Tes pun dimulai, beruntungnya mereka bebas memilih tempat duduk untuk melakukan tes tersebut. Sebagian orang-orang rebutan kursi di paling depan, tapi tidak dengan Aleena. Aleena memilih duduk di paling belakang, agar lebih nyaman untuk berpikir dan mengisi jawaban.
Semua duduk dengan rapi, beberapa orang tampak berjaga di depan lalu membagikan lembaran yang akan diisi oleh calon karyawan. Kini, giliran lembaran itu diberikan kepada Aleena.
"Silahkan kerjakan, waktu yang diberikan adalah 1 jam. Jika ada pertanyaan silahkan angkat tangan tanpa bersuara. Mengerti?" ucap wanita itu dengan tegas.
"Mengerti," jawab semua calon karyawan dengan serentak.
"Tes dimulai!"
Semua karyawan mulai mengisi lembar soal yang diberikan. Semua tentang pengetahuan mengenai perusahaan ini. Soal yang menurut Aleena sangat mudah, namun Aleena memilih untuk menjawab dengan asal. Ya, hal itu tentu saja agar Aleena tidak lolos dari situ dengan begitu Aleena bisa melanjutkan pekerjaannya menjadi pelayan di restoran dan merencanakan kedekatan dengan Aslan dengan cara yang lain. Itu Pun atas izin Evano pastinya.
1 jam berlalu begitu lama menurut Aleena yang menjawab dengan mengasal. Sedangkan bagi sebagian orang, mengisi pertanyaan dalam waktu 1 jam lamanya itu tentu saja sangat kurang. Tapi, Aleena tidak peduli. Dia bergerak dengan gayanya sendiri.
"Waktu sudah habis, silahkan kumpulkan soal dan jawaban!" perintah kini sudah terdengar oleh seluruh calon karyawan.
Dengan segera Aleena maju ke depan dengan membawakan soal serta jawaban yang sudah diisi semuanya.
"Untuk keputusan lanjut atau tidak pada tes wawancara, kami akan memanggil kalian dalam kurun waktu 1 minggu. Jadi, kalian boleh pulang sekarang dan melanjutkan aktivitas kalian. Terima kasih."
Semua calon karyawan keluar dari ruang tes, tak terkecuali dengan Aleena. "Eh, dompet saya mana?" Aleena mencari dompetnya yang tidak tahu ada dimana.
Aleena langsung kembali ke ruang tes dan mencari dompetnya, barangkali tertinggal di dalam ruangan tes tadi.
Aleena berjalan menuju kursi dimana dia duduk beberapa menit yang lalu. "Dimana?" Aleena tidak menemukannya.
"Nona, anda kehilangan ini?" Seorang lelaki menghampiri Aleena dan memberikan dompetnya kepada Aleena.
"Oh, iya. Terima kasih banyak," ucap Aleena pada lelaki tersebut yang tak lain adalah Sekretaris Leo.
Sekretaris Leo menatap ke arah Aleena yang terlihat gugup. "Kau harus selalu memeriksa barangmu, jangan sampai tercecer di jalan."
"Oh, iya, terima kasih banyak."
Aleena tidak tahu jika dompetnya tercecer dimana. Aleena pun tidak ada keinginan untuk bertanya kepada Sekretaris Leo. Menurutnya tidak penting untuk terlalu bersikap kepo. Yang penting, dompetnya kembali dan itu sudah lebih dari cukup.
Aleena beranjak keluar dari ruang tes yang hanya ada dirinya dan Sekretaris Leo. Begitupun dengan Sekretaris Leo yang mengikuti langkah kaki Aleena.
Tepat di depan pintu, Aleena terkejut disaat berpapasan dengan Aslan. Aslan mengernyitkan dahinya, mungkin merasa pernah bertemu dengan Aleena sebelumnya.
"Darimana saja kau?" tanya Aslan.
"Saya?" tanya Aleena kebingungan.
"Maafkan saya, Tuan Aslan. Saya mengantarkan dompet salah satu calon karyawan kita yang baru beberapa menit yang lalu menjalankan tes," ujar Sekretaris Leo dari belakang Aleena.
Aleena tersadar, di belakang Aleena ada Sekretaris Leo. Tentu saja, tidak mungkin Aslan yang menanyakan keberadaan Aleena. Toh, saat ini Aleena bukan siapa-siapa dari Aslan.
Aslan menatap ke arah Aleena, terutama menatap ke arah tangan Aleena yang memegang sebuah dompet hitam dengan list berwarna merah muda. Seketika Aslan tahu siapa yang dimaksud oleh Sekretaris Leo.
"Dompet dan ponsel itu barang penting saat ini. Tanpa mereka berdua kau tidak akan menjalani hidup dengan tenang hari itu. Jadi, lebih perhatikan barang diri sendiri," ucap Aslan kepada Aleena.
"Baiklah, Tuan Aslan. Maafkan saya atas keteledoran saya."
"Meminta maaf pada dirimu sendiri. Saya tidak akan rugi jika kamu teledor dengan urusanmu sendiri. Kecuali jika kamu bekerja di perusahaan saya, maka keteledoran akan menjadi bencana pemecatan."
Aleena mengangguk kecil sambil tersenyum kecut mendengar ucapan Aslan.
"Ada meeting hari ini?" tanya Aslan.
"Ada, Tuan," jawab Sekretaris Leo.
"Baiklah, persiapkan sekarang."
Aslan dan Sekretaris Leo langsung beranjak meninggalkan Aleena seorang diri. Aleena langsung menghela nafasnya perlahan. Selama beberapa saat dihadapan Aslan, tentu saja tidak membuat Aleena bisa bernafas dengan lega.
'Aleena, kenapa kau gugup sekali jika berhadapan dan berbicara dengan Tuan Aslan. Permainan ini tentu belum ada apa-apanya. Jadi, kau harus tetap bertahan dan hilangkan grogi di depan Tuan Aslan,' batin Aleena seorang diri.
Dret! Dret!
Panggilan telepon kini terdengar dari ponsel Aleena. Dengan segera Aleena mengambil ponselnya dan melihat penelpon.
"Dia lagi. Apa tidak ada penelpon lain selain dirinya? Rasanya bosan sekali menerima telepon darinya," ucap Aleena sambil menghela nafasnya dengan perlahan. Nama yang tertera di layar ponselnya adalan Tuan Evano. Orang yang selalu mengganggu ketenangan Aleena akhir-akhir ini.
Dengan segera Aleena menggulir tombol hijau dan langsung menempelkan ponselnya tepat di telinganya.
"Ya?"
"Saya dengar jika hari ini adalah hari tes untuk masuk menjadi karyawan Aslan. Apa benar?"
"Benar. Apa anda tidak tahu?"
"Saya sudah katakan jika saya sibuk. Jadi, saya tidak mengikuti update terkini tentang perusahaan Aslan. Lalu, bagaimana tesnya? Berjalan dengan lancar?"
"Tentu saja semuanya berjalan dengan lancar. Saya sudah tes dan mengisinya dengan sangat sungguh-sungguh."
"Baguslah kalau begitu, saya sangat berharap jika kamu bisa masuk kesana. Dengan begitu, kamu bisa lebih mendekatkan diri kepada Aslan."
'Saya tidak terlalu ingin. Ah, andai tubuh ini bisa dibagi dua. Saya akan membaginya ke restoran dan ke perusahaan ini. Sungguh, saya masih ingin bekerja di restoran,' batin Aleena.
"Aleena, kapan pengumumannya?"
"Jika saya lolos ke tahap tes wawancara maka saya akan dipanggil paling lama satu minggu kedepan."
"Baguslah, masih ada waktu. Saya akan mencoba mencari celah untuk memasukkan kamu disana. Bagaimanapun kamu harus bisa masuk kesana."
"Baiklah, terima kasih atas bantuannya."
"Ya, kalau begitu berikan nomor rekening kamu, saya akan mentransfer uang karena ide bagus itu."
"Hah? Nomor rekening saya?"
"Iya. Kau pikir saya memberikan uang kepadamu dengan cara apa jika saya tidak memiliki nomor rekening kamu? Saya sedang di luar negeri jadi saya tidak bisa bertemu dengan kamu langsung."
"Baiklah, saya akan segera mengirimkan kepada anda."
"Saya tunggu."
Panggilan kini terputus. Dengan segera Aleena mengirimkan nomor rekeningnya kepada Evano. Tak menunggu lama, uang senilai 10 juta kini masuk ke dalam rekening Aleena. Aleena langsung membulatkan matanya melihat nominalnya. Barangkali Aleena salah lihat.
Dret!
Sebuah pesan masuk dan Aleena membacanya.
"Uang ini tidak seberapa besar, tapi cukup untuk mengapresiasi ide kamu yang sangat bagus itu. Saya akan selalu memberikan kamu uang jika kamu bekerja dengan bagus. Lanjutkan!"