Langit tampak mulai gelap diselimuti awan hitam yang bersiap menurunkan manik bening dari balik awan, Kinanti bersama suster Ana dan Amanda masuk ke mobil lebih dulu. Damar dan Arsenio mengekori dari belakang.
"kau sengaja datang kemari?" tanya Arsenio menghentikan langkah Damar.
"apa maksud mu?"
Arsenio mendengus, " hubungan kalian nyata?! kau cemburu jika aku dekat dengan Kinan?"
Damar tidak langsung menjawab, dia lebih memilih untuk diam sejenak.
"ayolah, kita sudah lama berteman, mana mungkin aku cemburu"
"lalu untuk apa menguntit sampai kesini?"
jleb!
Damar menjawab pertanyaan itu dengan sorot mata tajamnya.
Bibir Arsenio membentuk lengkungan senyum mencibir. "ya baik lah kau suami pecemburu, padahal kau punya dua istri dalam satu waktu sekaligus, aku jadi ingin seperti mu" lanjutnya terkekeh.
"anggap saja itu keberuntungan ku" balas Damar santai.
"kau benar, kau pria beruntung"
"tetaplah berjuang kawan, siapa tau kamu juga bisa jadi pria beruntung" Damar menyemangati sahabat yang masih jomblo sampai saat ini, ia menepuk pelan bahu sang jomblowan hingga mungkin dia akan melalang buana setelah ini untuk mencari bidadari surga.
Arsenio harus menelan bulat-bulat ucapan nya, berapa tahun berlalu begitu saja tanpa mencari seorang pun demi bisa kembali pada gadis yang telah membuat pria lain menjadi pria yang beruntung!
ah! sial!
.
tin!
Damar menekan klakson mobil ketika melewati Arsenio yang baru saja masuk kedalam mobilnya.
Binar matanya mengekori mobil sedan hitam yang telah hilang dibalik gate kampus.
Oh tidak~~~ dia mungkin bisa gila jika harus memikirkan seharusnya dia yang disamping Kinanti, harusnya gadis itu tahu dia memiliki cinta yang tak akan pernah terbagi seperti cinta yang lebih dulu ditawarkan oleh Damar.
Sungguh hidup tak bisa diterka.
***
Damar mengantarkan Kinanti, Amanda dan suster Ana pulang kerumah. Dia sendiri harus menemui seseorang yang mengiriminya pesan beberapa menitnyang lalu untuk bertemu malam ini.
"pulang lah untuk makan malam, aku akan masak" pesan Kinanti sebelum Damar pergi, ia menjawab dengan senyuman hangat, berharap pertemuannya tidak akan lama dan bisa pulang menepati janji pada gadis itu.
"baiklah setelah urusan ku selesai kita akan makan malam bersama" janjinya kemudian disambut lambaian tangan dari gadis yang memahat senyum indah diwajah cantik itu. Bahkan entah sejak kapan ada desiran bahagia yang tak mampu ia definisikan dengan pasti
.
Tak lama Damar tiba disebuah resto, ia menuju ke ruang VIP yang telah di reservasi. Disana ada Fabian yang sudah menunggunya.
"akhirnya kau datang" ujarnya dingin, lalu mempersilahkan sang adik ipar duduk berseberangan dengannya.
"maaf aku sedikit terlambat"
"tidak masalah yang penting kau bisa datang"
Beberapa detik hening, Damar menunggu tujuan Fabian mengundangnya dalam pertemuan privasi yang hanya ada mereka berdua saja.
"kau tahu kenapa aku mengundang mu kesini?"
"ada apa?"
"tidak perlu tegang, kita bisa bicara sambil makan, kau bisa pesan apapun "
"terimakasih, tapi kinanti meminta ku untuk makan bersama malam ini"
Fabian menekan amarahnya, kenapa mantan asisten pribadi satu ini, tampak seperti pria baik-baik yang mencintai adiknya. Fabian sangat tidak suka, terlebih lagi ia menemukan sesuatu yang seharusnya menjadi rahasia dalam rumah tangga adiknya.
"baiklah terserah kau saja" ujarnya sembari meneguk minuman ditangan.
"katakan kak, apa ada yang bisa aku bantu?" tanya Damar agar Fabian menyegerakan maksud dan tujuannya
"panggil aku tuan!" sergah Fabian pongah.
Damar membelalak, namun ia tidak menyalahkan sikap kakak laki-laki istrinya itu.
"baiklah~ maaf tuan, apa yang bisa ku bantu?"
"banyak ~" seloroh Fabian tak sabar "lakukan semua untuk adikku"
"apa yang bisa aku lakukan?!"
Fabian mendengus kasar.
"biarkan adikku hidup tanpamu!!"
deg! pupil mata itu melebar setelah mendengar permintaan yang bahkan diapun tak tahu kenapa gadis bermata coklat sangat ingin menjadi istrinya.
"tuan seandainya aku bisa pasti akan aku lakukan" ujar Damar seolah mengisyaratkan bahwa peran Kinanti mendominasi sehingga pernikahan mereka terjadi. Hal itu membuat darah Fabian mendidih.
"huh~ kau sungguh membuat ku muak, kau naif juga ya!" ujarnya sarkas "tentu saja bisa, kau bisa berhenti menjadi malaikat untuk nya, jadilah orang yang bisa dia benci!"
"apa maksud tuan?"
"kau bertanya maksudku?!!!" raung Fabian menghempaskan gelas ditangannya, dia sangat ingin membunuh Damar saat ini.
Bruuukkkk! satu bogem mentah melayang ke wajah Damar, pria dihadapan Fabian yang baru saja menerima hadiah pukulan masih tampak tenang, Damar mengenal sikap kakak iparnya yang tempramen. Lagipula dia mengerti kenapa seorang kakak begitu marah padanya.
Meskipun secara naluri Damar ingin sekali membalas pukulan yang membuat sudut bibirnya berdarah, namun dia masih bisa menahan diri.
"aku rasa kau cukup pintar untuk memahami semua, kau tau demi menikahimu Kinanti harus rela dikucilkan oleh keluarganya sendiri! bahkan kakek harus menelan banyak kekecewaan dan rasa malu karena keputusannya " kata-kata Fabian membuat Damar terhenyak "apa kau pikir adik ku pantas menerima semuanya? dia terlalu berharga hanya untuk menjadi yang kedua , kau paham itu??" kali ini Fabian mencekal erat bagian kerah kemeja yang dikenakan oleh Damar. Sinar matanya menyala bagai kobaran api yang siap membakar apapun dihadapannya. Kata-kata tajam Fabian sangat menyudutkan posisi Damar yang sebenarnya.
Damar menghela nafas, bahkan jika diapun sangat ingin Kinanti menemukan cinta sejatinya dia tidak bisa berbuat apapun. Gadis itu~~~
Fabian melonggarkan cengkramannya, nafasnya yang tersengal mengembalikan ia ke alam sadar.
Ah! dada Damar pun menjadi sesak.
"kau harus bisa lakukan sesuatu, agar Kinanti bisa belajar melupakan mu dan bisa menemukan kehidupan yang lebih baik lagi" tutur Fabian berharap penuh pada pria yang nyatanya saat ini berstatus adik ipar, sebuah permintaan tulus dari relung hati seorang kakak yang ingin melindungi adiknya.
"aku sudah persiapkan seseorang yang jauh lebih baik untuknya, dan aku pastikan kau bisa melakukan bagianmu dengan baik! pergilah perlahan dari kehidupan adikku" tekan Fabian melepaskan dengan kasar cengkraman pada kerah kemeja Damar, sementara pria itu tertegun mendengar semua bagai petir di tengah hari. "satu hal lagi, jangan pernah sentuh adikku!!" kali ini telunjuk pewaris dari Hendra Radjasa itu tepat dihadapan Damar yang nyatanya hanyalah seorang mantan asisten pribadi.
Damar mengangkat tubuhnya yang sempat ambruk tadi, lalu mengusap darah yang sedikit menetes. Rasanya perih bukan disudut bibir namun di dalam sukma.
"apakah sudah cukup?" Damar merapikan kemejanya.
Fabian menyeringai "berhentilah menjadi wayang yang dikendalikan oleh istrimu!"
Damar mengepal erat tangannya hingga kulit putih itu memucat. Namun setelahnya bibir ranum itu melengkungkan senyum. Netranya menatap tajam ke arah pria yang telah membuatnya tersadar akan kesalahan yang telah terjadi.
"kinanti adalah istri ku, terserah kamu bisa menerimanya atau tidak, dan aku akan lakukan tugasku sebagai seorang suami, terimakasih karena sudah mengkhawatirkan nya"
"lancang sekali kau!" bola mata fabian nyaris meloncat mendengar penuturan yang keterlaluan dari sang adik ipar., satu kepalan tinju melayang hendak kembali mendarat di pipi Damar, namun kali ini dengan sigap Damar menangkis dengan satu tangannya, dia tidak mengizinkan kakak ipar melakukan hal semaunya.
Fabian sepenuhnya menyadari meskipun kadang kala ia tampak seperti seorang kakak yang tidak peduli terhadap adiknya sendiri setelah ibu mereka tiada, nyatanya dia tetap seorang kakak yang tidak ingin saudarinya disakiti oleh orang lain.
"lakukan yang kau bisa! pasti kan perpisahan kalian kurang dari dua tahun sesuai kontrak!"
deg!