Masih di kediaman Jenderal Kim, setelah berhasil mendobrak pintu kamar Alena, Jenderal Kim mendapati lemari yang sudah kosong, semua baju Alena sudah tidak ada lagi, dia melihat selembar kertas di meja rias Alena, Jenderal Kim mengambilnya dan membacanya. Tak bisa berkata apa-apa lagi, Jenderal Kim terduduk lemas.
"Hikkss..hikkss Alena, kau pergi kemana, jangan tinggalkan aku sendiri Alena, maafkan aku..., semua karena salahku, kau yang harus menanggungnya, aku sungguh menyesal, ini semua karena ulah Angelica, dan aku sudah bodoh tertipu daya hingga tidur dengannya".
Jenderal Kim begitu terpukul, melihat wanita yang selalu bisa membuatnya nyaman, telah pergi untuk selamanya, Jenderal Kim mulai tak terkontrol amarahnya, hingga dia tak sadar memukul cermin lemari hias milik Alena.
"Prankkkk" suara kaca pecah
Tangan Jenderal Kim penuh darah, dia bergegas pergi mencari Alena, Jenderal Kim tak ingin kehilangan Alena. Pak Choi yang mendengar suara kaca pecah itu, segera datang dan menahan Jenderal Kim untuk pergi.
"Jenderal Kim, sabar, jangan seperti ini. Biarkan nona Alena tenang dulu, lihat luka di tangan Jenderal, itu harus diobati nanti infeksi".
"Minggir kataku, biarkan aku sekalian mati, untuk apa aku hidup, dan kau tidak pernah merasakan rasanya ditinggalkan seseorang yang penting dalam hidupmu".
"Jenderal lihat itu banyak pecahan kaca yang masih menempel di jari Jenderal. Mari saya obati dulu Jenderal, setidaknya keluarkan pecahan kacanya, nanti infeksi".
"Bukkk.. bukkkk"Jenderal Kim memukul Pak Choi. Aku bilang menjauh dariku, jangan pernah campuri urusanku, sakit yang aku rasakan di luar tidak sebanding dengan pedihnya hati yang lebih sakit teriris, minggir aku bilang".
Pak Choi tak kuasa lagi menahan langkah Jenderal Kim, yang saat itu tangannya berlumuran darah dengan beberapa pecahan kaca cermin yang masih menempel di beberapa jarinya.
Mendengar suara kegaduhan, nenek Yoon keluar dari kamarnya, dan melihat Pak Choi sedang menahan rasa sakit pukulan dari Jenderal Kim.
"Ya Tuhan Pak Choi, ada apa, kenapa kau seperti habis dipukul seseorang, mana Kim, ini pasti perbuatan dia!".
"Saya baik-baik saja nenek Yoon, Jenderal Kim sepertinya menyusul nona Alena yang sudah pergi meninggalkan rumah ini".
"Sudah biarkan saja, sekarang lebih baik kau jemput Angelica, di apartemennya Kim, mulai saat ini kau juga bekerja untukku ya Pak Choi, cepat jemput Angelica ke sini, dan aku sudah undang kepala dinas yang bisa mengurus pernikahan Kim dan Angelica, cepat sekarang jemput Angelica, bawa dia ke sini".
"Siap nenek Yoon, segera saya jemput nona Angelica sekarang".
"Ya sudah pergi sana, dan kerahkan para ajudannya Kim, dan bawa Kim pulang juga, ini perintahku".
"Siap laksanakan nenek Yoon".
Sementara di tempat lain, Jenderal Kim tengah mencari Alena di semua tempat, namun tak juga menemukan Alena, Alena saat ini sudah hampir sampai bandara Korea Selatan, dia berniat pergi ke Busan, untuk menghindari Jenderal Kim.
Seperempat jam kemudian, Alena tiba di bandara Korea Selatan, dia segera menuju tempat pemesanan tiket, untung saja masih ada penerbangan ke Busan, satu jam lagi berangkat dan boarding pass.
Sembari menunggu keberangkatan, Alena mengambil sesuatu dari tasnya dan dia melihat figura foto Jenderal Kim yang dia ambil dari kamarnya Kim, sejenak dia mengingat semua kejadian bersama sang Jenderal, baik kejadian yang menyebalkan, maupun kejadian manis yang tak akan pernah dia lupakan sepanjang hidupnya.
"Kau adalah lelaki yang paling menyebalkan dari sekian banyak pacarku, namun aku bahagia pernah menjadi bagian dalam hidupmu Jenderal Kim yang sekarang namanya selalu terpatri di dalam hatiku, maafkan aku Jenderal, kita harus akhiri semua pernikahan kontrak ini, aku tidak pernah ingin merusak nama baikmu, hanya karena pernikahan kontrak ini, maafkan aku yang tak memelukmu saat aku pergi, karena aku tahu kau akan menahan kepergianku, tak pernah menyesal mengenalmu Jenderal Kim, walau kau sangat emosional, tapi saat berada dalam pelukanmu, aku merasakan kelembutan, kehangatan, yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, selama aku memiliki banyak cinta, mereka hanya cinta sesaatku, namun walau pertemuan kita sangat singkat, tetapi bersamamu, entah aku seperti wanita yang paling bahagia karena pernah merasakan semua kemesraan bersamamu Jenderal Kim. Aku pasti akan merindukan semuanya, amarahmu, manjamu, kelembutanmu saat kita bercinta di ranjang, itu tidak akan pernah bisa aku lupakan, aku sangat mencintaimu Jenderal Kim"ucap Alena sembari memeluk erat figura foto Jenderal Kim, tak kuasa dia menahan air mata yang jatuh di wajah cantiknya".
Dua jam kemudian, Alena pun sudah menaiki pesawat menuju Busan, saat di dalam pesawat, dia teringat bahwa masih memiliki seorang bibi yang tinggal dia kota Busan. Bibinya bernama Yen, dia adalah adik dari ibunya Alena.
Seoul sudah tak terlihat lagi, Alena sudah bertekad melupakan Jenderal Kim, dia sangat berharap dengan kepergiannya ini, masalah semuanya akan selesai. Dia ingin kembali menjadi wanita single yang tak memiliki beban apapun lagi, walau impiannya menjadi seorang dokter harus kandas di tengah jalan, tetapi dia harus bisa bekerja keras agar bisa kuliah dengan uangnya sendiri.
Alena membuka buku diarynya dan mencari alamat bibi Yen, ternyata alamatnya masih tersimpan dengan baik, semoga saja bibi Yen belum pindah, karena Alena tak tahu lagi harus pergi kemana, hanya di rumah bibi Yen lah dia bisa bernaung.
Tak lama selang beberapa jam, pesawat telah tiba di kota Busan, Alena masih ingat, kalau rumah bibinya tidak jauh dari bandara Busan, Alena masih teringat semua perkataan mendiang ayahnya, yang berkata. "Apabila nanti ayah dan ibu tidak ada, pergilah temui bibi Yen, dia adalah bibi kandungmu, tinggalah di sana".
Sesampainya di bandara Busan, Alena turun dan menaiki sebuah taxi menunjukkan alamat bibi Yen itu kepada supir taxinya, namun hal yang mengejutkan terjadi, sang supir memberitahu kalau lokasi ini berbahaya.
"Selamat malam menjelang pagi nona, maaf apakah nona yakin mau ke alamat ini".
"Ya saya yakin, ini rumah bibi saya, memangnya ada apa pak supir?"tanya Alena
"Hmm.. setahu saya ini rumah bordir nona".
"Sudahlah apapun itu, antarkan dulu saya ke sana ya, saya tidak ada waktu banyak pak supir".
"Baiklah nona, akan saya antarkan".
Satu jam berlalu, akhirnya taxi tiba di sebuah rumah, yang sudah banyak sekali perubahannya, terlihat banyak tamu lelaki muda, hidung belang dan tua bangka, yang terlihat keluar masuk kamar dengan beberapa wanita cantik yang berbaju sexi.
"Nona ini sudah sampai tempatnya".
"Okay terima kasih pak supir, ini ongkos taxinya ya".
"Sama-sama nona".
Alena menyusuri tempat itu, banyak mata para lelaki hidung belang yang melihatnya dengan nafsu, namun Alena mengacuhkan, sampai dia melihat wanita paruh baya yang wajahnya sangat mirip dengan bibi Yen. Bibi Yen yang juga melihat kedatangan Alena, menghampirinya.
"Ya nona cantik, mau mencari siapa ya?".
"Bibi Yen ini aku keponakanmu, anaknya Song Hye-Bun".
"Apa... Jadi kau Alena, keponakanku, ya sudah masuklah, kita bicara di dalam saja, maafkan bibi ya, saat ayah dan ibumu meninggal, bibi tak bisa hadir karena saat itu keadaanku sangatlah sulit".
"Tidak apa-apa bibi Yen, ayah dan ibu sudah ada di surga"
"Ya sudah masuklah, maaf ya keadaan rumahku sekarang seperti ini, apakah kau nyaman dengan melihat rumahku seperti ini".
"Bibi... apapun keadaan bibi, dan apapun pekerjaanmu, kau tetap bibi kandungku".
"Ya tetapi aku tidak ada rumah lagi, hanya ini saja rumahku, sudah jadi satu dengan bisnis rumah bordir seperti ini, bibi terpaksa menjalani bisnis ini, karena semua demi keperluan hidup, suami bibi yang kedua lah, yang menjalani bisnis ini, dia sudah meninggal, namun karena sudah terbiasa, bibi lah yang sekarang meneruskan bisnis prostitusi ini".
"Aku datang ke sini tidak mau ikut campur dengan usaha yang bibi miliki aku hanya ingin mencari tempat bernaung, selama aku belum dapat pekerjaan bibi".
"Lalu siapa yang memberitahu alamat ini padamu".
"Sebelum ayah meninggal, dia menuliskan alamat ini di buku diaryku, tepat sehari sebelum meninggalnya ayah dan ibu".
"Hmm... Alena sayang keponakanku, aku akan sewakan saja ya sebuah rumah untukmu, aku tidak mau kau tinggal di sini, di sini banyak pengaruh buruk untukmu".
"Sudahlah bibi, jangan membuang uang, menyewa sebuah rumah lagi pasti akan mahal, aku hanya ingin dekat dengan bibi, aku berjanji saat mendapatkan pekerjaan nanti, aku akan cari tempat tinggal lain, bibi tenang saja ya".
"Maafkan bibi ya sayang, kau harus mengetahui bisnis bibi seperti ini".
"Tenang saja bibi, aku tidak apa-apa".
"Ya sudah sekarang istirahatlah, bibi juga mau merapikan beberapa kamar dulu, sebentar lagi mau tutup rumah bordirnya, sudah hampir pagi soalnya".
"Silahkan bibi, aku istirahat dulu ya, terima kasih ya sudah boleh tinggal sementara di sini".
"Ya keponakanku, silahkan rehat ya, sebetahnya kamu saja ya, bibi tinggal dulu ya sebentar".
"Baik bibi Yen".