Silva duduk di jok belakang sedangkan Anya berada di depan bersama Xav. Setelah sesaat sebelumnya mampir ke makam ibu Anya, mereka pun meneruskan perjalanan menuju pondokan milik Mr. Barry.
"Anya ..." Keheningan yang sedari tadi membungkan, akhirnya cair saat Silva beranika diri memanggil sepupunya. Anya pun menoleh, masih dengan mata sembab karena ia tadi tak dapat menahan tangis ketika berada di makam sang ibu.
"Ya?"
"Maafkan aku. karena aku, kau harus melalui semua ini."
Xav melirik gadis di sampingnya dengan isi kepala yang penuh tanya. Ia sama sekali tak mengerti dengan arah pembicaraan Silva.
"Ini bukan salahmu, aku sudah berjanji kepadamu, jadi akan ku usahakan untuk menepatinya," tanggap Anya.
"Janji?" Xav mengerutkan keningnya.
Anya mengangguk.
"Maafkan aku, jika aku tidak mengatakan tentang hal ini sebelumnya." Suara Anya masih terdengar parau, sisa-sisa kesedihan masih nampak.
"Apa maksudmu?" Xav sedikit meninggikan suaranya.