Aleena menyadari jika lelaki yang ada di hadapannya itu, terlihat sedikit tertarik dengan dirinya. Tapi, Aleena tidak menggubris itu semua. Baginya, dia harus mencari uang yang banyak agar bisa hidup dengan baik dibandingkan sibuk dengan pasangan yang memusingkan kepala.
Aleena menghela nafasnya perlahan, mengingat kembali pertanyaan yang membuat dirinya tidak menyukai Haris seketika.
***
Flashback ON
"Aleena, maukah kau menjadi pacar saya?" tanya Haris spontan.
Di sore hari saat Aleena baru saja pulang bekerja, pertanyaan Haris tentu saja menjadi tontonan bagi semua warga yang ada di gang tersebut. Ya, Haris mengatakan tepat di jalanan gang yang sangat ramai.
"Tidak ada otak, bisa-bisanya mempertanyakan hal itu kepada saya, tentu saja jawabannya tidak. Lelaki sepertimu pastinya hanya gombal semata," gumam Aleena.
Aleena tidak menggubris pertanyaan Haris, Aleena lebih memilih meninggalkan lelaki itu dengan sengaja. "Aleena, tunggu!" Haris memegang tangan Aleena dengan erat. Aleena pun berusaha melepaskannya, sayangnya, Haris adalah lelaki, memiliki tenaga yang tentu saja membuat Aleena kalah.
"Kau gila, Haris! Kenapa kau sangat memalukan?"
"Saya tidak memalukan, semua itu saya lakukan karena saya mencintaimu."
"Tutup omong kosong kamu, jangan pernah mengatakan apapun kepada saya lagi." Aleena langsung mendorong Haris begitu saja. Membiarkan Haris terlihat begitu kecewa. Sebenarnya, Haris sudah beberapa kali menawarkan cintanya kepada Aleena, namun, Aleena tentu saja menolak untuk menjawabnya.
Harusnya, Haris sudah tahu jawaban apa yang dimiliki oleh Aleena. Ya kan?
Patah hati kesekian kalinya, namun, tidak menyurutkan keinginan Haris memiliki Aleena. Ya, sekuat itu Haris mencintai Aleena. Entah benar-benar cinta atau hanya sekedar main-main. Seperti kebanyakan wanita yang sudah dipermainkannya.
Flashback OFF
***
Aleena yang menghela nafasnya disaat mengingat pertanyaan bodoh yang Haris lontarkan kepadanya beberapa hari yang lalu. Ternyata, Haris masih menunggu jawaban dari Aleena, padahal, Aleena sendiri sudah melupakan pertanyaan itu pada awalnya.
"Haris—"
"Aleena, jika kamu mengenal saya dengan lelaki yang suka bermain perempuan, percayalah, itu hanya karena saya mencari wanita yang tepat. Sekarang, saya sudah menemukan kamu. Kamu yang terbaik dan memang Allah sudah membuka mata saya jika memang kamu orangnya. Berkali-kali saya ingin melupakan kamu, tapi, kamu tetap ada di otak saya. Seolah Allah tidak ingin kamu beranjak dari pikiran saya."
"Bolehkah saya memuji anda? Tuan Haris sang pelukis yang terkenal dan juga terkenal dengan banyak wanita yang suka bersamanya. Oh, saya rasa kamu salah pilih orang. Saya tipe orang yang tidak suka jika pasangan saya dekat dengan wanita lain. So, bukan anda orang yang tepat untuk kehidupan saya kedepannya. Masih banyak kok, wanita yang bisa menerima kamu. Contohnya Faraya yang suka memuji karya-karya kamu dan ketampanan kamu. Jadi, pergilah menemui dia dan nyatakan cinta kepadanya, saya rasa dia tidak akan menolaknya."
Aleena langsung berdiri dari duduknya, ingin beranjak meninggalkan Haris yang mengganggu Aleena yang ingin ketenangan. Namun, lagi dan lagi, Haris menahan langkah Aleena dengan memegang tangan Aleena seolah mencegah Aleena untuk pergi.
"Haris, jangan seperti ini! Kau bisa membuat fitnah jika ada warga yang melihat kita, apalagi ini gelap-gelapan." Kali ini, nada bicara Aleena benar-benar naik. Berbicara dengan Haris nyatanya tidak bisa dengan mode lembut. Sifatnya yang sedikit keras membuat Aleena pun harus melawannya dengan keras.
"Saya hanya ingin jawaban kamu, Aleena. Saya ingin kamu menjadi bagian dari hidup saya," ujar Haris dengan nada yang memohon.
"Saya rasa otak kamu itu perlu diperbaiki, Haris. Kamu terlalu naif! Kamu bisa menyimpulkan sendiri jawaban apa yang saya miliki atas pertanyaan yang kamu layangkan kepada saya disaat melihat sikap saya seperti ini."
Haris terdiam, memang sudah sedikit memahami dan menyimpulkan jawaban Aleena, namun, Haris tetap ingin jawaban langsung yang keluar dari mulut Aleena.
"Aleena, kenapa kamu tidak ingin memiliki kekasih? Toh, kita kan sama-sama tidak memiliki pasangan, apa salahnya kita mencoba terlebih dahulu. Tidak ada salahnya juga, kan?"
"Pertama, kamu adalah lelaki yang sering mempermainkan perempuan. Kedua, saya tidak bisa memiliki kekasih seorang pelukis, saya trauma dengan melukis, saya pernah diejek karena lukisan saya jelek. Ketiga, hidup saya bukan soal pasangan saja, masih banyak impian yang harus saya dapatkan, saya adalah anak yatim piatu, Haris. Saya memiliki kewajiban untuk mewujudkan mimpi kedua orang tua saya untuk kesuksesan saya. Jadi, kamu tentu sudah bisa menyimpulkan sendiri, apa yang pantas saya lontarkan untuk pertanyaan kamu itu."
"Aleena." Wajah kecewa benar-benar sudah tampak di wajah Haris. Ya, Aleena menyadari jika ucapannya itu terlalu membuat Haris sakit hati. Tapi, jika tidak begitu, Haris akan terus menerus mengganggu Aleena. Dan tentu saja, Aleena risih karena kehadiran Haris dalam hidupnya.
"Apa pekerjaan saya itu memberatkan kamu, Aleena? Apa saya berhenti saja menjadi pelukis untuk mendapatkan kamu?"
"Ini bukan hanya soal pekerjaan, Haris. Jangan pernah melakukan itu!"
"Tapi, kau terlihat membenci pekerjaan saya."
"Saya tidak bermaksud membenci pekerjaan kamu. Saya hanya mengatakan jika saya sedikit trauma jika membahas soal melukis. Dulu, saya melukis, tak sengaja gambar saya jelek karena tertumpah cat, teman-teman mengejek saya, dan dari situ saya sedikit tidak nyaman jika membahas soal melukis."
"Baiklah, kalau begitu saya benar-benar akan berhenti melukis. Tapi, kau mau kan jadi kekasih saya? Saya akan melakukan apapun demi kamu, Aleena. Kau ingin apa? Biar saya belikan. Saya pun akan mencari pekerjaan lain untuk menghidupi kamu nanti setelah kita menikah. Jadi, kau mau yah menjadi kekasih saya? Atau kau mau menjadi istri saya? Kita menikah sekarang!" ujar Haris dengan percaya dirinya.
Aleena tersentak mendengar pernyataan yang dilontarkan oleh Haris. Seolah tidak menyangka jika lelaki yang ada di hadapannya itu, berani mengatakan seperti itu disaat Aleena terang-terangan menolaknya.
"Haris, pakai akal sehatmu. Jangan melakukan apapun demi pasangan, hidup tidak harus soal pasangan, tanpa pasangan pun kamu bisa sukses dan meraih mimpi kamu dengan baik. Soal jawaban saya untuk kamu, itu bukan masalah pekerjaan saja, tapi, saya memang tidak memiliki rasa kepadamu. Soal perasaan, itu tidak bisa dipaksakan, Haris. Harusnya kau mengerti."
Haris terdiam, kekecewaan level paling atas benar-benar sudah tergambar jelas dari wajah Haris. "Kau benar, Aleena. Perasaan memang tidak bisa dipaksakan. Terima kasih telah memberikan luka kepada saya. Kau bisa sedikit tenang kali ini, saya tidak akan mengganggumu lagi," ujar Haris yang langsung melepaskan tangan Aleena.
Sorot mata kesedihan milik Haris seketika berlalu meninggalkan Aleena. Sementara Aleena terdiam melihat punggung Haris yang sudah menjauhinya.
"Saya terlalu kasar kepada Haris," ucap Aleena merasa bersalah.