Banyak sekali yang ingin Bella ketahui, namun dirinya tidak tahu harus bertanya kepada siapa, dan akhirnya memilih untuk mengalah.
"Mungkin memang ini jalan takdir yang harus aku terima," batinnya Bella yang sudah mulai pasrah, dan bahkan ia duduk dengan tenang.
Mobil pun berhenti di sebuah pusat pembelanjaan besar di kota Bavaria. Tuan Saga juga meminta agar Bella yang mendorong kursi roda miliknya, dan tetap ditemani oleh kedua asisten pribadi.
Memasuki sebuah tempat belanja gaun-gaun yang indah, namun Bella kebingungan hingga membuatnya bertanya. "Maaf, Tuan Saga. Sebenarnya untuk apa kita harus datang ke tempat ini?"
"Mau tidur! Ya cari gaun buat kamu lah. Udah deh jangan banyak tanya," cetus Tuan Saga dengan nada ucapannya yang tidak enak didengar.
Terlebih diam-diam para pegawai gaun tersebut menahan tawa di saat mendengar Tuan Saga memarahi Bella.
Sontak membuat Bella mengerutkan keningnya ketika ia merasa sedang dipermalukan, lalu batinnya berkata. "Kalau bukan karena dia punya kekuasaan tinggi, aku sudah membalas perbuatannya."
"Sam, segera pilihkan gaun yang cocok untuk nanti malam beserta dengan pakaian santai. Sedangkan kamu, Bian. Tolong Carikan tas branded serta sepatu untuk Bella," perintah Tuan Saga kepada asisten pribadi, bodyguard, dan sekaligus tangan kanan di perusahaannya.
"Siap, Tuan Saga," sahut mereka berdua secara bersamaan.
Beberapa kali Bella mencoba mengganti pakaiannya, dan semua perlengkapan untuk acara makan malam telah selesai dipilih, kini mereka kembali ke mobil. Namun, tiba-tiba saja membuat Saga mengingat sesuatu tentang calon istrinya itu.
"Di malam pertama aku akan memintamu untuk melakukan tarian salsa denganku," batinnya.
Malam pun tiba, dan sesuai dengan rencana Saga telah menyusul sebuah acara makan malam dengan penuh keheningan, tapi anehnya Bella tidak melihat satupun kerabat dari keluarga Saga, dan membuatnya semakin kebingungan.
"Tuan Saga, katamu kalau kita akan makan malam dengan keluarga, lalu di mana keluargamu?" tanya Bella.
"Apa kamu tidak melihat keluargaku di sana?" Saga menunjuk kearah tiga bingkai foto yang sudah diletakkan masing-masing di atas kursi untuk mengisi kekosongan meja makan.
"Tuan Saga, tapi itu hanya benda. Maaf, apa yang sebenarnya terjadi dengan keluargamu?" Bella merasa jika sikap dan tingkah laku dari pria itu membingungkan. Namun, ia belum tahu banyak hal tentang keluarga ini.
"Dulu aku memiliki keluarga yang utuh, bahkan kebahagiaan selalu aku rasakan, tapi lima tahun terakhir semuanya berubah ketika aku harus menghabiskan masa mudaku dengan duduk di atas kursi roda ini. Namun, yang paling membuatku terpukul di saat melihat adikku sampai sekarang masih terbaring koma, dan kedua orangtuaku pergi untuk selamanya. Jadi, duduklah dan jangan banyak tanya," sahut Saga dengan memberitahukan sekilas tentang dirinya.
"Maafkan aku, Tuan Saga." Bella merasa bersalah dengan pertanyaannya itu. Ia hanya bisa melanjutkan acara makan malam sembari terus memperhatikan satu-persatu bingkai foto milik keluarga Saga.
Tidak ada perbincangan hangat apalagi keceriaan, namun hanya ada keheningan yang ikut serta di tengah-tengah makan malam mereka berdua. Saga selalu bersikap dingin, dan sama sekali tidak menatap kearah Bella. Rasanya seperti menghadiri sebuah pesta pemakaman yang penuh duka.
Berawal dari pertemuan itu, Saga segera melangsungkan pernikahannya dengan Bella. Hanya ada kerabat dekat yang ikut menghadiri pesta pernikahannya. Dalam pesta pernikahan, Bella membantu Saga untuk mendorong kursi roda, dan ayahnya menatap dengan tatapan penuh kasihan ketika kedua mempelai pengantin tiba di atas pelaminan.
Tidak sanggup melihat sang anak harus memilih menikah dengan keputusan yang sama sekali tidak diinginkannya. Hal itu membuat Ayah Freedy meninggalkan acara pesta sebelum waktunya berakhir.
"Maafkan Ayah, Bella. Atas kesalahan orang lain kamu yang harus menanggung semua beban ini. Tapi, Ayah harap kamu bisa ikhlas menerima Tuan Saga menjadi suamimu," gumam Ayah Freedy. Hatinya hancur, namun ia mencoba yakin bahwa Bella akan bahagia.
Semua tamu undangan yang datang memberikan selamat kepada mempelai pengantin, namun sejak tadi Bella tidak melihat ayahnya datang mendekat. Perasaannya merasa khawatir ketika ayahnya pergi dengan tiba-tiba dari pesta pernikahan.
Raut wajah Bella terlihat cemas, dan Saga juga merasa kesal ketika Bella seperti tidak menghormati pesta pernikahan mereka.
"Hey, bisa tidak kamu tersenyum sedikit saja? Apalagi tamu sedang memberikan ucapan selamat untuk kita." Saga dengan suaranya yang pelan.
"Maafkan aku, Tuan Saga. Tapi, aku ingin bertemu dengan ayahku." Bella segera melangkah pergi, dan mengabaikan semua orang.
Sam dan Bian segera berlari mengikuti langkahnya Bella, dan mereka berhenti ketika Bella berdiri di depan pintu gerbang dengan air mata yang pelan-pelan mulai menetes.
"Nona Bella, sebaiknya Nona kembali masuk ke dalam. Jangan sampai membuat Tuan Saga marah," ucap Sam dengan perlahan demi kebaikan wanita itu.
"Tapi, aku ingin bertemu dengan ayahku? Bisakah kalian mengantarkan aku untuk pulang? Sebentar ... saja." Bella memohon sembari ia menyatukan kedua tangannya dihadapan mereka.
Dengan perlahan kedua pria itu menggelengkan kepalanya, lalu berkata. "Maafkan kami, Nona. Semua perintah akan kami turuti jika Tuan Saga yang memintanya. Jadi, sekarang kembalilah demi kebaikan kita semua."
"Please!"
"Mari, Nona, kita masuk."
Meskipun ada sedikit kekacauan di dalam pesta pernikahan itu, tapi tetap berakhir dengan membaik. Satu-persatu para tamu undangan pulang, dan sekarang hanya tinggal Bella yang sedang terduduk dalam diam. Ia bahkan hanya bisa mengamati Saga yang sedang mengobrol santai dengan kedua asisten pribadinya.
Memilih untuk pergi, namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Membuat Bella menoleh ke belakang.
"Mau mencoba kabur lagi?" tanya Saga tanpa melepaskan genggamannya itu.
"Tidak, Tuan Saga. Aku hanya ingin masuk ke dalam kamar karena tubuhku merasa kelelahan."
"Oh, aku tahu. Jadi, kamu begitu menantikan malam pertama kita ya? Sabar dulu dong, sayang. Nanti kita juga akan masuk kamar," sahut Saga sembari dengan memperlihatkan senyuman manisnya.
Baru kali ini Bella melihat pria itu bisa tersenyum sangat manis, bahkan sampai matanya tidak berkedip. Selama ini Bella hanya bisa melihat tatapan tajam. Namun ternyata, Bella akhirnya melihat wajah tampan dengan penuh keceriaan. Meskipun ia merasa takut untuk melewati malam ini.
Membuat Bella terdiam ketika Saga sedang membahas persoalan malam pertama. Ia bahkan tidak kepikiran sampai sejauh itu.
"Malam pertama? Bahkan aku tidak pernah membayangkannya," batinnya Bella.
Diamnya Bella, membuat Saga semakin melangkah mendekat dengan senyuman manis yang tiada hentinya ia perlihatkan. Walaupun kursi roda menjadi penghalang untuk semakin dekat, tapi dengan perlahan Saga menggenggam tangan istrinya itu.
"Kenapa kamu diam saja, sayang? Kamu pasti sedang menunggunya ya?" tanya Saga dengan sengaja untuk membuat Bella salah tingkah.
Sesuai dengan perkiraan Saga, kedua pipinya Bella sampai memerah. Tapi dengan cepat, wanita itu mengalihkan pandangannya.
"Ya ampun, bagaimana ini? Apakah Saga akan tetap meminta haknya sebagai suami?" batinnya Bella dalam kecemasannya.