Chereads / Siap, Komandan! / Chapter 22 - 22. Ikatan Batin

Chapter 22 - 22. Ikatan Batin

"Mas Erlangga, apa mas tahu maksud kedatangan aku dan kedua orangtuaku ke rumah ini?" Fifin bertanya dengan suara bergetar menahan emosi. Gendhis bisa merasakannya sesama perempuan. Perasaan cemburu terlihat sangat jelas di wajah dokter muda tersebut. Tatapan Fifin yang tajam ke arah Gendhis membuat perempuan itu menatap balik namun dengan sorot mata teduh tak terpengaruh dengan intrik yang digunakan perempuan tersebut.

"Fifin," Retno menyenggol sikut anaknya untuk tidak menyela keinginan anak pemilik rumah.

"Aku tidak tahu. Yang aku tahu, aku sudah pernah mengatakan pada kamu untuk tidak berharap padaku. Karena aku sudah memiliki calon istri sendiri." Erlangga menatap Gendhis sambil tersenyum. Gendhis menatap Erl dengan tatapan bingung dan tersenyum lirih.

"Calon istri?" Retno dan Agung saling menatap satu sama lain. Fifin meremas kepalan tangannya menahan emosi agar tidak keluar secara membabi buta.

"Mami, papi, please …"

"Baiklah, maaf. Kami akan tinggal dulu sebentar." Eko berkata pada Agung, pria yang sudah dikenalnya sejak mereka masing-masing belum menikah.

"Kami akan pamit undur diri saja. Nanti kami akan datang lagi. Ayo bu," Agung berkata pada istrinya dan wanita itu pun mengangguk setuju. Tapi tidak dengan Fifin yang masih belum bergerak dari tempatnya berdiri.

"Fifin, ayo kita pulang." Retno memegang lengan anak perempuan sulungnya dan Fifin pun segera mengambil tasnya dan berjalan lebih dahulu meninggalkan rumah orangtua Erlangga.

"Huft," Baik Batari maupun Eko sama-sama menghela napasnya.

"Kamu tahu maksud kedatangan mereka?" Eko bertanya pada Erlangga yang masih setia memegang tangan Gendhis.

"Oya, ada apa kamu ingin berbicara dengan kami? Disini saja sepertinya sudah tidak apa-apa." Jawab Eko.

"Ya pi, disini saja." Erlangga menuntun Gendhis untuk duduk di kursi sofa sebelahnya. Saking gugupnya, Gendhis lupa memberi salam pada kedua orangtua Erlangga.

"Pi, Mi, aku ingin meminta papi dan mami melamar Gendhis ke ibunya untukku." Jawab Erlangga tanpa menunda waktu lagi."

"APA? Kalian … mau menikah? Kenapa secepat ini? Kamu … tidak pernah mengatakan pada kami kalau kalian sedang menjalin hubungan." Ujar Batari keheranan.

"Memang tidak. Aku baru saja melamar Gendhis dan … untungnya dia langsung menerima." Erlangga tersenyum pada perempuan yang masih tampak grogi. Genggaman tangan Erlangga yang lebar dan lembut membuat Gendhis sedikit lebih nyaman dan tenang.

"Papi dapat kabar … kalau kamu akan ditugaskan menjadi salah satu pasukan kontingen Garuda. Jadi, kalian kapan akan menikah?" Eko berkata dan menatap wajah calon menantu dan anaknya bergantian.

"Paling cepat aku akan berangkat dua bulan lagi. Jadi, aku ingin ijab Kabul dilaksanakan kurang dari dua bulan ini. Kalau bisa sekarang, aku mau sekarang juga." Jawab Erlangga dengan nada mantab.

Eko dan Batari mengernyitkan alis saling menatap keheranan. Mata keduanya langsung mengarah ke perut Gendhis yang masih sangat rata. Mereka memang tidak berpacaran tapi mereka sudah mengenal lebih dari satu bulan. Apapun bisa terjadi pada anak muda jaman sekarang yang tidak diketahui oleh orangtua. Apalagi mereka bukan anak kecil. Gendhis yang mendapat tatapan horror langsung melambaikan kedua tangannya ke depan.

"Tidak tidak, tuan nyonya, itu tidak seperti yang tuan dan nyonya pikirkan. Aku dan Erlangga tidak pernah …"

"Mi pi, kami tidak melakukan hal yang memalukan. Bahkan kami belum pernah berciuman sama sekali, bagaimana aku bisa menghamili dia?"

"ERLANGGA!" Batari dan Gendhis spontan berteriak. Wajah Gendhis memerah menahan malu dan kesal menjadi satu. Eko dan Batari hampir saja dibuat serangan jantung oleh ulah anaknya yang sembrono.

"Mami, papi, ijinkan aku menikahi Gendhis dengan melamar ke ibunya besok. Bisa kan?"

"Erl, bukannya mami papi tidak bersedia, tapi … ini terlalu tergesa-gesa. Kami … sama sekali tidak punya persiapan. Orang-orang sebelum menikah biasanya membutuhkan persiapan dua-tiga bulan sebelumnya. Bukan mendadak seperti ini." Ucap Batari.

"Aku yakin, mami pasti bisa mempersiapkannya. Sebenarnya aku tidak perlu resepsi mewah. Aku hanya ingin ijab Kabul saja dulu. Acara resepsi bisa nanti setelah aku kembali dari luar negeri. Tapi, itu tergantun Gendhis juga." Jawab Erlangga.

"Erl, papi dan mami perlu bicara berdua denganmu terlebih dahulu. Maaf nak Gendhis, bukannya kami tidak merestui tapi ini terlalu tiba-tiba buat kami. Apakah nak Gendhis tidak keberatan jika untuk saat ini nak Gendhis pulang dulu, nanti Erlangga yang akan memberitahu hasilnya pada nak Gendhis." Jawab Eko dengan tutur kata penuh kebapakan.

"Baik tuan,"

"Jangan panggil aku tuan ataupun nyonya ke mami Erl. Panggil kami pak atau ibu saja. Itu lebih baik." Jawab Eko dengan sangat ramah.

"Ba-baik pak, bu. Kalau begitu, saya akan kembali pulang saja."

"Erlangga akan mengantarkan kamu pulang, tentu saja. Setelah itu, kembali ke rumah ini ya Erl." Ujar Batari. Erlangga dan Gendhis tidak sengaja saling bertatapan.

"Baik mi. Aku antarkan Gendhis pulang dulu." Sahut Erlangga.

"Permisi … pak, bu."

"Iya hati-hati di jalan ya," Batari mengantarkan kepulangan Gendhis sampai pintu depan. Erlangga yang sigap membukakan dan menutup pintu untuk calon istrinya, mendapat senyuman dari sang mami yang melihat dari kejauhan.

"Aku bilang juga apa. Kamu terlalu tergesa-gesa. Mana ada menikah mendadak begini. Lagipula, ibuku juga belum tentu setuju dengan rencana nekat ini. Teman-temanku akan shock kalau mendengar aku akan menikah, terutama Rara. Dia pasti yang paling lebih dulu memusuhiku. Huft!" Ucap Gendhis panjang lebar.

"Aku dan teman kamu itu tidak ada hubungan apa-apa. Dan, aku sudah bilang padanya untuk tidak berharap padaku, jadi bukan salahku jika …"

"Iya iya iya, bukan salah kamu. Tapi, perasaan perempuan tidak semudah itu hilang. Dia pasti terlalu berharap padamu sebelum pertemuan itu. Kalian juga pasti sering chat kan sebelumnya?" Tanya Gendhis lagi.

"Chat? Ya beberapa kali saja, karena aku sedang tidak sibuk jadi aku membalas pesannya."

"Sudah berapa lama kalian berkenalan?"

"Hmm, belum ada satu bulan. Dia mengajak ketemuan dan selama satu bulan itu juga aku juga jarang membalas pesannya." Jawab Erlangga sambil mengemudi. Diam-diam Erlangga merasa senang dalam hati karena pertanyaan-pertanyaan yang diutarakan Gendhis artinya secara tidak langsung, perempuan itu mulai tertarik dengan dirinya.

"Oh begitu. Lalu, bagaimana mungkin kita tidak pernah chat, ketemuan baru sekali, terus ada insiden itu kita bertemu lagi … hanya beberapa kali, lalu kamu … memgajak aku menikah? Bukankah itu lebih aneh lagi?" Gendhis memiringkan dagunya dan menatap Erlangga seperti polisi menginterogasi penjahat.

"Itulah yang dinamakan jodoh. Lamanya waktu bukan jaminan untuk sepasang kekasih bersatu. Tapi, ikatan batin yang kuatlah yang akan menjadi pemenangnya." Jawab Erlangga dengan penuh percaya diri.

"Ikatan batin?"