Tidak ada kata sopan santun saat bicara dengannya, seakan-akan dia orang asing dan menjijikkan di mataku. Walaupun aku tahu bahwa diriku sudah berdosa besar padanya, tapi aku benar-benar tidak peduli.
Trok …trok …trok …
Suara pintu kamarku tak hentinya di ketuk, meskipun aku tidak memperdulikannya tapi tetap saja suara ketukan pintu itu tidak berhenti. Malah terdengar semakin sering dan dibuat sekeras mungkin.
Aku tahu jika orang itu adalah pak Bramantyo, yang terus berusaha untuk berbicara denganku. Namun aku tidak menghiraukannya, karena aku sudah sangat malas melayaninya.
"Raka, tolong buka pintunya sebentar! Berikan kesempatan untuk Papah bicara sama kamu. Papah tahu kamu anak yang baik, dalam hati kamu masih ada rasa kasihan. Papah tahu itu." Pak Bramantyo berteriak padaku meminta aku agar memberikan kesempatan padanya.
"Raka!" Teriaknya lagi.