Bel berbunyi pada sebuah rumah sederhana bercat putih. Miranda segera meletakkan Amanda yang baru usai mandi pagi ini.
Rambut hitamnya tergelung, dan daster batik masih melekat ditubuhnya. Ia segera menuju pintu dan membuka pintu bercat cream.
Didepan ada sepasang pengantin baru. Tepat dihadapannya. Miranda menahan haru, ia mencium punggung tangan suaminya, disambut Kinanti yang langsung menyalami istri pertama, lalu mempersilahkan masuk layaknya mereka adalah tamu.
Sesekali matanya melirik pada istri muda yang tampak berseri. Miranda menebak, malam mereka pasti sangat indah, apalagi dua hari mereka berbulan madu.
Nyeessss ..... hatinya seakan teremas.
Tak berapa lama, kudapan dan teh hangat tersaji di meja tamu. Sejak kedatangannya, baik Miranda maupun Kinanti belum saling menyapa. Sementara Damar sudah sibuk bermain dengan Amanda dikamar mereka.
"eheem...." Miranda berdehem membuat Kinanti menghentikan kegiatannya melihat Tab ditangannya.
Satu alis owner skincare itu terangkat. Wajah Miranda mengisyaratkan bahwa dia menunggu sesuatu lagi.
"Ngg... mba... hari ini apa mba siap untuk pindah kerumah kita??"
deg!
Pupil Miranda melebar.
Secepat ini?!
"aku siap kapan pun itu..." sahutnya datar lalu melanjutkan lagi "apa kalau terlalu cepat tidak mengacaukan bulan madu kalian?? seharusnya satu Minggu bukan..."
Kinanti tersenyum simpul.
"lebih cepat lebih baik bukan.....,"
"ya.. tentu ..." Miranda memastikan bahwa dia siap untuk tinggal satu atap dengan istri baru suaminya.
Dia tidak akan tenang jika harus tinggal berjauhan dengan Damar!
***
Cuaca tidak terlalu terik sore ini.
Sebuah mobil terparkir di rumah bergaya kontemporer. Damar bersama keluarga kecilnya menapak kaki untuk pertama kalinya dirumah dua lantai yang mungkin selama dua tahun akan mereka tinggali bersama.
Rumah yang tidak asing untuk suami Miranda dan Kinanti itu. Pasalnya, saat proses pembangunannya, Kinanti banyak meminta pendapat Damar, bahkan warna cat putih, interior dari ruang tamu hingga toilet pun adalah pilihan Damar.
Tak disangka dia akan menjadi tuan rumah dari hunian yang memang dipersiapkan jika si empu menikah suatu hari nanti.
Dibagian tengah ada taman dan kolam renang yang menjadi penghubung satu bangunan yang lebih kecil sedikit dari bangunan utama, dengan desain rumah yang sama.
Rumah utama akan ditinggali Miranda dan Amanda, rumah kedua akan ditinggali oleh Kinanti. Sementara Damar memiliki jadwal tersendiri. Satu hari bersama istri tua, dan satu hari bersama istri muda, begitu seterusnya.
Lalu meja makan utama outdoor mengarah ke taman dan rumah istri muda. Mereka sepakat, sarapan dan makan malam jika memungkinkan akan mereka lakukan disana. Lalu tak jauh dari tempat makan adalah mushola untuk mereka sholat berjamaah.
Saat memasuki rumah Kinanti mengenal kan beberapa orang yang akan bekerja untuk mereka.
Bagian bersih-bersih dan masak ada mba Tari dan Nia, lalu seorang suster bernama Ana sebagai pengasuh Amanda putri kecil mereka. Bapak Boim sopir keluarga dan pak Tejo suami mba tari sebagai tukang kebun.
Miranda memandang takjub, dari hal terkecil semua diperhatikan oleh madunya itu.
Dirumah utama, kamar tidur berada di lantai dua, lengkap dengan walk in closet. Sudah ada berapa lembar pakaian, tas, sepatu, bahkan perhiasan yang bisa Miranda dan Damar kenakan.
Miranda hanya tahu walk in closet dari drama Korea yang sering ia tonton, tapi tidak pernah terpikirkan kalau dia juga akan punya sendiri.
Dia girang tetapi coba ditahan supaya saingan tidak melihatnya sebagai seorang yang norak.
"gimana mba suka??" tanya Kinanti membuyarkan lamunan Miranda yang berdecak kagum. "aku hanya belikan pakaian yang menurut ku cocok buat mba... kalau ada yang tidak suka mba bisa menggantinya..."
Miranda hanya diam tidak menyahuti.
"ini untuk mba...." Kinanti menyodorkan sebuah kartu blackcard dan kartu ATM.
"apa ini??" tanyanya heran.
"mba sebagai pemegang saham juga, uang perusahaan akan dikirimkan ke ATM ini,, lalu ini kartu yang bisa mba gunakan, dan satu lagi ini kartu nafkah dari suami kita.. mas Damar akan mengirimkan kesini..."
Dengan ragu Miranda menerima ketiga kartu barusan. Telapak tangannya berkeringat padahal ruangan disana sangat dingin.
"semoga kita bisa hidup damai ya mba....."
Deg!
Damai??!!
Yeah... Damai... semoga,,,
semua sudah terjadi, suka tidak suka mereka harus saling menerima dan menguatkan satu sama lain..
.
Sementara dua istri sibuk dengan kegiatan eksplor rumah baru mereka, Damar malah sibuk bermain bersama Amanda diruang bermain dilantai satu.
Ruangan itu penuh dengan mainan, Amanda yang baru berusia dua tahun itu tidak sabar memeluk boneka-boneka barunya yang berukuran lebih besar dari tubuhnya. Disana juga ada kuda-kudaan, rumah kayu, tenda-tenda, ayunan kecil, dan kolam bola.
Mata polosnya terlihat riang, Amanda malaikat kecil dikeluarga mereka, tawanya lepas, dia bocah kecil yang belum memahami situasi orang tuanya.
"gimana mas, apa Manda suka...?" tanya Kinanti setelah berhasil menemukan keberadaan suaminya dirumah utama.
"ini berlebihan Kinan..."
"ngga lah mas,, Amanda juga sekarang putri ku, aku mau semua terbaik buat dia..." Kinanti menghampiri Amanda yang bermain dengan boneka kelinci, memeluk lalu menciumi pipi chubby putri kecil dengan sepenuh hati.
Sungguh, Kinanti menyukai putri kecil yang imut itu. "hai Manda cantik..." sapanya pada gadis mungil berkuncir kuda, meskipun rambutnya belum terlalu banyak. Amandapun menyahut dengan gaya khas anak kecil yang belum pandai bicara.
"panggil aku mommy...." pintanya pada balita yang kini di pangkuannya
"mo...mi ..." suara itu terdengar imut. Kinanti terkekeh mendengarnya. Hatinya menjadi hangat, dia menjadi ibu sebelum melahirkan, bahkan sebelum disentuh oleh suaminya.
Kinanti melirik pada Damar yang memperhatikan caranya memperlakukan putri kecil.
"terimakasih...." desis Damar sedikit malu menerima kebaikan istri mudanya.
***
Makan malam bersama pertama.
Dua istri unjuk kebolehan di dapur rumah utama. Dapur dengan kitchen set bernuansa marmer itu cukup luas untuk kedua ratu memasak disana.
Satu menu dikomandoi oleh istri pertama, dan menu lain dikomandoi istri kedua,, lalu mba Tari hanya bagian bersih-bersih saja.
Setelah menunggu nyaris lapar karena sang koki memasak dengan penuh drama, akhirnya beberapa menu hadir di meja makan outdoor mereka.
Posisi duduk Damar di meja ujung, dia berada ditengah, disisi kanan ada Miranda dan disisi kiri ada Kinanti. Dia tampak kikuk ketika kedua istri hendak memberikan piring makan.
Bagaimana dia harus menerima keduanya atau salah satu dari piring itu??
Haduuhhhh... Dia dilema.
"mas Damar malam ini tidur dengan ku, itu artinya mas akan makan dari piring yang aku berikan...." istri pertama mengeluarkan maklumat nya. Istri kedua auto mengalah.
Sang Raja nyengir kuda.
Rule tambahan pun dibuat lagi.
"mas,, coba deh ini aku yang masak..." Kinanti meletakkan potongan daging dipiring suaminya, Miranda tidak mau kalah, dia juga meletakkan egg roll kesukaan Damar. Tatapan kedua istri bertemu, seperti ada perperangan ditengah-tengah mereka.
Damar juga bingung ketika penuh lauk dipiring makannya.
Astaghfirullah... nikmatnya beristri dua... gumam Damar dalam hati.
Semua harus ia makan untuk menyenangkan kedua ratu, atau dia akan berakhir dengan drama sebelum tidur.
Karena ini malam milik Miranda, Damar akan makan dan minum yang disajikan olehnya.
.
Malam yang sangat kenyang setelah sebelumnya dia berlapar-lapar ria.
Bisa rebahan dengan tenang. Damar berharap seperti itu. Setidaknya sebelum sebuah pelukan mendarat di tubuh kekarnya.
Meskipun berat ia coba membuka mata, melihat istri tercinta tidur di dadanya.
"aku kangen mas....."manja Miranda merasakan kehangatan tubuh suami yang kini bukan milik dirinya seorang.
"aku kangen ngga ya ..??"goda Damar mengecup dahi istrinya, ia terkekeh ketika wajah manis itu berubah menjadi masam.
Dalam bilik kamar ini, ia bertekad tidak akan ada nama lain kecuali mereka berdua. Antara dirinya dan Kinanti biarlah menjadi privasi mereka. Damar sangat menjaga harga diri kedua istrinya.
"jadi ngga kangen sama aku??" rajuk Miranda beranjak dari dekapan suaminya.
"aku kangen... Sangat kangen...." Damar memeluk tubuh sintal itu erat-erat. Tawa getir mereka menyatu dalam kesunyian malam.
Luka yang harus mereka rubah menjadi sebuah kebahagiaan
.
Dari balik tirai kamar, Kinanti memandang kelantai dua tempat dikamar Damar dan Miranda. Malam ini dia tidur ditemani Amanda, Putri kecil tertidur setelah meminum susu dan mendengarkan dongeng.
Ia nelangsa, ketika lampu dikamar lantai dua sudah dipadamkan, sama seperti harapannya yang tampak padam saat ini.
ah.... sakitnya harus berbagi suami...