Chereads / Ku lepas kau dengan bismillah / Chapter 22 - Chapter 22

Chapter 22 - Chapter 22

deg!

"temani aku disini" titah pria cinta pertama Kinanti tanpa bisa dia katakan apapun, dari raut wajah itu tergambar bahwa dia tidak baik-baik saja.

Dengan patuh kinanti duduk disebelah Damar.

"apa yang terjadi?"

Sebuah gelengan pertanda bahwa ada hal yang ingin ia simpan untuk dirinya sendiri. Kinanti tidak akan memaksa agar Damar suka rela menceritakan kegusarannya.

Akh! Damar tidak mengerti ada apa dengan para wanita, mereka kadang menjadi jinak seperti kucing, kadang berubah menjadi macan galak. Tadi siang Kinanti dan malam ini Miranda! Punya dua istri ternyata memusingkan!

Kinanti menyandarkan kepala dipundak Damar, ia dapat menyesap bau harum yang memabukkan bagai candu, sembari bersandar kinanti lalu mengucapkan banyak kata menyenangkan. Damar tersenyum mendengar celotehan yang tidak mencerminkan diri Kinanti. Gadis itu punya sisi periang yang tak banyak orang lain tahu.

Bahkan kejadian tadi siang tidak menjadi perdebatan dimalam hari.

.

Miranda baru saja menyelesaikan mandi, netranya menyapu tiap sudut kamar. Suaminya tidak ada!

~mungkin di kamar Amanda~ pikir Miranda membatin, dia berinisiatif untuk mencari Damar lalu berbicara baik-baik.

Dalam bilik kamar Putri kecil tidak ada Damar disana, sayup-sayup dia mendengar suara dari arah gazebo.

Tubuh Miranda bergetar, berulang kali wanita yang telah mengenakan piyama Cherry menyeret langkah,. memastikan siapa yang berada di balik tirai yang menutupi jendela bagian belakang.

Miranda membelalak, mendapati suami tengah bersama istri mudanya. Mereka berbicara sangat akrab.

huh! tidak perlu cemburu!! batin yang kian rapuh itu menguatkan.

Tapi... apa setiap malam mereka bertemu seperti ini jika jadwal Damar tidur dengannya?

Jika iya....

Tidak... tidak... tidak.... mereka berteman sejak dimana dirinya sama sekali belum bertemu Damar, kalau memang harus ada cinta diantara mereka seharusnya sejak dulu.

Miranda mengelus dada, meyakinkan pada dirinya bahwa pria di gazebo masih pria yang sama. Pria yang mencintainya hingga ke nadi.

Dia segera berbalik kekamar, tubuh lelah sudah meminta istirahat. Miranda merebah kan diri diatas springbed king size, berusaha untuk terlelap meskipun sulit.

Detik jam seakan bergerak lambat, Damar belum juga kembali kekamar. Malam Kian kelam hingga digantikan oleh sang Surya yang terang benderang.

***

Miranda bangun dengan bersusah payah pagi ini, terpaan cahaya mentari yang menyusup di sela jendela membuatnya terjaga. Matanya terbuka perlahan, Damar sudah tidak ada!

Ah ya, dia teringat tadi subuh Damar sudah membangunkan untuk sholat subuh, tapi dia sedang berhalangan hari ini.

Hal kedua yang ia cari setelah suami adalah gawai, ada satu pesan dari Luna.

[kita bertemu di cafe tiga jam lagi]

Miranda membelalak, dia harus segera bangkit dan mengusir rasa kantuk atau dia akan terlambat, kali ini misinya harus berhasil.

[baiklah aku segera kesana] balas Miranda lalu melempar gawainya kesembarang arah diatas kasur empuk yang kini jarang digunakan untuk bercinta.

huh! sulit sekali menghilangkan rasa cemburu ketika harus menghadapi situasi dimana dia harus melihat keakraban Damar dan Kinanti!

Sudahlah, Miranda menguatkan diri, menyegerakan mandi dan merapikan diri lalu pergi sarapan bersama.

.

"ya.. aku sangat suka roti buatan ibu" Miranda mendengar kata itu berasal dari suara Kinanti ketika ia mendekati meja makan yang telah tersedia sarapan pagi, ada roti kukus buatan ibu mertua diatas meja.

Melihat wajah Kinanti kembali terngiang apa yang ia lihat tadi malam, tawa lepas dari sepasang hamba Tuhan yang membuat perasaannya jadi nyeri.

"selamat pagi mas~~" sapa Miranda pada suaminya saja, dia bahkan enggan menyapa sang madu, netranya langsung tertuju pada putri kecil yang duduk bersebelahan dengan Kinanti. Tentu saja Miranda tidak bisa terima, setelah berusaha mencuri suami mungkin sekarang gadis bermata coklat itu akan mengincar anaknya juga.

"Amanda, ayo kesini cium mama nak~~" ujar Miranda menunjuk pipi kanannya.

Mata jenaka putri kecil yang semakin hari semakin pintar itu mengamati ibu sambung, seakan mengerti tidak ingin menyakiti salah satu dari wanita yang ia sayangi.

Kinanti tersenyum, isyarat bahwa dia baik-baik saja jika putri kecil kembali pada ibunya.

"mama..." serunya berlari kecil menuju kursi ibunya , lalu mengecup wanita yang telah membuatnya bisa hidup didunia. Miranda merasakan kehangatan dari kecupan bibir mungil nan lembut.

"anak pintar, mama suapin ya" Miranda menyuapkan potongan roti pada putri kecil.

Hati Damar terasa hangat melihat putri kecil yang belakangan ini kurang perhatian dari ibunya.

"Mir, itu roti yang ibu kirim tadi pagi katanya kemarin ibu belum sempat titipkan sama kinanti buat kamu" ujar Damar menyesap kopi hangatnya.

Aihh...roti kukus, sejak kapan dia suka dengan roti kukus? Miranda tidak mengerti kenapa suaminya seolah punya kenangan berarti tentang roti kukus dan dirinya.

"iya mas, nanti aku telpon ibu ya buat bilang makasih" sahut Miranda menyuap sisa potongan roti ditangan, lalu ia melirik jam.

" mas, aku pergi dulu, hari ini aku ada janji dengan Luna" buru-buru Miranda menyambar punggung tangan suaminya sementara Amanda ia letakkan di kursi.

"nanti aku antar" Damar menyelesaikan sarapannya.

"ngga usah mas, biar aku diantar pak Boim" tukasnya segera beranjak tak lupa mengecup kening putri kecil, tanpa memberikan kesempatan pada balita itu untuk merengek menangisi kepergian ibunya.

Damar menghela nafas, mengamati punggung istrinya hingga hilang dari pandangan, semakin hari Miranda semakin sulit di atur.

Kinanti sangat cekatan mengambil alih peran Miranda, membawa Amanda kembali dalam asuhannya.

"kamu ngantor Kinan?" Damar memperhatikan Kinanti yang telah bersiap.

"ya, tapi Manda ikut mas"

Belum sempat Damar mengatakan bahwa mungkin Amanda akan merepotkan Kinanti berujar "Suster Ana juga ikut, selesai meeting aku mau mengajak Manda ke kelas mewarnai"

Damar tak mampu mengatakan apapun lagi kecuali kata "iya!"

Iya--- dia terkesima dengan sifat keibuan Kinanti yang jangankan melahirkan seorang putri, bahkan dia gadis yang belum tersentuh sama sekali.

"ayo kita berangkat!" titah Damar segera beranjak.

***

Pagi -pagi sekali, Miranda terpaksa harus buru-buru pergi bersama Luna. Satu misi harus diselesaikan hari ini atau mungkin dia akan kehilangan kesempatan.

Miranda duduk disebelah kursi mobil yang dikemudikan oleh Luna. Selebgram itu juga nampak terburu-buru, terlihat dari rambut panjang basah yang dibiarkan tergerai, lalu ia mengenakan hotpans dan kaos oblong.

"kamu yakin Lun dia ada disana?" Miranda meyakinkan Luna bahwa incaran mereka tidak salah sasaran.

"gue yakin Mir, gue dapet info dari sumber yang terpercaya" ujar Luna percaya diri.

"yes, aku percaya sama kamu" Miranda mengulum senyum.

Semoga saja kali ini tidak meleset seperti sebelumnya. Tak lama mereka tiba di perkampungan padat penduduk. Luna terpaksa memarkirkan mobilnya didepan sebuah rumah yang tampak sudah tidak berpenghuni.

Untuk menuju kerumah sasaran mereka, harus melewati gang sempit dengan berjalan kaki. Beberapa pasang mata ibu-ibu yang sibuk dengan aktivitas jemur menjemur di pagi hari mengamati dengan heran dua wanita cantik yang berjalan beriringan.

Setelah bertanya kesana kemari akhirnya Miranda dan Luna sampai di sebuah kontrakan yang lumayan bagus, bercat biru muda dan berbagai tanaman hias ada di bagian depan.

Tok!tok! tok!

Ketukan pintu tidak sabar.

"siapa?" terdengar suara agak kesal dari dalam "kenapa datang pagi-pagi hah? sudah aku bilang nanti sore" terdengar teriakan marah setelahnya, lalu pintu tenganga lebar .

"sudah ku....." Gadis dibalik pintu kontrakan terperanjat.

"hai .. apa kabar?" Miranda tersenyum sinis, matanya memincing dia siap melumatkan gadis dihadapannya sekarang!