu, sungguh aku berharap akan bertemu denganmu suatu hari nanti. Aku ingin meminta maaf padamu, jika perlu aku akan bersujud di kedua kakimu. Atas dosa besar yang kulakukan padamu. Dan akan kuterima hukuman apa pun yang akan kau tuntut padaku. Aku memang pantas mendapatkannya." 

Bersungguh-sungguh Ivan memanjatkan doa itu walau ia tak tahu secara benar urutannya. Walau ia tak tahu pada siapa ia meminta. Yang Alert ketahui Allah adalah tuhan yang disembah oleh umat muslim. Identitas yang ia miliki dulu saat masih kecil. Tak terasa ada air mata yang menetes dari dua sudut matanya yang berwarna keabu-abuan. Akhir-akhir ini ia memang kerap menangisi semuanya. Bukan karena takut hukuman mati, penyebab utamanya banyak sekali, tak bisa ia jelaskan satu per satu. Kehilangan istri, anak, ayah, ketidak tahuan di mana ibunya, juga kejahatannya pada keluarga Reynand,Gina dan Willy. Tak sanggup ia membayangkan bagaimana hidupnya berakhir dengan memikul dosa seberat itu. 

"Setidaknya sebelum nyawaku dicabut, beri aku kesempatan untuk mengetahui bagaimana keadaan ibuku. Sekali saja, sudah cukup bagiku," ucapnya sebelum terpejam. Bahkan dalam tidur pun ia tak tenang. Setiap sebentar bangun karena kejahatan di masa lalu menari di pelupuk matanya. Tubuh itu semakin lama semakin kurus. Cambang mulai Ivan biarkan tumbuh meski ada alat pencukur yang disediakan. Hanya rambutnya saja yang tak pernah tumbuh. 

Pagi menjelang. Suasana dalam penjara begitu sepi, para tahanan langsung mendapat tugas piket. Ivan kebagian membersihkan gudang yang atapnya kotor tertutup salju. Ia memanjat ke atap, menurunkan butiran es yang mulai mengeras. Matanya sedikit mengintip ke dalam gudang. Di sana ada pusat pembangkit listrik cadangan yang tersedia. Mata abu-abu lelaki itu memicing, jika diledakkan akan menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. Namun, tentu tidak sekarang di musim salju yang masih dingin. 

Setelah selesai membersihkan atap, para tahanan mendapatkan jatah makan pagi berupa coklat hangat, roti dan sepotong apel. Bahkan orang yang dianggap penjahat tingkat tinggi saja masih diberlakukan dengan layak, tidak ada siksaan. Berbeda dengan nasib umat muslim yang tertangkap. Jangankan makan, mereka jika kehausan akan menelan butiran keringat sendiri. 

Alert makan dengan lahap, ia tak mau terlalu menunjukkan kegundahannya. Ia menghitung jumlah tahanan, masih lengkap sepuluh orang. Yang ia tahu akan segera dilaksanakan eksekusi mati. 

"Eksekusi matinya ditunda, satu bulan lagi. Kabarnya partai politik yang terlibat sedang menyiapkan banding," ujar salah satu tahanan yang ada di sana. Ivan mendengar dan sama sekali tak tertarik. Mengikuti keinginan pemerintah memang rumit. Ia saja kewalahan dan berakhir kehilangan semuanya. 

"Hei, Bro, kau terlihat seperti orang muslim kalau bercambang seperti itu," tegur salah satu tahanan lain ketika petugas sedang tidak mengawasi. 

"Aku memang muslim," jawab Alert tanpa keraguan. Meski ia belum mengikrarkan ulang dua kalimat syahadat. 

"Bagaimana caramu beribadah di ruang yang sempit itu?" 

"Semampuku," jawab Alert bohong, padahal ia tak pernah melakukan apa-apa, selain duduk dan menyesali semuanya. 

Hari-hari berlalu seperti biasa. Musim penghujan di yang dingin , coklat hangat, obrolan para tahanan lain yang hanya Ivan dengarkan saja, lalu rasa sesal dan takut yang menghantui lelaki itu setiap malamnya. Kemudian eksekusi mati salah satu tahanan pun dimulai. Banding tidak berhasil, orang yang berkepentingan melepaskan tangan. Jadilah hanya pion saja yang dikorbankan.

Enam tentara membawa salah satu tahanan yang akan dieksekusi. Alert menatapnya, sebelum pergi tahanan itu sempat menatap mata keabuan bekas tentara tersebut, sembari menitipkan pesan. 

"Aku tahu apa yang kau perhatikan setiap hari. Jika kau bisa pergilah dari sini. Tempat ini lebih banyak ketidak adilannya. Selamatkan hidupmu." Lalu tahanan tersebut dibawa menjauh dari tahanan yang lain. Hukuman mati yang dijatuhkan bukan berupa tembakan atau di tiang gantungan, melainkan dengan cara disetrum sampai hangus dan tubuh kaku bak kayu kering. Kini hanya tersisa sembilan tahanan saja di penjara itu. 

Urutan dijatuhkannya hukuman mati tidaklah runut, melainkan acak. Alert yang akan terlebih dahulu dieksekusi mati. Tak banyak waktunya, ia terus  menghafal seluk beluk penjara sembari membersihkan sudut-sudut ruangan yang kotor. Ia bukan orang sembarangan yang tak memiliki kemampuan. Bahkan sebatang obeng dan satu buah penyulut api saja cukup untuknya membuat keributan. 

"Satu bulan lagi." Alert membersihkan sisa-sisa salju yang terus meleleh. Musim semi akan segera datang. Satu bulan terhitung dari hari ini ia akan dieksekusi mati. Lelaki itu di dalam ruangan sempit kembali melatih kekuatan fisiknya. Ia yang sempat terpuruk lalu raganya menjadi lemah, kembali berusaha bangkit. Tanpa menceritakan apa pun pada orang lain. Abila sudah tidak pernah terlihat lagi. Bekas tentara itu merasa hal demikian lebih baik. Sebab, jika Abila menghalangi rencananya untuk kabur, maka nyawa gadis itu pun harus berakhir di tangannya. Segala cara akan Alert tempuh untuk bisa menggapai makam ayahnya, walau hanya sebentar saja.

Siang harinya, Alert kebagian jatah pekerjaan melaundry baju semua tahanan termasuk para petugas jaga penjara dan pimpinan yang jarang sekali menampakkan batang hidungnya. Satu demi satu seragam Alert pisahkan. Terbesit di benaknya untuk menyembunyikan salah satu seragam yang kira-kira pas di tubuhnya. Sebelumnya Alert tuangkan cairan pemutih agar memiliki alasan mengapa seragam berwarna biru tua itu tak ia kembalikan dalam keranjang.

Satu alat untuk kabur telah Alert dapat. Seragam itu Alert kubur di dekat pohon ketika Alert membuang sampah berupa sisa-sisa makanan. Anjing penjaga yang melihatnya tidak berani menyalak. Ivan tahu benar bagaimana cara menjinakkan binatang tersebut. Urutan selanjutnya tinggal mencari kendaraan. Mustahil berjalan kaki, bisa-bisa ia diberondong peluru dari jarak dekat. 

Ada motor besar dengan cap kepolisian di Jakarta. Ada mobil bak terbuka, juga salah satu bus yang digunakan untuk membuat tahanan baru. Semuanya tersedia di sana. Supaya rencana kabur Ivan semakin matang, ia perlu motor besar agar bisa lebih cepat dan tak dicurigai. Motor dan bus, harus iga bakar atau ledakkan, terserah, asalkan tidak berfungsi saja. 

Waktu terus berlalu, mimpi buruk tentang Reynand telah menjadi sahabat sejati Alert. Terkadang dalam mimpi lelaki itu memohon maaf pada gadis Hazakh yang telah ia lukai. Dan hasilnya sudah pasti Reynand tidak pernah memaafkannya. Bahkan Alert ingat benar apa kata gadis berambut panjang bergelombang milik Gina itu. 

"Aku akan bahagia kalau melihatmu menderita. Sangat bahagia, bahkan sampai kau mati kau akan menderita. Hukuman mati terlalu mudah bagimu." Begitu kata Reynand di dalam mimpi. 

"Andai kau tahu penderitaan apa yang kualami sekarang. Apa kau sudi memaafkanku?" gumam lelaki itu sendirian. 

Dua minggu lagi, waktu yang tersisa untuk hukuman mati Ivan. Alert dikunjungi oleh salah satu kuasa hukumnya. Menanyakan jika ada wasiat terakhir yang harus ditunaikan. 

"Tidak ada, kalian jaga diri saja baik-baik. Jika aku masih hidup aku pasti akan berdiri di pihak lawan dan mencari cara untuk menghancurkan negara ini," ucap lelaki itu dengan rahang yang terlihat semakin mengeras. Alert bersungguh-sungguh dengan perkataan. 

"Oh, ya? Dengan apa kau akan membalas kami. Dengan kedua tangan kosongmu itu? Memalukan. Seseorang yang sudah disumpah untuk setia dengan negaranya harus berakhir dengan tragis seperti ini." Kuasa hukum itu pergi meninggalkan Ivan. Ia menyerahkan berkas kepada kepala penjara. Lelaki bertubuh tambun itu membaca kertas dengan tanda tangan menteri pertahanan. Tertulis jelas di sana, Ivan akan dieksekusi mati dengan menggunakan racun mematikan. Sementara itu di dalam penjara Ivan masih terus berlatih agar fisiknya semakin kuat. 

Bersambung