Satu minggu setelah Aleena memasukkan lamaran ke perusahaan milik Aslan. Tepat jam lima sore, setelah Aleena membersihkan tubuhnya, tak disangka jika ada notifikasi email masuk ke ponsel milik Aleena.
Aleena segera mengambil ponselnya setelah meletakkan handuk yang semua dibungkus di atas kepalanya. Seketika, Aleena membulatkan matanya melihat isi notifikasi email yang menyatakan jika Hanna masuk untuk tes tertulis. Ya, memang akan diadakan tes tertulis agar bisa melihat kemampuan akademik para calon pelamar.
Perusahaan Aslan memang perusahaan yang besar, jadi wajar jika orang yang masuk ke dalam perusahaannya adalah orang yang memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang tinggi.
Aleena tersenyum tipis, tapi entah Aleena harus bahagia atau sedih saat menerima email tentang Aleena yang bisa masuk ke dalam seleksi selanjutnya. Aleena hanya ingin menjalankan pekerjaan dari Evano untuk mendekati Aslan, tapi Aleena pun tidak rela jika harus melepaskan pekerjaannya di restoran. Disana Aleena sudah mendapatkan kenyamanan dalam bekerja. Bosnya pun sangat baik.
"Ah, sial, kenapa saya harus mengambil keputusan untuk melamar pekerjaan disana? Seketika saya menyesal dengan ide cemerlang saya kemarin. Sungguh, saya belum siap untuk pindah kerja dari restoran ke perusahaan Tuan Aslan. Eh, tunggu, tapi kan ini baru tes tertulis, jika tidak lulus berarti tidak diterima. Apa nanti saya datang saja tapi mengisi jawaban yang salah? Barangkali tidak lulus dan saya bisa mengelak dan mencari cara lain untuk mendekati Tuan Aslan," gumam Aleena sambil berpikir.
"Baiklah, saya akan datang dan mengikuti tesnya tapi saya akan menjawab asal." Senyuman licik kini tergambar jelas oleh Aleena.
"Aleena, kau kenapa?" tanya Hanum yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Aleena yang tidak terkunci. Hanum melihat jelas disaat Aleena tersenyum menyeringai.
"Oh, tidak," jawab gugup Aleena.
'Kenapa harus tiba-tiba masuk ke kamar saya, sih? Tidak bisakah mengetuk kamar dulu dan permisi,' batin Aleena.
"Kau kenapa?" tanya Hanum lagi.
"Tidak kenapa-kenapa, Hanum. Saya sedang gembira saja," ucap Aleena.
"Gembira? Kenapa? Ada sesuatu?"
"Kau masih ingat minggu kemarin saya mengantar lamaran ke sebuah perusahaan?"
"Hm, ya, saya ingat."
"Di perusahaan Alva Properti. Dan hari ini saya mendapatkan email menyatakan saya lulus pemberkasan dan segera tes ujian tertulis besok."
"Apa? Benarkah?"
"Ya. Bagaimana?"
Wajah Hanum seketika menjadi murung, kesedihan dan kekecewaan tentu saja tertangkap jelas oleh Aleena. "Ada apa?"
"Itu artinya kau mau meninggalkan pekerjaan sekarang sebagai pelayan di restoran?"
"Mungkin. Itupun jika saya lolos tahap selanjutnya, mengingat persaingan tentu saja tidak mudah dan juga sangat banyak orang yang melamar, mungkin ratusan orang."
Hanum menghela nafasnya perlahan. "Aleena, saya tidak tahu harus senang atau sedih. Jujur, saya sangat ingin kamu tetap bekerja dengan kami."
"Hei, Hanum. Kau bersedih seolah saya mau pindah tempat tinggal juga. Saya hanya akan pindah bekerja, dan kita masih bisa bertemu di rumah. Bukankah tidak akan merubah apapun?"
"Iya juga, sih. Tapi tetap saja terasa beda."
Aleena tersenyum lalu menggenggam tangan Hanum dengan erat. "Tidak usah terlalu dipikirkan, tenanglah. Saya juga baru tes tertulis, masih ada tes wawancara dan tes lainnya, jadi kau jangan seperti ini. Doakan saja yang terbaik untuk saya."
Hanum tersenyum sambil mengangguk kecil kepada Aleena.
"Baiklah, semangat Aleena. Saya mendukungmu."
"Terima kasih."
***
Jam berlalu begitu saja hingga pagi sudah menyapa dengan gayanya sendiri. Berbeda dengan orang yang akan tes pada umumnya, kini Aleena tampak tenang, seolah tidak memikirkan tentang tes yang akan dia ikuti hari ini. Bahkan Aleena tidak belajar sama sekali. Dia menganggap bahwa semuanya sangat gampang karena Aleena akan menjawab soal dengan seadanya.
Pagi ini, Aleena sudah memakai pakaian baju putih dengan rok pendek hitam, dengan rambut yang setengah di gerai. Sempurna. Aleena begitu cantik dan seksi. Orang yang melihatnya tidak mungkin tidak jatuh hati kepadanya. Maksudnya tidak mungkin untuk tidak memuji kecantikannya. Ya, memang sangat cantik, bukan?
Aleena pergi lebih awal, tepat jam setengah 8 pagi dia sudah berada disana. Tes tertulis akan dilaksanakan jam 8, itu artinya Aleena masih punya kesempatan setengah jam untuk sedikit bersantai. Namun, Aleena tidak menyangka jika lobby kantor perusahaan sudah sangat ramai sekali. Entah, jam berapa orang itu datang. Setengah jam lebih awal sudah sangat kepagian bagi Aleena, tapi orang-orang tampak datang sudah sedikit lama.
Aleena duduk di kursi, yang mungkin disediakan untuk para calon karyawan.
"Sudah datang semuanya?" tanya seorang lelaki yang bertanya pada seorang wanita yang mungkin itu karyawan yang bertugas membimbing calon karyawan seperti Aleena.
Mendengar ucapan lelaki itu tentu saja membuat Aleena menatapnya dengan lekat. Ya, memang jaraknya dengan Aleena tidak berjauhan sehingga Aleena bisa mendengar semua percakapan dengan jelas. Lelaki itu adalah Sekretaris Leo, Sekretaris pribadi Aslan. Sekretaris Leo hanya memastikan jika tes kali ini tidak menimbulkan kegaduhan.
"Sepertinya belum, Sekretaris Leo. Total yang tes hari ini ada 100 orang dari 500 pelamar."
"Jumlah yang lumayan banyak," ucap Sekretaris Leo.
Ya, memang sangat banyak sekali. Mungkin, karena perusahaan Alva Properti adalah perusahaan yang sangat terkenal, sehingga banyak sekali orang yang ingin bekerja disini.
"Ya, Tuan. Mungkin karena posisi yang kita tawarkan juga sangat banyak sehingga mereka mendaftar semua."
"Ya, mungkin. Baiklah, suruh mereka langsung ke ruangan tes saja, yang lainnya bisa menyusul. Sehingga tepat jam 8 kita mulai tesnya," ujar Sekretaris Leo.
"Baiklah, Sekretaris Leo. Saya akan mengatur semuanya dan mengarahkan mereka untuk segera ke ruangan tes seleksi."
"Baguslah, kerjakan dengan baik. Tuan Aslan sebentar lagi akan sampai dengan sopirnya."
"Anda tidak menjemputnya?"
"Tidak, karena saya sedang ada urusan tadi. Usahakan disaat Tuan Aslan datang, semua calon karyawan sudah masuk ke ruangan."
"Baiklah."
'Hah? 100 orang? Gila, apa saya bisa masuk? Tapi, disatu sisi saya bersyukur karena saya sudah dipastikan tidak akan bisa bersaing dengan 100 orang. Tapi, jika tidak dengan jalan bekerja disini, lalu bagaimana saya bisa mendekati Tuan Aslan? Hanya mengandalkan dia makan di restoran itu tidak akan mungkin tiap hari bertemu, sulit pastinya,' batin Aleena.
Sekretaris Leo langsung pergi meninggalkan wanita itu seorang diri. Dengan bantuan satpam depan, semua karyawan dibawa ke sebuah ruangan yang akan dijadikan ruangan untuk tes tertulis. Aleena pun mengikuti arahan satpam tersebut untuk menuju ke sebuah ruangan. Beruntungnya Aleena datang lebih awal, setidaknya Aleena tidak malu jika tiba-tiba masuk ke dalam ruangan seorang diri.
'Aleena, isi pertanyaan itu sebisanya. Jika memang takdir kamu disini, maka kamu akan lolos tahap selanjutnya, tapi jika tidak ditakdirkan disini berarti sudah dipastikan kamu tidak akan lolos,' batin Aleena.