Dengan langkah pincang, bibir berdarah, dan wajah babak belur, Alrik berjalan di gang sempit pinggir kota. Lukanya tak cepat sembuh jika berada di tempat biasa tanpa sihir seperti saat ini. Ia bahkan harus mampir ke toko kecil di ujung jalan sepi sana untuk membeli beberapa plester dan obat merah.
Rumahnya ada di dekat sini, tapi kini ia sedikit linglung, seolah lupa jalan pulang. Efek samping memasuki dimensi lain untuk manusia sepertinya memang sedikit menyiksa, dan Alrik harus terbiasa.
"Berikan aku plester dan pembersih luka," pintanya kasar pada seorang pelayan.
"Maaf, dua barang itu habis."
"Habis?" Alrik mengerutkan dahinya kesal. "Kau satu satunya pedagang di tempat ini, bagaimana kau tidak--"
"Ambil saja punyaku."
Seorang pria menyela, menyodorkan plester dan obat merah pada Alrik, membuatnya tak jadi marah pada si pelayan. "Siapa kau?" tanyanya kemudian.
