Chereads / When Love Knocks The Billionaire's Heart / Chapter 27 - The Mortal Arrow 9

Chapter 27 - The Mortal Arrow 9

Hembusan angin yang lembut membelai wajah William dan Esmee. Aroma kayu yang lembab membuat William menarik nafas dalam-dalam. Bibirnya hampir menyentuh bibir Esmee ketika ia tiba-tiba memalingkan wajahnya. William mendengus pelan lalu beringsut dari tubuh Esmee dan duduk sambil membelakanginya.

"Maaf," ujar William. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan sambil memejamkan matanya. Setelah itu William segera bangkit berdiri.

"Apa yang aku lakukan?" gumam William di dalam hatinya. Ia merutuki apa yang hampir terjadi antara dirinya dan Esmee. Jika ia tidak segera memalingkan wajahnya, ia pasti sudah mencium bibir Esmee.

"Kau baik-baik saja?" tanya Esmee.

William segera menoleh pada Esmee. Gadis itu sudah berdiri di belakangnya dan menatapnya dengan penuh keheranan. William kemudian menganggukkan kepalanya. Ia menelan ludahnya ketika melihat wajah Esmee dan mencoba untuk bersikap tenang.

"Ayo kita makan," ujar William. Ia kemudian kembali duduk di batang pohon yang tadi ia duduki dan segera mengambil sandwich miliknya. Setelah itu William segera memakan sandwichnya tanpa menoleh sedikitpun pada Esmee.

Esmee duduk di sebelah William. Ia mengambil sandwich miliknya dan ikut makan di sebelah William. Keduanya tidak banyak bicara dan hanya memakan makanan yang ada di tangan mereka. Sesekali Esmee melirik ke arah William yang memakan sandwich-nya dengan sangat cepat.

"Hati-hati, kau bisa tersedak," ujar Esmee.

William mengangguk pelan sambil tetap memakan sandwich-nya. Ia berusaha untuk tidak menatap Esmee dan ingin buru-buru menghabiskan makanannya agar mereka bisa segera pergi dari tempat tersebut.

"Kau tidak perlu memikirkan yang barusan," ucap Esmee.

Ucapan Esmee seketika membuat William terbatuk-batuk. Esmee langsung menoleh pada William dan menepuk-nepuk punggungnya. Ia tertawa pelan sambil menepuk punggung William. Setelah William sedikit lebih baik, Esmee segera meraih gelas dan menuangkan air mineral ke dalam gelas tersebut. Esmee lalu memberikan gelas tersebut pada William.

"Terima kasih," ujar William sambil menerima gelas yang disodorkan Esmee padanya. Ia segera meneguk habis air mineral yang ada di dalam gelas tersebut.

Sementara itu, Esmee kembali melanjutkan makannya. "Tenang saja, anggap saja yang tadi tidak pernah terjadi."

William menganggukkan kepalanya. Meski begitu di dalam hatinya William masih merasa bahwa ia tidak bisa melupakannya begitu saja. William merasa Esmee sudah membuat kekacauan di dalam hatinya. Ia kemudian berinisiatif untuk membuka wine yang sudah mereka bawa. William ingin menjernihkan pikirannya sedikit dengan meminum segelas wine.

Selagi William membuka botol wine, Esmee hanya diam dan menikmati sandwich-nya. Matanya memandang ke arah Chateau de Saint-Ulrich yang ada di seberang tebing. Setelah berbulan-bulan merasakan tekanan berat karena mengelola restoran, untuk pertama kalinya, Esmee merasa beban itu sedikit terangkat dari bahunya. Ia akhirnya bisa bersantai sejenak tanpa perlu memikirkan apa yang terjadi di restoran.

"Terima kasih sudah membawaku ke sini," ujar Esmee pada William. Pandangan matanya tetap mengarah pada Chateau meskipun ia sedang berbicara pada William.

William menggumam pelan. Ia masih berusaha membuka tutup botol wine yang akan ia minum. "Ah, sial! Kenapa ini sulit sekali?"

Esmee akhirnya mengalihkan perhatiannya pada William. Ia kemudian meletakkan sandwich miliknya. "Berikan padaku. Biar aku yang membukanya."

William menatap Esmee sebentar. "Tidak perlu. Aku bisa membukanya."

"Sudahlah," ujar Esmee. Ia segera merebut botol wine dari tangan William. Ia kemudian memutar corkscrew sampai menyisakan satu lengkungan di atasnya. Setelah itu, Esmee menarik perlahan gabus yang digunakan untuk menutup botol wine.

"Plop!" gabus penutup botol wine akhirnya terlepas.

Esmee segera mengambil lap untuk membersihkan bibir botol dari sisa-sisa gabus yang mungkin masih tersisa. Ia lalu mengambil gelas wine dan menuangkan wine tersebut ke dalam gelas. Setelah itu, ia memberikannya pada William.

"Terima kasih," ujar William.

"Anytime," sahut Esmee. Ia kemudian ikut mengambil gelas wine dan menuangkan wine untuk dirinya.

"Kau tidak menghabiskan sandwich-mu?" tanya William.

"Aku sudah kenyang," jawab Esmee. Ia lalu segera meminum wine yang ada gelasnya.

William menghela nafas panjang sambil menatap Esmee. Setelah Esmee selesai meminum wine-nya, William mengambil gelas wine yang ada di tangan Esmee.

"Kau harus menghabiskan makananmu. Kau mau jatuh sakit lagi seperti kemarin? Cepat habiskan makananmu," ucap Wiliam tegas.

Esmee menatap William sebentar. Ia kemudian mendengus pelan dan kembali mengambil sandwichnya yang baru ia makan setengahnya. "Kau tadi mengatakan kalau aku berat. Aku jadi kehilangan nafsu makanku."

William berdecak pelan. "Sudahlah, habiskan saja makananmu. Jangan pedulikan berat badanmu. Aku lebih peduli pada kesehatanmu ketimbang berat badanmu."

Ucapan William serta merta membuat pipi Esmee kembali merona. Ia melirik William sambil mengigit sandwich yang di tangannya. Esmee kemudian sedikit menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan pipinya yang kemerahan.

Sementara itu, William menikmati wine yang dituangkan Esmee sambil memandangi Chateau de Saint-Ulrich dan lembah yang membentang di bawah Chateau. Ia menghela nafas panjang. Sesekali William melirik Esmee untuk memastikan gadis itu benar-benar menghabiskan makanannya.

----

"Kemana dia pergi? Kenapa dia tidak bisa dihubungi," gumam Charles yang sedang berusaha untuk menghubungi William.

Charles sudah berkali-kali mencoba menghubungi William sejak kedatangan mendadak Alexander Hunter di rumah tinggal mereka. Akan tetapi, ponsel William sama sekali tidak bisa dihubungi. Operator telepon mengatakan bahwa nomor ponsel William sedang berada di luar jangkauan area.

"Kau masih belum bisa menghubunginya?" tanya Naomi ketika ia menghampiri Charles yang sedang mencoba menghubungi William di kamarnya.

Charles tersenyum kecut pada Naomi. Ia kemudian menggelengkan kepalanya. "Apakah itu tandanya Tuan Alexander akan membunuhku?"

Naomi tertawa pelan menanggapi ucapan Charles. "Tidak. Dia tidak akan membunuhmu. Dia bahkan tidak pernah membunuh lalat. Orang-orangnya yang biasa melakukan itu atas perintahnya."

Charles menelan ludahnya. "Please, Naomi. Aku tidak tahu ke mana William pergi. Dia hanya mengatakan dia mau pergi mencari udara segar. Padahal udara di sini sudah cukup segar. Entah udara segar macam apa yang ia cari."

"Naomi! Kemarilah!" teriak Alexander dari ruang depan rumah tinggal William dan Charles.

Naomi menarik nafas panjang. "Dia sudah memanggilku. Setidaknya kau harus memberikanku alasan."

"Katakan saja, William akan langsung menemuinya setelah dia kembali. Aku sendiri yang akan mengantarnya ke depan kamar Tuan Alexander," ujar Charles.

"Hmmm, baiklah. Aku akan coba sampaikan padanya," sahut Naomi.

"Tolong, Naomi."

Naomi menganggukkan kepalanya. "Aku akan berusaha."

"Aku berhutang padamu," ujar Charles.

Naomi mendengus pelan. Setelah itu, ia kembali menutup pintu kamar Charles dan segera menghampiri Alexander yang sedang duduk di ruang depan. Charles menghela nafas panjang setelah Naomi meninggalkan kamarnya. Ia kemudian meletakkan ponselnya dan segera keluar dari kamarnya.

Ketika Charles keluar dari kamarnya, ia melihat Alexander sedang berdiri dari tempat duduknya. Charles kemudian melirik pada Naomi dan dibalas dengan anggukan pelan oleh Naomi. Charles terkesiap ketika Alexander menatap tajam ke arahnya.

"Pastikan anak itu datang menemuiku," ujar Alexander pada Charles.

"Si, Monsieur," sahur Charles sambil menganggukkan kepalanya.

Alexander mendengus pelan lalu ia segera berjalan pergi meninggalkan rumah tersebut. Charles langsung merosot di tembok begitu Alexander keluar dari rumah tinggalnya.

"Aku akan membunuhmu, William," rutuk Charles.

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.