Mirielle pergi mengentak kaki, meninggalkan gedung megah di mana Max masih berada di sana. Max dan semuanya.
Ia tak ingi.bernegosiasi dengan siapa pun saat ini. Hatinya sedang panas. Ia tak ingin mendemgar alasan atau bujuk rayu apa pun hanya agar dirinya tak lagi marah.
Ia akan pastikan, kekesalan kali ini tak akan pernah hilang. Ia kemudian mengambil ponselnya, menghubungi sang ayah yang pasti merupakan dalang di balik itu semua.
"Halo, sayang. Bagaimana dengan registrasinya? Apakah kau sudah mengurus semuanya?" tanya William dari seberang.
Marion sebenarnya tak ingin meluaokan kekesalannya, tetapi ini sudah keterlaluan dan di luar kuasanya.
"Kenapa Papa selalu ikut camour urusanku? Jangan katakan Max boleh memilih jurusan sesuai yang dia inginkna, sementara aku harus mengambil bisnis, ayolah, Papa ... kau tidak akan melakukan ini!"
William terdengar mendesah di seberang sana. Namun, kemudian ia berusaha menenangkan gejolak amarah sang outri kesayangannya.