Chereads / My Maid My Lover / Chapter 8 - First day

Chapter 8 - First day

"M-melayani?" tanya Anya gugup dengan suara terbata.

Anya mundur beberapa senti ketika wajah Xavier semakin mendekat.

"Kau takut padaku?" tanyanya menyeringai, menambah kengerian dalam hati Anya.

"Maksudmu aku harus tidur denganmu?" tanya Anya semakin gugup dengan keringat yang membasah di dahi, padahal udara luar dan didalam mobil sangat dingin.

Xavier tertawa lebar, seraya memegangi perutnya.

"Tentu saja tidak, bodoh. Aku bukan lelaki hidung belang," katanya.

"Lalu apa yang kau lakukan di tempat itu jika kau bukan lelaki hidung belang? Atau jangan-jangan kau tak menyukai wanita-"

"Apa! Maksudmu aku homo?" teriak Xavier keras, membuat Anya menutupi telinga dengan kedua telapak tangannya.

"M-maafkan aku, aku tidak bermaksud-"

"Diamlah!" kata Xavier lalu kembali melajukan mobilnya.

Keadaan hening setelah percakapan tadi. Di dalam kepala Anya hanya berharap satu hal, semoga yang ia lakukan sekarang bukanlah sebuah kesalahan. Bukankah bekerja menjadi pembantu rumah tangga jauh lebih baik daripada bekerja di rumah bordil itu? Tampaknya Xavier bukan lelaki yang jahat.

***

Xavier membawa Anya ke sebuah rumah besar dengan penjagaan ketat di sekelilingnya.

"Ini rumahmu?" tanyanya.

"Ya, sebaiknya tutup mulutmu sebelum salivamu menetes," kata Xavier saat Anya tanpa sadar membuka mulutnya lebar-lebar kala melihat kemegahan yang terpampang di depan matanya.

"Ada berapa banyak orang yang bekerja di rumahmu?"

"Mungkin empat puluh orang," kata Xavier santai.

"Empat puluh? Dan kau bilang masih membutuhkan asisten rumah tangga?" tanya Anya tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Kalau kau tak mau bekerja di rumahku, tidak apa-apa, aku akan mengembalikanmu ke rumah Mar—"

"Tidak, jangan! Baiklah aku mau, aku sangat ingin bekerja di rumahmu. Aku tidak mau bekerja di tempat wanita itu." Anya memohon.

Xavier tak menjawab, lalu mobil yang ia kendarai pun berhenti tepat di depan pintu rumah besar tersebut. Mereka pun turun dari dalam mobil, Xavier meminta Anya masuk ke dalam rumah besar itu.

"Selamat datang Tuan Muda," sapa lelaki berkumis tipis.

"Aku membawa asisten rumah tangga baru, cepat antarkan dia ke kamar. Aku mau istirahat dulu," kata Xavier meninggalkan Anya begitu saja.

"Perkenalkan namaku Henry, aku adalah kepala asisten rumah tangga disini. Aku akan menjelaskan apa saja yang harus kau lakukan. Sekarang ikutlah denganku, akan ku tunjukkan dimana kamarmu. Oh ya, aturan di rumah ini bagi para asisten adalah tidak boleh mengajak bicara para tuan tanpa ijin. Kau hanya bisa berbicara dengan para tuan—"

"Siapa para tuan itu?" tanya Anya menyela.

"Kau belum memberitahu ku siapa namamu?" kata Henry.

"Oh ya, tentu saja, perkenalkan namaku Anya Smith," katanya sembari mengulurkan tangan.

"Oh baiklah nona Smith, maaf aku tidak mau berjabat tangan. Aku sudah mencuci tanganku," ujar Henry dengan wajah menyebalkan. Anya melirik dengan kesal seraya menarik nafas dalam-dalam.

Henry membimbing langkah Anya menuju sebuah paviliun yang terletak di belakang bangunan utama. Dalam perjalanan menuju paviliun, Henry pun menjawab tanya Anya.

"Kau tidak diijinkan berbicara dan berkomunikasi dengan para tuan jika mereka tidak mengajakmu bicara. Para tuan adalah Tuan besar Adolfo Dmitry dan kedua putranya."

"Oh jadi Tuan Dmitry punya dua putra?" sahutnya.

"Apa maksud omonganmu?!" tanya Henry dengan memasang wajah curiga.

Anya menggeleng dan tak teruskan ucapannya. Sepertinya hal itu memang tak penting untuk dibahas.

"Kau harus bangun jam empat pagi, dan mulai bekerja. Aku akan mengajarimu besok, sekarang tidurlah." Henry membuka salah satu pintu kamar yang terletak di bangunan paviliun tersebut, lalu berniat pergi.

"T—tunggu dulu!" Anya hentikan langkah Henry.

"Apa mereka akan memberiku gaji?" tanyanya.

Henry mengerutkan dahinya, "apa agensi yang menyalurkanmu tidak mengatakan apapun?" tanyanya balik, Anya menggelengkan kepalanya.

"Akan ku tanyakan hal itu pada Tuan Adolfo, sebaiknya kau tidur sekarang."

Brak!

Henry kemudian menutup pintu kamar, meninggalkan Anya di kamar sempit itu. Meski begitu kamarnya sangat bersih, dan ketika Anya membuka lemari, ternyata di dalamnya ada beberapa tumpuk pakaian yang mungkin saja bisa Anya kenakan.

***

Byur!!

"Bangun, kau pemalas!" pekik Henry seraya menyiramkan air ke tubuh Anya.

"Ini sudah jam enam pagi, dan kau terlambat di hari pertama mu kerja!" teriak Henry yang membuat Anya menutupi telinganya.

Sadar, jika kini ia tak sedang berada di rumah sendiri, Anya pun segera beranjak dari ranjangnya. Rambut dan sekujur tubuhnya basah kuyup, setelah sepenuhnya mengumpulkan nyawanya yang berserak, Anya pun sadar jikalau kini ia sedang dilihat beberapa pasang mata yang mengintip dari balik pintu yang terbuka separuh. Semuanya gadis muda dan cantik, dan kesemuanya memakai seragam maid. Dan sialnya, semuanya kini sedang menertawakan dirinya.

"Bangun Anya! Kau harus bersiap sekarang!" Henry melemparkan seragam maid yang sama persis seperti yang dipakai gadis-gadis itu kepadanya.

"B—baik," jawab Anya terbata. Henry pun berbalik, dan berteriak-teriak kepada gadis-gadis pengintip.

"Kembalilah bekerja! Dan jangan mengintip!" pekiknya, dan para gadis itupun membubarkan diri.

Anya mendesah, "sial!" umpatnya sambil melepaskan satu per satu pakaian basahnya. Ia kemudian bermaksud langsung berganti baju tanpa mandi dan membersihkan diri.

"Kau harus mandi dulu, Nona Smith. Jangan biarkan para Tuan mencium bau busukmu!" pekik Henry lagi yang membuat Anya benar-benar terkejut dibuatnya. Bagaimana bisa pria cerewet itu tahu isi kepalanya.

Dengan langkah gontai ia berjalan menuju kamar mandi yang terletak di ujung koridor. Ia baru saja akan melangkah pergi kesana, saat tanpa sengaja ekor matanya menangkap sesosok bayangan lelaki yang tak asing.

Ia bermaksud keluar dari ruang paviliun, untuk memastikan jika yang netranya tangkap tidak salah. Namun belum sempat ia melangkah keluar, Henry ternyata masih berdiri di samping pintu paviliun sembari meneriakinya agar bergegas.

Anya kemudian berlari kecil menuju kamar mandi dan segera membersihkan diri. Hanya kurang dari sepuluh menit, ia sudah keluar dari sana dengan mengenakan seragam maid.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Anya pada Henry yang kini membelakanginya. Pria berkumis tipis dengan tubuh sedang itupun menoleh, kemudian melihatnya lalu berteriak lagi lebih keras.

"Apa kau tidak bisa berdandan?!"

Anya menggeleng dengan polosnya.

"Apa kau tidak lihat para gadis tadi? Mereka semua berdandan dengan sangat cantik!"

"A—aku tidak bisa berdandan," kata Anya jujur.

Henry melenguh kesal, lalu menarik Anya ke kamarnya. Disana ia mencari sesuatu di dalam nakas di samping ranjang, dan menemukan sebuah kotak berisi peralatan make up.

"Aku akan membantumu sekali ini saja, setelah ini kau harus belajar untuk mendandani dirimu sendiri."

"Apa aku harus berdandan setiap hari? Bukankah disini pekerjaan ku hanya sebagai pembantu rumah tangga saja?"

"Ya kau hanya pembantu disini, akan tetapi memang begini aturannya. Tuan Dmitry menyukai kecantikan dan keindahan, oleh sebab itu ia ingin para asisten rumah tangga disini untuk selalu tampil cantik."