Chereads / Aksel Birendra / Chapter 12 - Peculiar

Chapter 12 - Peculiar

Semula berkas-berkas berdatangan di hadapan Aksel. Bertumpuk menjadi satu.

"Apa yang kurang dengan fasilitas di sini?"

"Hampir semuanya memuji Pak, hanya saja ada sedikit kekacauan malam lalu," manajer tersebut menjelaskan dengan takut, terlihat dari wajahnya yang menunduk dan tidak mau menatap Aksel 

Aksel berdiri dan berjalan pada suatu ruangan. Edric menyadari hal itu, tentu saja ia sangat paham apapun makna tersirat dari Aksel, berbeda dengan Anna yang masih belum mengetahui semuanya.

"Kita lanjutkan pembicaraan ini di ruangannya."

Semua yang berkepentingan diharuskan mengikuti Aksel. "Pak, ruangannya Pak Aksel ada sendiri?" Edric hanya menganggukkan kepalanya. 

Semuanya masuk ke ruang Aksel. Tidak semua, beberapa saja, Edric, Anna, Manajer hotel, kepala staf yang berada di dalam sana. 

"Apa ruangannya Pak Aksel selalu dijaga begini?" tanya Anna penasaran karena melihat 4 bodyguard berbadan kekar di pintu ruangan Aksel.

"Iya, hanya di depan ruangan selain kantor kita bekerja saja."

Anna yang paham mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Untuk apa semua laporan ini?" tanya Aksel yang kini duduk di mejanya. 

Suasana menjadi lebih tegang karena Aksel menghamburkan tumpukan berkas laporan tersebut.

"Saya tahu laporan ini! Yang saya tanya kenapa masalah itu terjadi?"

"Maaf, Pak. Masalah yang mana? Setahu saya hotel kita sangat baik di mata siapapun sehingga tidak ada berita buruk."

"Begitu? Lalu pesta apa yang diadakan dini hari sampai turis asing hendak kemari?"

Manajer tersebut tampak ketar ketir dibuat Aksel. Kini, Aksel bukan lagi duduk di mejanya. Namun, ia semula merapikan jas manajer tersebut, dan yang mengejutkan adalah ia menarik dasi hingga melilit leher manajer tersebut. 

Anna membelalakan matanya, ia kaget dengan perlakuan Aksel yang seperti itu. Tampak sangat kasar.

"Katakan yang jelas apa gajimu kurang? Gadismu kurang banyak? Hah!"

"Maaf Pak, saya tidak tahu jika kabar itu sampai terdengar oleh Pak Aksel. Saya yakin tidak akan ada kejadian tersebut kembali."

"Kamu pasang berapa tarifnya?"

"Saya tidak tahu, Pak."

"Tapi rekeningmu bertambah sangat banyak, kerjamu sangat keras sekali."

Aksel menyeringai. "Berapa banyak yang memesan videonya?" imbuh Aksel kembalu.

"Maaf Pak saya tidak tahu video tersebut."

"Masih pura-pura bego! Hidupmu akan sulit jika tidak mau mengikuti apa yang saya katakan!"

Manajer tersebut terjatuh dan berlutut di depan kaki Aksel. Di hadapan semua orang dalam ruangan tersebut ia berlutut. 

"Kamar nomor berapa yang kamu gunakan?"

Manajer tersebut gak berani menjawabnya, hingga Aksel berjongkok dan meraih dagu manajer tersebut.

"Apa gunanya bibirmu ini! Hanya untuk membual jalang!" Aksel semakin menekan dagu tersebut dan tampak sangat menyakitkan. "Katakan kamar mana yang kalian pakai!!!"

"2—7," jawabnya gemetar. Aksel segera membanting wajahnya dan berdiri. Merapikan kerah jasnya. 

"Urus dia! Jangan sampai lolos!" ucap Aksel pada Edric. 

"Kamu ikut saya," perintah Aksel dingin pada Anna. Mereka bergegas menuju kamar yang dikatakan oleh manajer tadi.

27, nomor itu akan menguak semuanya. Semula Aksel membuka kamar tersebut dengan raut wajah yang sudah sangat kesal. Kamarnya bukan sebagai kamar lagi akan tetapi sudah seperti bar. Tempat berpesta ilegal.

Aksel berkeliling mencari-cari sesuatu. "Kamu temukan apa pun yang mencurigakan."

Dengan langkah kaki yang ragu namun ia harus tetap berjalan. Ia menyisiri beberapa sudut. Namun, ia berpikir jika benda-benda mencurigakan tidak akan ditaruh pada tempat yang mudah dijangkau. 

Sebuah vas bunga di dekat televisi membuatnya penasaran. Ia mengambil kurai untuk mengambilnya. 

"Apa yang kamu temukan?"

Anna membelalak, ia menemukan kamera tersembunyi di vas tersebut. Bukan hanya satu dalam vas tersebut. Bunga tersebut memiliki 5 mahkota maka kelimanya berisi kamera tersembunyi. 

Aksel tampak kesal. Selain Anna, Aksel juga menemukan di tempat lain.bukan hanya itu bahkan Aksel menemukan sekotak alat kontrasepsi yang masih baru. 

Bruk! Semua benda yang ia temukan di banting. Aksel begitu murka. "Panggil manajer keparat itu suruh ke sini!"

Suruhan Aksel segera pergi dan manajer tersebut datang bersama Edric.

Setibanya Manajer tersebut, Aksel mengepalkan tangannya dan meninju wajar manajer tersebut.

"Saya sudah katakan, kalau mau buat kesalahan bukan di sini tempatnya! Bodohnya jangan keterlaluan, untuk apa jabatan tinggi sebagai manajer tapi malah membuat acara murahan hah!"

"Pak, saya mohon maafkan saya," ucapnya disela pukulan Aksel.

"Muka saya hampir kotor karena ulahmu! Kamu harusnya bisa menaikkan pengunjung bukan dengan cara ini, bodoh!! Kalau mau bermain ada tempatnya bukan di sini!"

Aksel melayangkan pukulannya kembali. "Berapa banyak sudah menyebar? Jawab!!"

"Li—ma puluh informan Pak."

"Katakan di mana semua datanya!"

"Ru—angan sa—ya."

"Cari data 50 orang tersebut!" bentak Aksel.

Aksel melepaskan cengkeramannya dengan kasar.

Semua data yang diminta Aksel telah terkumpul beserta bukti-bukti jika hotel tersebut membuka tempat asusila yang ilegal. Sebelum pihak kepolisian bertindak, Aksel jauh lebih cepat.

"Anna!"

Anna tersentak dengan panggilan Aksel "Iya Pak."

"Apakah ini melanggar hukum?"

"Tentu Pak, karena diatur dalam perundang-undangan."

"Sebutkan dan jelaskan hukuman untuk berengsek ini."

"Rujukan normatifnya ada di dalam Undang-undang NO. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang No. 19 Tahun 2016 (UU-ITE). Terkait sanksi atas tindakan penyadapan diatur di dalam pasal 47 UU-ITE, rumusan normanya adalah setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)," papar Anna seperti ada undang-undang dalam otaknya.  (Ini dikutip dari sebagian pasal dalam UUD 1945)

Beberapa di antaranya takjub namun tidak dengan Aksel. Ia hanya menyeringai. 

"Gajimu tidak sampai dengan dendanya, dan hidupmu mungkin tidak akan 10 tahun bodoh!"

"Pak, saya mohon jangan penjarakan saya. Saya bisa memperbaikinya, saya mohon," manajer itu memohon hingga bersujud pada kaki Aksel. 

Aksel membuka ponselnya, tersenyum sendiri "Rupanya uangmu hampir menembus denda, kerja kerasmu luar biasa, hmm?"

Ternyata Aksel menerima laporan jumlah uang yang ada dalam rekening manajernya tersebut. 

"Pak Aksel, saya mohon. Saya butuh uang, keluarga saya akan susah, Pak."

"Saya tidak punya urusan dengan keluargamu! Saya juga tidak akan bodoh memasukkanmu ke polisi. Saya jauh lebih pintar darimu!"

"Saya siap melakukan apapun Pak, ampuni saya," ucap Manager tersebut dengan tangisan dan luka pada wajahnya begitu membiru.

"Bawa dia ke tempat biasa," Aksel memberi perintah pada suruhannya. Manajer itu akan menerima hukuman atas perbuatannya dengan cara Aksel sendiri.

"Pak, mau dibawa ke mana?"  Bisik Anna pada Edric yang jelas belum mengetahuinya.

"Lama-lama kamu akan tahu sendiri, rumit jika dijelaskan."

Manajer tersebut tentu tahu ia akan menuju ke mana. Sebab itu itu menangis meraung-raung. Semakin ia mengemis maaf dari Aksel maka semakin senang Aksel menyiksanya dengan caranya sendiri. 

"Bersihkan semuanya! Saya tidak mau tersisa sampah sedikit pun!"