Fokus ku kembali dimana aku harus menghadapi klien dari perusahaan besar, mereka memintaku untuk bekerja sama saat ini. Jadi aku harus siapkan materi terbaikku tentang meeting hari ini. Bukan hanya itu masalahnya, banyak perusahaan lain yang akan bersaing bersama perusahaan ku. Dan aku harus berhasil menarik perhatian mereka, dengan kepintaran yang ku miliki.
Semoga saja aku bisa.
"Bagaimana Tuan, apakah anda akan pulang lebih awal? Hari ini adalah ulang tahun Nyonya, beliau akan bahagia jika Tuan merayakannya." Lontar mang Ujang berusaha mengingatkan ku, namun di samping itu dia telah mengganggu konsentrasi ku.
"Sepertinya saya sibuk malam ini, jadi tidak bisa pulang lebih awal. Lagian saya akan bermalam di luar." Terpaksa aku jawab, namun aku tidak merespon tatapannya sedikit pun.
Tanganku masih asyik memainkan ponsel, mencari tahu siapa saja yang akan menjadi sainganku nanti.
"Kasihan Nyonya, beliau akan sangat bersedih hati andai Tuan tidak pulang." Ulang mang Ujang berharap kalau aku mau mendengarkan ucapannya.
"Aku lebih kasihan pada klien daripada Elmeera, mang. Jadi, aku putuskan untuk tidak pulang dan berada bersama mereka." Ucapku tegas pada pria ini. "satu lagi, jika nanti Elmeera bertanya tentang aku, mang Ujang bilang aku sedang sibuk di kantor." Pintaku pada mang Ujang.
Dalam hati kecil ku, rasanya ingin sekali aku memberikan kejutan untuk Elmeera di hari ulang tahunnya nanti. Hanya sekedar makan bersama di restoran mewah, dan hanya kami berdua saja. Elmeera orangnya tidak muluk-muluk kok, dia sangat sederhana. Dulu, apapun yang aku berikan padanya, tidak pernah dia tolak. Dia selalu menghargai pemberian orang lain, termasuk dariku.
Elmeera tidak pernah minta hadiah bagus dan mahal, cukup makan di pedagang kaki lima saja Elmeera mau. Padahal dia sebenarnya orang berada, hidupnya di penuhi dengan harta. Namun untuk masalah uang, Elmeera tidak pernah memegang uang banyak. Apalagi untuk hidup berpoya-poya, seperti anak orang kaya pada umumnya.
Tidak ada yang kurang satupun dari nya, semua sikap yang dia miliki, adalah sikap istri idaman ku. Tapi Kenapa aku tidak bahagia seperti para suami di luaran sana, walaupun nyatanya Elmeera telah menjadi milikku saat ini.
Seketika bayangan ku buyar, oleh suara getar di ponsel ku. Di layar tipis ini terlihat ada pesan masuk, siapa pengirimnya pun terpangpang jelas.
'Elmeera kirim pesan padaku, mau apa dia?' gerutuku dalam hati.
Sejenak ku palingkan pandangan ku, menjauh dari ponsel di genggaman ku. Namun tidak berlangsung lama, tak kuasa jika harus membiarkan begitu saja pesan dari Elmeera. Penasaran juga dengan isi pesan itu, siapa tahu ucapan romantis khusus untuk ku.
Tatapanku kembali ke dimana ponsel itu berada, bermaksud untuk membuka isi pesan itu agar mengetahui apa yang ditulis oleh Elmeera.
('Mas, kau ingat ulang tahun ku? Jika ingat, kamu pasti akan pulang malam ini. Kita diner bersama di rumah ya! tidak usah keluar, di rumah pun aku sudah sangat bahagia!') dalam pesan aplikasi hijau yang ku dapat dari Elmeera.
Daripada ku jawab pesan yang dikirim Elmeera, lebih baik ku lanjutkan mendengar kan musik lagi. Mungkin untuk menghindar dari kejenuhan yang ku rasakan saat ini, agar lebih cepat pula aku sampai di kantor. Mungkin lebih tepatnya lagi, aku tidak ingin berada dalam dua pilihan. Sebab andai aku balas pesan Elmeera, sudah pasti aku akan cepat pulang ke rumah menemui diner tersebut.
Bikin malu saja.
Tidak terasa setelah beberapa menit berlalu, akhirnya aku tiba di sebuah bangunan yang berlantaikan dua puluh lantai ini. Bangunan yang menjulang tinggi di hadapan ku ini, adalah satu-satunya harta paling berharga yang kumiliki. Bukan karena bentuk bangunan ini, atau penghasilan yang ku dapat dari tempat ini melainkan sejarah yang terdapat didalamnya mengandung arti besar bagi diriku.
Bukan tanpa sebab aku mengatakan ini, karena ini adalah satu-satunya peninggalan Mamah sebelum dia meninggal dunia. Dulu Mamah seorang pengusaha perempuan tersukses di kota ini, dari sebelum menikah mamah sudah berkecimpung di bidang ini.
Dan kini aku yang telah memegang perusahaan mamah, karena memang aku anak semata wayang mamah. Jadi sudah sewajarnya aku memperjuangkan apa yang sudah dia korbankan untuk ku.
Memang sudah sedari remaja aku ikut berkecimpung di industri ini, Selain mamah sudah melepaskan tanggung jawabnya untuk ku. Aku juga harus menggantikan posisi Mamah yang waktu itu tengah sakit.
Masih terngiang juga di telingaku, bagaimana pesan yang diucapkan mamah sewaktu dia terbaring lemas di rumah sakit.
"Jaga perusahaan itu baik-baik, nak! Jangan sampai ada orang yang berani mengambil alih perusahaan kita, bahkan jika papamu memintanya. Sampai kapanpun itu, kamu harus bisa membuat perusahaan ini tetap milik kita!" Rintih Mamah saat terbaring lemas di tempat tidur rumah sakit.
"Iya. Raka janji mah, sekuat tenaga akan Raka jaga apa yang menjadi hak kita. Mamah tidak usah takut, untuk itu cepatlah sembuh! Supaya kita bisa sama-sama membuat perusahaan ini jadi besar. Mamah akan menyaksikan kehebatan ku nanti, pada saat aku bisa menggaet beberapa klien dengan sekali ucapan." Balasku berusaha memberikan semangat kepada mamah, agar dia bisa tersenyum lagi.
"Benarkah? Ah, rasanya Mamah sudah tidak sabar ingin cepat sembuh, supaya bisa melihat putra mamah duduk di kursi pimpinan perusahaan kita. bangganya Mamah andai melihat pemandangan itu." Senyuman di bibirnya nampak jelas menandakan bahwa dia bahagia saat itu. Tubuhnya yang terbaring lemas, berusaha untuk bangun. Bagaikan sudah benar-benar kuat, ketika mendengar ucapan ku.
Aku memang telah membuktikan janji ku pada mamah, namun sayangnya dia tidak bisa menyaksikan kesuksesan ku sekarang. Hanya bisa berdoa agar Mamah bahagia di surga, agar dia bisa menyaksikan ku dari sana.
Beruntungnya perusahaan furniture ku banyak dilirik oleh investor asing, sehingga membuat perusahaan ku berkembang hingga ke luar negeri. Mungkin doa mamah telah terkabul, sehingga tidak membutuhkan waktu lama perusahaan furniture ku maju besar.
Namun seiring berjalannya perusahaan ku, aku dengar dari berita orang-orang kalau pria yang katanya adalah papah ku, ingin mengambil alih perusahaan ini. Sikap dan perilaku nya membuat aku semakin benci padanya. Namanya kini sudah hilang dari ingatan ku, walau berjalan nya waktu perasaan kecewa tidak akan pernah ku hapus dari kepala ini. Pria itu bukan lagi darah dagingku.
Aku tahu bahwa laki-laki itu sedang mencari ku, tapi aku tidak mau muncul di hadapan nya. Dia tidak tahu saja kalau selama ini orang yang sedang dia cari berada di dekatnya, bahkan sangat dekat dengan nya. Karena orang yang dia cari itu adalah aku. aku sengaja berada di sisinya, supaya rencana balas dendam ku berjalan dengan baik. Bukan salahku kenapa tidak menemui nya, ini karena dia yang telah melupakan anaknya sendiri. Walaupun aku berada di dekatnya, dia tidak sadari hal itu.
Jika begitu, lalu siapa yang harus disalahkan? Aku, atau pria itu? Entahlah, aku tidak mau dibuat pusing dengan masalah ini. Aku hanya harus berusaha untuk menjadi lebih baik, setelah dia tinggalkan dulu sedari kecil. Akan ku tunjukkan padanya, bahwa aku bisa sukses tanpa campur tangan dari nya.