Chereads / Siap, Komandan! / Chapter 29 - 29. Pertemuan Dua Keluarga

Chapter 29 - 29. Pertemuan Dua Keluarga

"Saya sebenarnya tergantung anak saya saja. Kalau Gendhis setuju, maka saya akan mendukungnya. Begitupun kalau terjadi sebaliknya." Jawab Dewi dengan tutur kata penuh kerendahan hati. Yang diserahi kewenangan, justru diam sambil tersenyum tipis.

"Aku … bersedia," Jawab Gendhis dengan suara rendah namun terdengar jelas di heningnya pertemuan malam ini.

"Alhamdulillah," Puji syukur langsung dipanjatkan kedua orangtua Erlangga. Dewi tersenyum mendengar jawaban anak perempuan satu-satunya. Dan, akhirnya tahapan selanjutnya untuk sang anak menemui dunia barunya pun akan segera dimulai. Sebagai sang ibu, Dewi hanya berharap anaknya akan hidup bahagia bersama keluarganya yang baru, dimanapun berada.

Setelah acara ramah tamah selanjutnya berlangsung, para orangtua pun bercakap-cakap di ruang tamu. Sementara Erlangga meminta waktu untuk berdua sebentar dengan Gendhis, yang dibalas dengan tatapan tidak percaya oleh Gendhis karena pria ini berani mengutarakan maksudnya di depan orangtua. Dewi, Batari, dan Eko tergelak mendengar permintaan jujur sang tentara.

"Apa yang ingin kamu katakan?" Kini mereka berdua sudah duduk di teras yang hanya diisi meja kecil dan dua kursi rotan yang disediakan di teras sekedar untuk melepaskan lelah dan menikmati bunga-bungaan yang tumbuh di taman minimalis itu.

"Aku ingin kita menikah sebelum aku berangkat ke luar negeri." Jawab Erlangga. Gendhis mengernyitkan alisnya.

"Aku dengar, menikah dengan seorang tentara itu butuh proses yang panjang dan rumit. Apa kamu yakin, semuanya bisa selesai kurang dari dua bulan?" Gendhis sedikit banyak tahu semua procedural menikah dengan seorang tentara dari internet yang dia browsing beberapa hari ini.

"Aku akan mulai besok untuk mengurus pengajuannya. Dan, mau tidak mau kamu juga harus menyediakan waktu untuk menjalani semua prosedurnya dengan datang ke kantorku." Jawab Erlangga.

"Oh begitu ya? Apa aku harus mengajukan cuti?" Tanya Gendhis lagi.

"Aku rasa tidak perlu. Kamu hanya perlu ijin masuk siang dan itu harus dijelaskan dengan benar agar kamu tidak disangka hanya beralasan." Jawab Erl.

"Aaaahh, maksudmu … aku harus jujur ke kantorku kalau kepentinganku datang telat karena sedang mengurus syarat pernikahan?" Gendhis menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Yups, besok aku akan mencari waktunya. Kalau perwira yang akan ditemui ada di tempat, aku akan menelponmu segera."

"Lalu aku harus datang saat itu juga?" Tanya Gednhis lagi berharap jawabannya adalah 'tidak'.

"Tentu saja," Jawaban Erlangga seketika mematahkan harapan sang perempuan.

"Ahhh, Rara pasti mengetahuinya."

"Memangnya kenapa dengan temanmu itu? Aku tidak pernah berbuat apa-apa padanya jadi kenapa harus sembunyi-sembunyi?"

"Aku … berencana untuk pindah kerja setelah menikah. Aku tidak ingin merasa bersalah pada Rara karena diam-diam aku menikah dengan pria yang diidamkannya." Lagi-lagi Gendhis merasa resah memikirkan tanggapan Rara yang akan sangat sinis padanya kalau sampai dia tahu kalau teman yang pernah diajak kopi darat ini justru akan menikah dengan pria yang kopi darat dengannya.

"Hahaha, kamu sangat lucu. Aku pikir Gendhis yang aku kenal adalah perempuan yang cuek. Ternyata …"

"Kamu belum tahu aku bagaimana. Kalau kamu tahu, pasti kamu akan menyesal menikah denganku." Jawab Gendhis dengan seringai sinis.

"Oya? Kita lihat nanti. Aku tidak sabar untuk menantikannya." Jawab Erlangga.

"Kalian sudah selesai berbicara? Mami papi mau pulang sekarang. Tidak enak bertamu sampai malam." Batari keluar membuyarkan obrolan sepasang calon pengantin itu. Gendhis spontan berdiri terlebih dahulu.

"Okay, aku pamit dulu sama ibu." Erlangga pun masuk kedalam rumah untuk berpamitan pada wanita yang telah melahirkan dan membesarkan calon istrinya itu.

"Nak Gendhis, kamu belum begitu mengenal Erlangga dengan baik. Aku juga tidak tahu kenapa dia langsung yakin untuk menjadikan kamu sebagai istrinya. Tapi, aku yakin itu karena kebaikan kamu sebagai anak yang berbakti dan juga bisa mengimbangi sifat Erlangga yang sedikit egois dan terlalu percaya diri, hehehe" Jawab Batari sambil terkekeh. Gendhsi tersenyum mendengar penuturan calon ibu mertuanya yang masih tetap cantik diusia mendekati kepala lima itu.

"Iya tante, aku akan berusaha yang terbaik untuk menjadi istri Erlangga yang juga seorang abdi negara. Mudah-mudahan kami bisa melewati semua rintangan yang ada." Jawab Gendhis dengan penuh kemantapan dan percaya diri.

"Oya, tante boleh bertanya padamu?" Gendhis menyeringai lirih mendengar ucapan Batari.

"A-apa itu, tante?"

"Kalian sudah pernah berciuman belum?" Bisik Batari di telinga kiri Gendhis. Sontak kedua mata Gendhis melotot lebar mendengar pertanyaan yang sangat pribadi itu.

"Melihat ekspresi kamu, sepertinya kalian sudah pernah berciuman, hihi," Ya ampun, Gendhis rasanya ingin membenamkan wajahnya ke bawah bantal agar tidak terlihat betapa merah wajahnya sekarang karena digoda oleh calon ibu mertuanya.

"Mami, apa yang mami lakukan? Mami jangan bicara yang tidak-tidak." Erlangga yang keluar rumah bersama Dewi, menangkap basah maminya yang sedang terkekeh setelah berbisik pada Gendhis.

"Mami tidak bicara apa-apa kok. Mami hanya tanya sama Gendhis, apakah kalian …"

"Aahhh sepertinya langit mendung akan segera hujan. Terima kasih atas kedatangan tante dan om. Maaf kami tidak bisa menjamu lebih layak lagi." Gendhis memotong pembicaraan calon ibu mertuanya itu. Ibunya akan shock jika mendengar kalimat yang diucapkan maminya Erlangga lebih jauh.

Spontan mereka berempat melihat langit yang memang sudah gelap karena hari sudah malam, jadi tidak akan terlihat mendung pastinya. Erlangga tersenyum tipis melihat wajah Gendhis yang pucat. Pasti ada sesuatu yang diucapkan maminya sehingga calon istrinya itu diam tidak berani menatap matanya.

Sepeninggal keluarga Erlangga dan orangtuanya, Dewi beranjak masuk kembali ke dalam rumah, disusul oleh Gendhis di belakangnya.

"Mereka orangtua yang baik dan ramah. Ibu kenal betul siapa ibu Batari itu. Semua ibu-ibu selalu menawarkan anak gadis mereka untuk dikenalkan pada nak Erlangga. Hanya ibu yang tidak berani karena ibu merasa status kita tidaklah sama dengan mereka. Tapi ternyata Tuhan berkata lain. Justru nak Erlangga yang memilih kamu." Ujar Dewi setelah duduk kembali diatas kursi sofa. Gendhis ikut duduk disebelah sang ibu setelah menutup pintu dan menguncinya.

"Gendhis juga tidak tahu kalau akan seperti ini, bu. Ibu tahu? Gendhis justru mengenal dia dari teman Gendhis yang janjian dengan dia. Teman Gendhis pergi ngajak Gendhis, dia ngajak temannya. Tapi malah aku yang diajak menikah oleh Erlangga.

"Eh, jangan-jangan … teman kamu itu jadian sama temannya nak Erlangga?" Ujar ibu tiba-tiba.

-----

Suasana bioskop di akhir pekan ini cukup ramai dan dipenuhi oleh pasangan yang akan menonton film terkenal yang baru launching hari ini. Semua tampak bersuka cita, kecuali Rara yang seorang diri datang ke bioskop karena semua teman-temannya sibuk dengan pacarnya masing-masing.