Brak!
Meja di depannya Shayna pukul cukup kencang hingga telapak tangannya memerah. Dia marah besar. Dan dengan segenap kekuatannya, dia melampiaskan amarah yang ada dalam dirinya dengan cara itu. Cara yang sialnya malah menyakiti Shayna sendiri.
Ingin meringis kesakitan, namun gengsi. Alhasil yang bisa dia lakukan hanyalah menahan.
"Siapa yang memerintah kamu untuk meneror saya dan apa yang dia minta?" Tanya Shayna.
Dilihatnya seorang pria berperawakan tinggi jangkung dengan rambut panjang sebahu. Auranya begitu negatif. Dan senyumnya terlihat licik. Shayna tidak tau apakah pria di depannya ini sama dengan pria yang berniat menembaknya. Akan tetapi, karena tersangka yang ada hanyalah si sialan ini, mau tidak mau shayna hanya bisa percaya saja.
Sudah lima belas menit Shayna menanyakan hal yang sama. Dan jawaban yang dia dapatkan juga tak ada bedanya,
"Seseorang yang pastinya memiliki dendam padamu, sexy…" balas pria yang dia ketahui bernama Ferdi. Pria yang kini menjadi tersangka utama atas tragedi hari itu.
Dari catatan kriminal yang Shayna dapat, bukan sekali Ferdi melakukan hal sekeji ini. Dia terbilang sering keluar masuk penjara. Akan tetapi, kebanyakan kasus yang membuatnya menjadi langganan kandang besi tak lain dan tak bukan adalah kasus pencurian. Ferdi adalah pencuri yang handal.
"Siapa orang itu?" Tanya Shayna lagi. Tangannya memcekram kuat rahang Ferdi, namun tak berpengaruh besar pada Ferdi yang keukeuh untuk tidak mengatakan apapun.
"Siapa orang itu, Ferdi? Saya akan membebaskan kamu jika kamu mau memberitahu saya siapa dalang dari semua ini?" Shayna menghempas wajah Ferdi sampai memaling ke belakang. Jika saja tangannya tidak diborgol, mungkin Ferdi akan melawan.
Ferdi berdecak pelan. "Tawaran yang kamu berikan terlalu rendah, Nyonya Cantik…"
Mendengarnya membuat Shayna semakin geram. "Kau bukan pelakunya 'kan?" Sinis Shayna, tersenyum miring.
Ferdi diam, menatap Shayna kosong. Meski begitu, Shayna bisa melihat pupil mata Ferdi melebar. Sedetail itu Shayna. "Kau bukan pelakunya, Ferdi. Kau bukan orang yang menembakku." Kata Shayna lagi.
Manik mata Ferdi berputar malas. Dia kini berusaha meyakinkan Shayna bahwa dirinya lah yang melakukan ini semua. Dia tidak tau mengapa Shayna bisa berpikir demikian. Dia tidak tau apa yang Shayna temukan dari dirinya sampai bisa percaya diri mengatakan hal tersebut. Dan Ferdi mengumpat karenanya.
"Aku yang menembakmu, Nyonya Sexy. Aku yang menembakmu sampai lenganmu terluka." Kata Ferdi.
Shayna tertawa kecil. Dia duduk di kursi, menatap ke arah tangan Ferdi yang tidak sengaja dia lihat tadi. "Kamu tidak akan bisa menembak dengan jari telunjuk yang terluka seperti itu." Dagu Shayna terangkat, mengarah pada jari telunjuk Ferdi.
Mendengar itu, Ferdi panik. Dia langsung mencari alasan. "Ini baru luka kemarin."
"Itu tidak terlihat baru. Saya bukan perempuan bodoh, Ferdi. Saya cerdas. Meski saya bukan lulusan mahasiswa kedokteran, tetapi saya memiliki banyak koneksi dokter. Baik dokter spesialis maupun dokter umum. Dan aku belajar banyak dari mereka." Shayna mencondongkan tubuhnya, mengintimidasi Ferdi. "Kamu bukan pelakunya, Pak Ferdi. Kamu hanya seseorang yang dijadikan kambing hitam di sini. Bukan begitu?"
Ferdi semakin gelagapan dibuatnya. Dia tidak tau jika yang dia hadapi ternyata bukan sembarang wanita. "Aku luka karena menembak. Makannya tembakanku melenceng, Nyonya Sexy."
Shayna tertawa terbahak-bahak. Tawa yang terdengar begitu menyeramkan untuk Ferdi. "Itu bukan tembakan yang melenceng, Pak Ferdi. Itu tembakan yang sengaja dibuat melenceng. Ah, begitu saja gak tau. Bagaimana Bapak ini? Ck! Ck! Sudahlah. Percuma saya meluangkan waktu saya untuk orang yang ternyata hanya suruhan si pelaku. Lebih baik saya makan soto di restoran favorit saya." Shayna beranjak, hendak pergi dari sana.
Sebelum Shayna pergi, Ferdi berteriak histeris. "Nyonya Shayna, saya terima tawaran anda! Biarkan saya pergi dari sini. Tuan akan membunuh saya karena saya gagal. Tuan tidak akan membiarkan saya hidup. Saya terima tawaran Anda sebelumnya!" Teriak Ferdi histeris.
Shayna tersenyum miring, memutar tubuhnya kembali.
Dia berdiri persis di hadapan Ferdi. "Jadi, siapa pelakunya dan apa motif dari si pelaku? Apa yang dia inginkan sampai melakukan cara murahan seperti ini?"
"Dia memiliki dendam pada Anda. Yang dia inginkan bukan membunuh anda. Melainkan membuat Anda bunuh diri. Dia mengenal Anda. Saya tidak tau siapa identitas aslinya. Akan tetapi, seseorang yang menyuruh saya memanggilnya dengan sebutan Tuan Al—"
Dor!
Cekrek!
"Ay! Lo gak apa-apa?" Sagara masuk ke dalam ruangan diikuti oleh beberapa orang polisi yang tadi berjaga di luar. Mereka masuk saat mendengar suara tembakan.
"Ay!" Saat tubuhnya diguncang oleh Sagara, barulah Shayna tersadar. Dia melotot, memekik kaget melihat Ferdi sudah terkapar tidak berdaya dengan darah di bagian dada.
"Shit! Dia tidak boleh mati, dia tidak boleh mati!"