deg!
Mata elang Damar memincing,
kontrak?!dua tahun?!
Dari mana Fabian tahu tentang hal rahasia itu?! bukankah hanya mereka bertiga yang tahu. Mungkin kah Kinanti sendiri yang menceritakan pada saudara laki-laki satu-satunya yang ia punya?!
"kau heran hah?!" cibir Fabian tidak mengizinkan Damar menyusun puzzle di otak nya tentang bagaimana dia tahu soal kontrak mereka!
Fabian melangkah kembali membuat jarak satu hasta dengan Damar lalu melanjutkan kata-katanya "aku tahu isi kontrak itu, dan aku ingin kau yang mengakhiri karena semua dalam kendali mu!" ujarnya dalam suara nyaris terdengar berbisik namun cukup menggema memenuhi tiap aliran darah dalam kepala.
deg!
deg!
***
Damar menepikan sedan hitamnya di pinggir sungai dengan aliran air tampak berkilau terkena pantulan cahaya dari jembatan yang menghubungkan antara hulu dan hilir.
Dia pergi keluar lalu menyandarkan diri di mobil untuk bisa merasakan hembusan angin malam . Menatap kosong kearah sungai, seketika benaknya menggambarkan sosok gadis di masa kecil yang dia sukai namun tanpa dia tahu sama sekali nama gadis kecil itu.
Akh! suatu keajaiban, gadis kecil yang nyaris tak pernah ia dengar suaranya menjelma menjadi gadis dewasa yang menawan. Takdir mempertemukan mereka kembali dalam masa yang cukup lama, hingga mereka bisa bersama hingga saat ini.
Dialah Miranda! cinta di masa kecil. Namun saat ini cinta itu juga yang membelenggu dirinya pada ikatan lain yang sulit untuk ia tolak keberadaannya.
Dalam kekalutan dan angan yang dalam, tiba- tiba ponsel Damar berdering, tampak satu panggilan dari Kinanti.
[kamu dimana?]
"maaf aku pulang terlambat"
[aku sudah masak, aku tunggu untuk makan malam]
"jangan menunggu ku!" titah Damar bernada dingin, sementara hatinya berkecamuk hebat, dia nyaris selalu patuh pada gadis yang dulu hanya teman dan juga atasannya.
klik!
Panggilan telpon terputus tanpa menunggu jawaban dari seberang. Damar menggenggam erat benda persegi ditanggannya.
Ia mendesah seolah enggan melepaskan semua kepenatan didadanya. Baru tadi siang dia menguntit gadis yang telah membuat hatinya mengalirkan energi bagai sengatan listrik, malam ini dia merasa hal lain yang harus ia lupakan!
Cukup lama batin dan logikanya berperang hebat, Damar memutuskan untuk pulang kerumah, berharap gadis berwajah sendu tidak lagi menunggu untuk makan malam.
.
Damar tiba dirumah saat orang lain telah lelap pergi ke alam utopia dimana mereka lah penguasa disana. Namun ia salah besar, sosok kinanti masih menunggunya diruang tengah. Tampak sang gadis mematikan tivi ketika Damar tiba.
"kamu sudah pulang?" sambutnya tersenyum sumringah, sama sekali tidak ada guratan lelah ataupun kesal karena menunggu lama.
"sudah aku katakan tidak perlu menunggu!" ujar Damar bernada dingin.
"kamu pasti lelah, aku akan siapkan air hangat untuk mandi, atau mau makan lebih dulu?" tutur kinanti tak menggubris ucapan suaminya.
Jangan begini Kinan, bagaimana aku bisa pergi jika kamu terus menghujani ku dengan banyak kelembutan?!!!~ gumam Damar dalam hati.
"apa kamu tidak dengar?! jangan menunggu ku !!" sergah Damar bersuara agak tinggi membuat Kinanti terhenyak, tas yang baru ia sambut dari tangan Damar nyaris lolos saking ia kagetnya.
"ma~maaf aku hanya~"
"mulai hari ini kamu tidak perlu menunggu ku pulang!" Damar memberikan penekanan dalam ucapannya.
"ke~ kenapa? apa ada sesuatu yang salah?" tanya kinanti dengan suara bergetar.
Damar menghembuskan nafas kasar, dia tidak bisa melihat raut kecewa diwajah istri mudanya. Tanpa sepatah katapun Damar hendak berlalu, namun kinanti menahannya.
"kamu belum menjawab ku! katakan apa aku melakukan kesalahan? kenapa kamu seperti ini?"
Damar menyeringai "gunakan otak mu untuk berfikir!" pungkasnya menyeret langkah menaiki tangga menuju kamar Miranda.
Manik bening tak kuasa lolos disudut mata Kinanti, sesuatu yang tajam terasa menghunus jantungnya. Gadis berbalut piyama coklat muda hanya bisa menatap siluet yang menghilang dari tangga.
Apa inilah sifat asli Damar yang dia tahu sangat santun? atau ada tingkahnya yang Damar tidak suka? sikap hangat pria itu berubah 180 derajat dalam sekejap saja.
Kenapa? kenapa pria itu membungkam tanpa memberi penjelasan sedikit pun?!!!
.
Pintu kamar terkuak, tampak Miranda terlelap diatas kasur king size. Damar meloloskan semua pakaiannya lalu mengguyur tubuh dengan air hangat yang keluar dari pori-pori shower.
Setelah selesai mengenakan pakaiannya Damar mendekati Miranda, menatap wajah cantik bagai peri sungguh menenangkan saat tidur begini. Beberapa kali ia mengusap rambut yang berserakan diwajah cantik itu.
Benarkah wanita ini gadis kecil yang sama?! gadis kecil yang selalu menunggu dikursi taman.
Miranda menggeliat lalu dengan berat ia memaksa untuk melihat siapa yang ada didekatnya saat ini.
"mas~ kamu disini? bukannya kamu harus tidur dengan kinan"
"ya, aku cuma mau liat kamu sebentar"
"mas kangen sama aku?" godanya dengan mata sedikit terkatup.
Damar menjawab dengan senyuman, lalu mengusap rambut dan memberikan kecupan di dahi " mas ke kamar kinan ya"
Miranda menjawab dengan anggukan pelan.
.
Ragu-ragu Damar hendak membuka pintu kamar Kinanti. ah!
"masuklah!!" gadis dari dalam bilik kamar membukakkan pintu. Senyum melengkung di wajah cantik dengan rambut tergerai. Damar terheran darimana kinanti tahu dia ada didepan pintu.
Baru beberapa langkah Damar masuk sepasang lengan melingkar di pinggangnya, kepala sang gadis menempel pada punggung, lalu jarak mereka sangat dekat, tidak ada celah sedikitpun.
"maaf~ katakan, apa aku berbuat keterlaluan? apa aku melakukan kesalahan?! beritahu aku" tutur kinanti memeluk erat suaminya dari belakang. Damar mengatup rapat-rapat matanya. Dia tidak kuasa untuk mencampakkan gadis itu begitu saja.
"mungkin aku belum bisa menjadi istri sepenuhnya, aku akan berusaha lebih baik lagi" lirih Kinanti setengah berbisik, menahan suaranya yang tercekat.
Pelan-pelan Damar melepaskan pelukan hangat dari Kinanti, lalu berbalik untuk menatap wajah istrinya. Sorot mata gadis itu penuh pengharapan dan rasa penasaran.
" Kinan, dengar aku!!" kata pertama yang terdengar dingin dan intimidasi " sejak awal, pernikahan kita adalah suatu kesalahan, kita terikat kontrak, pernikahan macam apa ini?? setelah dua tahun apa semua akan menjadi baik-baik saja?!!" tutur Damar mengabaikan semua gemuru didadanya.
Mata Kinanti berembun.
"apa kamu tidak sadar? kita semua pasti terluka karena pernikahan ini!"
"A~~ apa maksud mu?"
"mari kita akhiri, kamu tidak seharusnya begini" Damar memegang bahu gadis yang kini membeku dengan air mata menggenang. "maaf aku tidak bisa memainkan peran ku Sebagai suami kalian berdua"
Sepasang netra bewarna coklat membulat, terasa getir tiap kata yang dilontarkan oleh suaminya.
"apa sesuatu terjadi? kita baik-baik saja" kinanti berusaha meyakinkan.
Damar menghela nafas, kilatan di manik penuh rasa bersalah," tidak ada yang baik-baik saja, kita hanya sedang berusaha untuk baik-baik saja"
Kinanti menepis tangan Damar, sorotmatanya penuh kekecewaan, akh! biarlah setidaknya Damar tidak membiarkan luka yang menganga kian parah.
"kamu sedang lelah, ayo kita tidur!" ujarnya mengerjabkan mata agar manik bening yang menggenang tidak luruh begitu saja.
"Kinan~~"
"jangan katakan apapun lagi!! kita akan bersama sesuai kontrak, kamu tidak bisa melanggarnya" tegas Kinanti hendak berlalu,
Lengan kekar Damar menahan langkahnya.
"jangan seperti ini, untuk apa bersama dengan keadaan begini?"