Dia menyadari bahwa sebagian dari aset miliknya beralih nama atas diriku, makannya dia marah dan langsung menemaniku sesuai pernyataan dari sekretaris baruku beberapa menit lalu.
Dalam dadaku sudah menggebu-gebu, ingin rasanya aku buat dia merasakan satu pukulan keras di wajahnya, sebagai balasan atas perbuatannya dahulu.
Aku putuskan untuk tidak terpancing emosi dulu, aku berusaha tenang meskipun Pak Bramantyo sudah marah padaku. Mungkin aku akan tetap berada di tujuan awal, bahwa aku akan berpura-pura tidak tahu yang terjadi terhadap perusahaannya tersebut.
"Papah mau bertemu dengan saya? Mau membicarakan apa, Pah? Kenapa Papah kelihatan sangat marah? Apa saya melakukan kesalahan pada Papah, Sehingga Papah semarah ini?" Paparku masih terus bersikap biasa saja, walaupun dadaku sangat bergetar takut laki-laki ini tanpa memberikan kesempatan dan bersikap kasar padaku.