Tante Mae membiarkan Laksmana mengobrol berdua dengan Mira di pos ronda, meskipun wanita itu belum bisa memaafkan si gadis urakan. Dia tidak ingin anaknya terus murung di rumah. Wanita itu tahu, setiap kali bersama Mira, Laksmana selalu bisa tersenyum ceria.
"Duduknya nggak usah deket-deket, jaga jarak, bukan mahrom. Takut ada setan lewat!" tukas Tante Mae sembari masuk ke rumahnya yang megah sembari membanting pintu sehingga Mira terlonjak.
Mira terdiam beberapa saat sebelum akhirnya memulai percakapan.
"Tante Mae galak banget, ya, Mas," ucap Mira.
"Eh, maaf, Mas ...," lanjut gadis itu sambil membekap mulutnya yang lancang.
Laksmana hanya tertawa menanggapi perkataan Mira. Dipandanginya gadis yang suka bertindak semaunya sendiri itu selama beberapa detik, lantas bergegas dipalingkan pandangannya ke arah lain seraya beristighfar.
'Ish! Nggak boleh dilihat begitu, Laksmana. Nanti khilaf! Astaghfirullah ...,' gumamnya dalam hati, mengingatkan diri sendiri.
"Hmmm ... untung aja anaknya nggak ikut-ikutan galak, ya." Mira kembali berkata.
Mira melirik pemuda tampan di sampingnya sekilas, lalu pandangannya beralih ke depan, kemudian hening. Keduanya terdiam, bergelut dengan pikiran masing-masing.
Sementara itu, tak jauh dari pos ronda, Santi tengah mengawasi Mira dan Laksmana yang sedang duduk berdua. Tatapannya menyiratkan rasa cemburu. Gadis itu tak suka melihat Mira dan pemuda yang dia sukai berdekatan seperti itu.
"Ish, Mira ganjen amat, sih. Katanya mau ke rumah Tika, malah di situ sama Mas Laksmana. Huh!" gerutu gadis itu seraya memajukan bibirnya..
Di saat sedang fokus memperhatikan Mira dan Laksmana yang sedang berduaan, sebuah tepukan di pundak mengagetkan gadis itu.
"Astaga, Tika. Elu bikin gue kaget aja!" pekik gadis itu dengan suara tertahan.
"Ya, maaf, San. Lagian, kamu lagi ngapain, si? Main petak umpet?" tanya Tika dengan kening berkerut.
"Lagi main gobak sodor!" tukas Santi sembari melotot ke arah Tika.
"Ih, gobak sodor nggak begini mainnya. Harusnya kamu—" Santi membekap mulut Tika sebelum menyelesaikan kalimatnya. Lalu, diperintahkannya Tika untuk diam.
Santi kembali mengintip. Mira dan Laksmana tertawa-tawa, membuat Santi, yang juga menaruh hati pada Laksmana menjadi semakin merasa panas.
"Udah, nggak usah ngintip-ngintip, entar bintitan. Kita ke sana aja, yok. Gabung," ajak Tika.
Lengan Santi diseret Tika dengan paksa. Mereka menuju ke pos ronda, menghampiri Mira dan Laksmana.
Melihat kedatangan Santi dan Tika, Laksmana semakin senang. Baginya, ketiga personil Geng Mirasantika itu sangat asik untuk diajak mengobrol. Mereka yang suka bercanda dan berkata apa adanya, membuat Laksmana merasa nyaman dan terhibur ketika berada di tengah-tengah para gadis itu.
"Wah, kamu gimana, sih, Mir. Katanya mau ke rumah aku? Malah di sini?" protes Tika. Bibirnya maju beberapa senti.
Mira hanya menanggapi dengan senyuman lebar. Sementara Santi, menekuk wajahnya, merasa tak senang.
"Ya, maaf. Hati gue tiba-tiba menuntun ke sini. Eh, ternyata Mas Laksmana lagi butuh teman ngobrol," ujar Mira kemudian.
Santi mencebik, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain seraya berucap, "Ya ... tapi, 'kan, elu udah janji, Mir. Kita udah ada rencana rapat di rumah Tika. Masa harus dibatalin?"
Tika mengangguk cepat. Dia pun sedikit kecewa sebab Mira batal ke rumahnya gara-gara Laksmana. Akan tetapi, gadis yang super baperan itu tak terlalu mempermasalahkan tindakan Mira.
Ketiga personil Geng Mirasantika menemani Laksmana hingga menjelang Maghrib. Jika saja Tante Mae tak teriak untuk mengingatkan, bisa jadi mereka lupa waktu.
****
Santi dan Tika telah menunggu Mira di warung dekat sekolah, tempat nongkrong mereka. Kedua gadis itu enggan menunggu sang ketua geng di depan rumahnya seperti biasa sebab melihat Karso sedang duduk di teras. Mereka tidak ingin mendengar ayah Mira melontarkan kata-kata kasar. Mira pun mengerti, dan meminta kedua sahabatnya berangkat ke sekolah duluan.
Bel tanda masuk baru saja berbunyi kala Mira sampai di warung, di mana kedua sahabatnya telah menunggu. Mereka bertiga berlari, berlomba dengan Pak Satpam yang hendak menutup pagar.
Beruntung, perut Pak Satpam yang buncit menghambat geraknya, sehingga Mira dan geng berhasil masuk, tak terkunci di luar pagar sekolah.
Pak Satpam hanya bisa menggelengkan kepala melihat ketiga gadis pembuat onar itu berlari menuju ke kelas sembari menjulurkan lidah, meledek Pak Satpam.
Pelajaran pertama dan kedua kosong. Guru yang seharusnya mengajar tidak masuk. Sebagai gantinya, Bu Ayang, sang kepala sekolah, memberikan tugas mencatat sebanyak dua puluh halaman agar para siswa tidak gabut. Namun, meskipun begitu, tetap saja ada yang gabut, Geng Mirasantika, si pembuat onar.
Hanya Tika yang sibuk mencatat, sedangkan Santi dan Mira, pikirannya mengembara, memikirkan pemuda tampan yang beberapa waktu belakangan selalu mengusik hari-hari mereka.
'Duh, masa iya gue harus saingan sama Mira? Tapi ... gue nggak bisa membohongi diri gue sendiri. Gue ... suka sama dia,' batin Santi, galau.
Sejak Laksmana mengajak dia salat berjamaah beberapa waktu yang lalu, gadis itu semakin memupuk rasa terhadap si pemuda tampan. Namun, sebisa mungkin tak dia tunjukkan di hadapan kedua sahabatnya, Mira dan Tika. Baginya, masalah cinta adalah privasi. Dia tidak ingin ada orang lain yang ikut mencampurinya, bahkan kedua sahabatnya itu. Meski sebenarnya, baik Tika maupun Mira tahu, bahwa dia menyukai Laksmana.
Santi belum pernah bertemu dengan pemuda seperti Laksmana sebelumnya. Teman-temannya tak ada yang sebaik dan setampan pemuda itu. Jika pun ada yang good looking, tidak demikian dengan perangainya. Oleh sebab itu, dia langsung jatuh hati kepada Laksmana yang bagus wajah dan kelakuannya.
"Yang sudah selesai langsung dikumpulkan, ya. Ayo cepat!"
Suara Bu Ayang menggelegar di ruang kelas yang tak terlalu luas itu. Seketika, buyarlah lamunan Santi dan Mira. Mereka berdua gelagapan. Buku catatan mereka masih kosong. Tak ada satu baris kalimat pun yang tergores di sana.
"Aduh! Gimana ini?" Mira dan Santi saling pandang. Sementara Tika dengan tenang dan langkah yang anggun menuju ke depan untuk mengumpulkan buku catatan.
'Nggak setia kawan!' gerutu Santi dalam hati saat melihat Tika melintas di samping tempat duduknya.
"Elu belum nulis?" tanya Mira kepada Santi dengan suara berbisik.
Santi menggeleng, pasrah. Dia yakin, pasti Bu Ayang akan memberinya hukuman. Melihat wajah Santi yang lesu, Mira pun turut pasrah.
"Dahlah, siap-siap terima hukuman aja kita, San," ucap Mira, lemah.
"Ho-oh, Mir. Pasrah aja." Santi menanggapi dengan tak bersemangat.
Bu Ayang mengedarkan pandangan ke semua sudut ruang kelas. Tatapannya lalu terpaku pada Santi dan Mira yang tidak jua beranjak dari kursinya.
"Mira, Santi, mana buku kalian? Lekas kumpulkan!" titah Bu Ayang dengan suara yang penuh penekanan.
Mira dan Santi saling pandang, kemudian menunduk guna menghindari kilatan mata Bu Ayang yang menatap kedua gadis itu sambil melotot tajam.