Gisel menarik napas dalam dan membuang perlahan. Mulutnya masih mengunyah makanan, sesekali menatap ke arah layar laptop dan mengoreksi proposal miliknya. Pandangannya bahkan harus terbagi, antara layar laptop dan laporan di depannya. Sedangkan tangannya yang lain terkadang dia gunakan untuk mengambil makanan. Pasalnya, otak Gisel hanya akan berjalan dengan kecepatan maksimal saat mulutnya terisi makanan.
"Astaga, kenapa banyak sekali yang harus direvisi," gerutu Gisel dengan raut wajah masam. Rasanya kesal karena dia yang sudah berulang kali merevisi proposal itu. Dia juga merasa kalau semua yang dia perbaiki sudah sesuai dengan keinginan dosen pembimbing. Sayangnya, setiap kali dia datang, kesalahannya ada di bagian lain.