Kedua manusia itu masih berdiam diri, tidak ada pembicaraan yang dilakukan oleh keduanya. Sesekali Hanin melirik ke arah sang suami yang begitu serius mengendarai mobil tersebut. Diantara keduanya hanya ada suara mesin mobil yang terdengar, dua puluh lima menit berlalu, Hanin dan Galang sampai di sebuah restoran bergaya Eropa.
Keduanya turun dari mobil, Galang lalu berjalan lebih dulu meninggalkan Hanin yang masih sibuk membenarkan tatanan rambutnya. Pria itu tidak peduli dengan keberadaan sang istri.
"Mas Galang tunggu!!" pekik Hanin. Raut wajah terlihat sudah sangat kesal dengan sikap sang suami.
Galang lalu menghentikan langkahnya, pria itu menoleh ke arah istrinya dengan tatapan yang begitu malas. "Buruan!!" ucap Galang kesal. Baru kali ini, dirinya bertemu dengan seorang wanita yang begitu lelet. Tidak seperti Wina yang selalu on time dalam segala hal. Bahkan Wina selalu terlihat sempurna di mata Galang, tidak pernah ada cacat sedikitpun.
Raut wajah Hani seketika langsung berubah masam. Suaminya itu tidak mengerti dengan urusan perempuan, "Dasar kanebo kering," gerutu Hanin dalam hatinya.
Saat masuk ke dalam restoran secara tiba-tiba Galang menghentikan langkahnya dan hal itu sontak saja membuat Hanin terkejut, hingga dirinya tanpa sengaja menabrak punggung suaminya.
"Mas, kenapa berhenti secara tiba-tiba," ujar Hanin kesal. Galang lalu menoleh pria itu hanya menatap istrinya dengan tatapan datar. Lalu meraih tangan Hanin dan menggenggam dengan erat. Hal tersebut membuat Hanin begitu terkejut. "Mama dan papa menatap ke arah sini, jadi bersikaplah seperti pasangan yang mereka inginkan," bisik Galang, tetap di telinga Hanin. Mendengarkan ucapan tersebut membuat Hanin menatap ke arah depan, dan benar saja kedua mertuanya itu sudah menatap mereka berdua dengan senyum yang mengembang.
Keduanya lalu berjalan menuju ke arah meja dimana orang tua Galang berada. "Maaf Ma, Pa. Kita datang terlambat," ujar Galang.
"Gak apa-apa. Mama dan Papa, juga baru datang kok," jawab Anita dengan senyuman yang begitu indah.
Hanin lalu duduk di samping ibu mertuanya itu, mereka berempat mulai berbincang-bincang, Hanin hanya menatap suaminya dengan rasa kagum. Bagaimana tidak saat ini, Galang terlihat sangat tampan dengan balutan kemeja berwarna navy itu. Hal ini untuk pertama kalinya dilakukan oleh Hanin, karena selama menjadi istrinya Galang. Hanin belum pernah menatap suaminya begitu dekat.
"Maaf kami terlambat," ucap seseorang dengan nada berat.
Semua orang di sana menoleh ke arah suara, Anita dan Anggoro segera beranjak dari duduk dan memeluk kedua pasangan itu. Sedangkan Hanin dan Galang, hanya diam saja, Hanin tidak tahu siapa kedua orang tersebut dan lebih memilih untuk diam.
"Tidak terlambat, silakan duduk. Sudah lama kita tidak berjumpa," ujar Anggoro
Keduanya pun duduk di kursi yang ternyata sudah disiapkan. Pantas saja, meja yang mereka tempati memiliki kursi yang lebih.
"Apa kabarnya mbak Anita," ucap seorang wanita yang umurnya tidak jauh dari mertua Hanin.
"Kabar baik. Mbak Linda gimana kabarnya, sudah lama banget loh kita gak bertemu," balas Anita.
"Ha ha ha, iya ya. Maklum ikut Mas Anton tugas ke luar kota terus. Jadi gak bisa menetap di satu tempat," balasnya.
"Kenalin Mbak. Ini Hanin istrinya Galang," ucap Anita. Wanita itu tersenyum ke arah Hanin, dengan senyum yang mengembang.
"Ya ampun. Kamu cantik sekali, nak ih coba aja Yudha ketemu sama kamu duluan. Tante mau punya menantu kayak kamu," ujar Linda. Wanita itu begitu bahagia menatap ke arah Hanin.
Mendengar ucapan itu membuat semua yang ada di sana tertawa kecuali Galang yang hanya menatap istrinya dengan tatapan datar. Pria itu seolah tidak peduli dengan ucapan mereka semuanya.
"Tapi Hanin nya udah jadi menantu aku Mbak. Jadi gak boleh di tikung ya," ledek Anita.
"Kalah cepat kita Yah. Coba Bunda ketemu Hanin duluan ya," balasnya.
Semuanya asyik dengan perbincangan mereka masing-masing, hingga seseorang dengan pakaian santai menghampiri meja tersebut.
"Bunda!! Ayah," ucapnya.
Hanin yang mendengar suara yang tidak asing baginya terkejut, apalagi saat melihat siapa yang ada di sana. Raut wajah terkejut yang ditampilkan oleh Hanin, membuat Galang tidak suka.
"Nah ini dia Yudha, dari tadi Bunda udah nungguin kamu. Kenapa lama banget sih, Nak?" tanya Linda.
"Maaf Bund. Macet," jawabnya singkat.
"Tempat kita kalau gak macet, bukan ibu kota namanya. Silakan duduk, Nak Yudha."
"Makasih Om."
Hanin hanya bisa diam, dirinya tidak tahu harus melakukan apa. Berada di meja yang sama dengan Yudha, membuat perasaan Hanin tidak tenang, dan hal itu semakin membuat Galang membenci Hanin.
Bukan hanya Hanin yang kaget, melainkan Yudha juga sama, pria itu lalu menatap ke arah Hani , dengan tatapan yang terlihat bingung. Berpikir kenapa bisa Hanin berada di tempat ini, karena Yudha sangat tahu siapa orang tuany Hanin.
***
Mereka semua makan dengan tenang, sesekali terdengar candaan yang dilontarkan oleh Anggoro, kepada Anton keduanya sudah lama tidak bertemu, sehingga memanfaatkan waktu untuk bisa bertemu bersama.
Apalagi ketika pernikahan Galang dan Hanin, Anton tidak bisa datang sebab begitu banyak pekerjaan yang harus dirinya selesaikan.
Yudha beberapa kali melirik ke arah, Hanin hal tersebut semakin membuat Hanin menundukkan kepalanya. Galang yang memperhatikan keduanya merasakan ada hal lain dari tatapan mata Yudha pria itu lalu mengambil genggaman tangan milik Hanin lalu menautkan tangan mereka.
"Omo Omo, so sweet sekali kalian," ucap heboh Linda. Sontak saja, hal tersebut membuat Galang dan Hanin menjadi bahan candaan.
"Kok saya jadi pengen muda lagi ya," seru Linda.
Anton hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku istrinya yang sangat aneh itu.
"Mereka so sweet banget, kan Mbak Linda. Kadang saya juga iri mbak melihat kedekatan mereka. Mentang-mentang pengantin baru," ucap Anita.
Sendok yang ada di tangan Yudha terlepas, untunglah saat ini suara musik terdengar besar sehingga tidak menimbulkan kegaduhan akibat sendok yang digunakan oleh Yudha terjatuh.
Pria itu begitu terkejut dengan ucapan yang baru saja dirinya dengar. Rasanya Yudha tidak yakin, akan hal itu namun, melihat ekspresi wajah yang ditampilkan membuatnya menghela napas panjang.
Selesai makan malam bersama mereka pun pamit pulang ke rumah masing-masing, dengan menggandeng Hanin begitu mesra di depan kedua orang tuanya dan pria yang sejak tadi menatap istrinya dengan tatapan berbeda dan hal itu membuat Galang semakin melakukan hal yang lebih intim kepada istrinya.
"Kita pulang dulu ya Ma, Pa. Om dan Tante, kasihan istri saya sudah lelah," ujar Galang, dengan senyuman yang begitu hangat. Hal yang dilakukan oleh Galang ini, membuat Hanin begitu terbuai.
"Iya, Nak. Hati-hati di jalan ya," jawab Anita.
"Nanti kapan-kapan kita jalan bareng ya Nin. Kita shoping-shoping gitu," ajak Linda dengan begitu antusias.
"Iya Tante," jawab Hanin singkat. Setelah itu, mereka pun pergi dari hadapan mereka semua. Baru saja melangkahkan kakinya keluar restoran, Galang sudah melepaskan gandengan tangannya. Pria itu pergi meninggalkan istrinya seorang diri.
Hanin terdiam atas perlakuaan, sang suami yang benar-benar membuat kepalanya pusing. Galang yang sudah berjalan lebih dulu ke arah mobilnya menghentikan langkahnya dan menatap ke arah Dita.
"Ngapain di sana. Buruan aku udah capek, lelet banget sih," ucap Galang ketus. Mendengar hal itu membuat Galanh semakin kesal, wanita itu menghentak-hentakkan kakinya sambil berjalan ke arah mobil sang suami.
Di dalam mobil, keduanya hanya diam tidak ada suara yang terdengar kecuali suara mesin mobil. Sesekali Hanin menoleh ke arah suaminya, yang hanya diam dan menatap lurus ke arah depan.
Hanin bingung dengan sikap Galang yang tiba-tiba saja berubah seperti ini, padahal tadi di depan kedua mertuanya sikap Galang begitu hangat. Helaan napas berat, berhembus dengan sempurna. Hingga mobil yang dibawa oleh Galang, sudah sampai di depan rumah mereka.
Tanpa memikirkan perasaan istrinya, Galang segera keluar dari mobil meninggalkan Hanin seorang diri.
"Sabar Hanin, sabar. Orang sabar rezekinya lancar, disayang mertua," ucap Hanin.