Satu minggu berlalu sejak Aleena mendapatkan ancaman dari Evano untuk melakukan rencana selanjutnya. Satu minggu yang membuat Aleena tidak bisa melakukan apapun selain memikirkan rencana selanjutnya. Bahkan beberapa kali Aleena tidak fokus dan mengalami kesalahan pada pekerjaannya dan sering ditegur oleh Ardan. Mungkin sejak pertemuan Aleena dan Aslan, mulai saat itu keprofesionalan Aleena seolah lenyap begitu saja.
Ardan pun menyadari jika Aleena sedang banyak pikiran. Ya, Aleena merupakan karyawan yang sangat profesional, namun entah kenapa akhir-akhir ini seperti banyak pikiran. Ardan sering bertanya, namun selalu dijawab jika tidak ada masalah sama sekali, mungkin hanya kecapean, begitu jawab Aleena.
Hari ini, tepatnya pagi hari yang sangat bersinar cerah, sangat tepat untuk beraktivitas di luaran. Aleena sedang bersiap-siap memakai pakaian kemeja putih dengan rok pendek yang berwarna hitam. Tidak seperti biasanya.
Aleena terlihat membereskan beberapa berkas yang dia punya dan memasukkan ke sebuah tas yang akan dibawanya.
"Beres, semuanya sudah, hm, apa ada yang tertinggal, yah?" gumam Aleena seorang diri.
Aleena menatap dirinya di depan cermin, semua barang keperluan sudah dibawa dan penampilannya juga sudah oke.
"Sudah cantik dan rapi, saatnya beraksi." Aleena keluar kamarnya, lengkap memakai sepatu hitam yang memiliki hak 5 cm.
"Aleena, kau mau kemana?" tanya Hanum langsung saat melihat sahabatnya sudah memakai pakaian yang rapi. Tidak seperti pakaian bekerja ke restoran.
Ya, memang saat ke restoran mereka memakai pakaian yang biasa saja, setelah sampai di restoran barulah mereka berganti pakaian yang sudah disediakan.
"Berlebihan sekali memakai pakaian seperti ini untuk pergi ke restoran, nanti juga akan diganti pas sudah sampai sana," ucap Faraya yang melihat perbedaan antara bajunya yang biasa saja dengan baju Aleena yang sangat rapi.
"Iya, kau sangat berlebihan memakai baju ini, Aleena. Cepatlah ganti pakaian kamu. Kita akan terlambat jika banyak bicara disini," ujar Hanum yang tidak menunggu penjelasan dari Aleena.
"Hei, kalau cuman ke restoran, saya tidak memakai pakaian seperti ini. Lagipula disana kan ada pakaian dari restorannya."
"Lah, ini pakaian kamu kenapa? Kau memakai pakaian ini, kan? Itu artinya kau ingin ke restoran dengan pakaian super rapi dan berlebihan seperti ini."
Aleena menghela nafasnya perlahan, sebenarnya Aleena tidak ingin mengatakan kepada kedua orang sahabatnya tentang niat Aleena untuk melamar pekerjaan di sebuah perusahaan. Tapi, apa daya, Aleena sudah terlanjur ketahuan oleh kedua temannya. Padahal Aleena sudah berangkat pagi agar tidak terlihat Hanum dan Faraya. "Saya izin tidak bekerja hari ini. Hm, mungkin telat datang maksud saya."
Hanum dan Faraya saling bertatapan, mencoba memikirkan ucapan Aleena. "Tidak bekerja? Kau mau kemana dengan pakaian seperti itu? Kau jangan berpikiran macam-macam karena kekurangan uang kamu malah menjual tubuhmu," ucap Faraya sambil memicingkan matanya seolah tengah mencari jawaban dari gerak gerik Aleena.
Aleena dan Hanum langsung membulatkan matanya mendengar ucapan Faraya. Seolah tidak percaya dengan ucapan yang keluar begitu saja seolah tanpa beban. Memang, teman satu ini kadang berbicara tanpa dipikirkan dahulu.
Aleena langsung memukul tubuh Faraya menggunakan tas yang dipegangnya. "Hei, kau pikir saya apa?"
"Ya, kamu Aleena. Sahabat saya," jawab Faraya enteng.
"Bukan itu, Faraya, apa maksud kamu mengatakan seperti tadi? Segitu rendahnya kah kamu menganggap saya? Hah?"
"Saya hanya bertanya dengan baik Aleena, tidak bermaksud menuduh. Lagipula jika ingin menjual diri, lebih baik malam hari, bukan di pagi hari seperti ini. Om Om juga lagi pada kerja kali kalau di pagi hari."
Aleena menghela nafasnya perlahan, ucapan sahabatnya ini benar-benar tidak bisa ditoleransi.
'Jika bukan sahabat saya, sudah bisa pastikan jika mulutmu akan saya jahit rapat-rapat,' batin kesal Aleena.
"Faraya jaga ucapan kamu, Aleena bukan wanita yang seperti itu kok. Saya tahu betul Aleena anak yang baik."
"Saya tidak asal bicara, Hanum. Saya bertanya dengan baik-baik, kan? Lagipula saya juga tidak menuduh," dalih Faraya yang tidak mau disalahkan oleh temannya.
"Iya, tapi akan lebih baik jika tidak mengatakan hal seperti itu. Hargai Aleena."
"Lalu kau mau kemana?" tanya Faraya lagi.
"Saya mau melamar pekerjaan," jawab Aleena yang akhirnya memberitahu kedua sahabatnya.
"Apa? Melamar pekerjaan?" jawab serentak Hanum dan Faraya.
"Iya. Melamar pekerjaan. Ucapan saya jelas, kan?"
"Bukan begitu, maksud kami, kenapa bisa? Apa uang di restoran itu masih kurang sehingga kamu mau melamar pekerjaan di tempat lain?"
Aleena tersenyum kecil, ini bukan soal gaji yang didapatkan, tapi Aleena sudah terlanjur memiliki kontrak mematikan dengan Evano dan itu harus dilaksanakan.
Satu minggu Aleena memikirkan semuanya dan didapatkan rencana Aleena harus melamar pekerjaan di Alva Properti, sebuah perusahaan megah yang dipimpin oleh Aslan Alvarenda. Ya, tentu saja Aleena melakukan semua ini agar dirinya bisa berdekatan dengan Aslan dalam kurun waktu yang lama dan pastinya setiap hari. Dengan begitu, Aleena bisa melaksanakan aksi selanjutnya untuk menjalin kedekatan antara dirinya dan Aslan.
"Aleena, kau sudah memikirkan semuanya dengan matang? Itu artinya kau harus keluar dari restoran."
"Iya, tapi setelah saya tahu jika saya diterima diperusahaan itu, disaat itulah saya mengajukan permohonan untuk mengundurkan diri di restoran. Untuk sekarang kan masih mengajukan lamaran, kebetulan mereka buka lowongan besar-besaran. Jadi, tidak ada salahnya saya mencoba untuk melamar disana. Lagipula di restoran itu saya sudah merasakan bosan," jelas panjang Aleena.
"Aleena, saya harap kau melakukan ini tidak ada paksaan," ucap Hanum seolah bisa merasakan sesuatu.
Aleena terdiam, menatap Hanum dengan lekat lalu menggambarkan senyuman dari bibirnya. "Hanum, kau ini berpikir apa sih? Mana ada orang yang memaksa saya yang berkaitan dengan pekerjaan saya."
Benar bukan? Aleena sama sekali tidak ada paksaan untuk mencari pekerjaan lain selain di restoran itu. Semua atas dasar rencana Aleena seolah diri.
"Baguslah kalau begitu, jangan pernah melakukan pekerjaan dengan terpaksa karena itu tidak akan berjalan dengan baik."
"Iya, saya paham soal itu. Baiklah kalau begitu saya pergi dulu, yah. Saya tidak mau telat sedikitpun, dan jika bos menanyakan saya tolong katakan kepadanya saya sedang ada urusan sebentar, mungkin siang kesana atau izin tidak masuk."
"Gajimu dipotong tidak apa-apa kalau kamu memilih tidak masuk hari ini?"
"Tidak masalah, hanya satu hari tidak bekerja tidak akan membuat saya menjadi miskin, kan?"
"Hm, kau benar juga. Baiklah, kami akan menyampaikan kepada Pak Ardan jika kamu telat masuk atau mungkin tidak masuk," ucap Hanum.
"Baiklah, terima kasih Hanum, Faraya. Kalian juga harus pergi karena takut kesiangan."
Akhirnya ketiga orang itu keluar dari rumah kontrakan yang lumayan kecil, namun kemudian mereka berpisah dengan menaiki kendaraan umum yang berbeda.