Neyya berjengit saat suara motor dengan keras meraung di sampingnya. Gadis bernetra hitam itu langsung mendelik galak, mencari tahu siapa yang iseng menggleyer sepeda motor tepat di samping telinganya. Neyya belum tahu kalau pemuda tampan yang nyengir puas di balik helm racingnya adalah Erlangga, si anak juragan.
Siapa sih? Iseng banget, mending jauh-jauh deh, Neyya membatin, alisnya mengeryit karena sebal. Neyya yang tak ingin mencari gara-gara di hari pertamanya masuk sekolahan memilih untuk menelan kembali rasa sebalnya dan melanjutkan perjalanan ke kelas.
Erlangga yang sadar kalau Neyya tidak mengenalinya langsung membuka helm dan menyeringai. Gadis desa saja belagu, sombong amat sih? Main pergi padahal Erlangga belum juga mulai bicara.
"Kamu anak pembantu baru di rumahkukan??" sahut Erlangga untuk membuat Neyya paham, siapa Erlangga dan juga beda status sosial mereka yang menjulang tinggi.
"Eh ... jadi kamu ... Den Erlan?" gagap Neyya, wajahnya menjadi semakin pucat.
"Anak pembantu bisa masuk kemari, hebat juga kamu! Atau ... standart sekolahan ini sudah mulai jatuh?!" Erlangga kembali menghina Neyya, membuat gadis ini kesal, tapi Neyya tak bisa melawan, Erlangga adalah anak majikan sang ibu, dan hidup mereka kini menumpang di rumah keluarga Brawijaya.
Tanah di desa rencananya akan dijual untuk melunasi hutang pengobatan Ayahnya. Mau tidak mau mereka tak punya tempat tinggal. Jadi sebisa mungkin Neyya tidak mengusik keluarga Brawijaya, terutama Erlangga. Kata Oneng, Erlangga memang punya sifat keras, dingin, dan lidahnya tajam sejak kecil, jadi Neyya nggak perlu menanggapi ucapan sarkastik Erlangga.
"Maaf, Den. Tapi memangnya salah kalau saya sekolah di sini?" Neyya menundukkan kepala, tak berani bertemu mata dengan Erlangga.
"Salah atau enggak itu tergantung sama cara kamu bersikap! Kalau ingin jadi benar, selama kamu di sini, jangan sok kenal sama aku!" Erlangga melanjutkan perjalannya begitu saja tanpa mengindahkan wajah Neyya yang merengut.
Siapa juga yang mau sok kenal sama cowok ngeselin mirip dedemit kayak gitu? Neyya menggerutu di dalam hatinya. Paginya yang indah rusak sudah begitu bertemu dengan Erlangga.
***❤️❤️❤️***
Neyya masuk ke ruang guru, berbicara beberapa saat sebelum akhirnya mendapatkan pengarahan. Neyya akan masuk ke kelas XII-IPA 1, kelas untuk anak-anak paling pintar di sekolahan ST. Michael.
"Ingat, kalau mau dapat beasiswa terus kamu harus mempertahankan nilai. Rank tiga besar selama satu tahun penuh." Pak guru memberi wejangan.
Neyya mengangguk paham, "baik, Pak." Karena sudah pasti uang sekolah yang nilainya setinggi langit itu harus diimbangi dengan kerja keras.
"Bapak memanggil saya??" Seorang gadis cantik datang ke ruang guru. Dari penampilannya saja sudah bisa di pastikan kalau dia berasal dari keluarga berada. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kakinya tergantung barang-barang branded terkemuka.
Wajah cantik dengan hidung mancung, alis melengking, bibir tebal yang seksi, dan dagu yang lancip. Rambutnya panjang, lurus, dan di warna sedikit coklat. Kakinya terlihat jenjang, tingginya mungkin 165 cm, dengan pinggang langsing dan lengan kurus. Sungguh tipekal barbie girl dalam kehidupan nyata. Mirip dengan idol K-pop Jenienya Blackpink.
Wah, dia cantik banget, seperti boneka, puji Neyya dalam hatinya. Apa murid-murid di sekolah ini semuanya juga secantik dia?
Gadis itu melihat ke arah Neyya, sungguh penampilan Neyya sangatlah berbanding terbalik dengannya. Seragam SMA negeri, tas yang sudah buntut, sepatu yang mulai berlubang, dan tanpa perhiasan atau asesoris apa pun menempel di tubuhnya.
"Hana, bapak mau minta tolong kamu mengantarkan Neyya keliling sekolahan. Dia murid baru, mumpung masih class meeting biar diberadaptasi dengan lingkungan sekolah." Pak Surya meminta Hana mengantarkan Neyya berkeliling terlebih dahulu. Hana tersenyum manis dan mengangguk pada Surya, wali kelasnya. Sudah dipastikan Neyya akan satu kelas dengan Hana.
"Hana adalah ketua kelas di XI-IPA 1, dan juga wakil ketua OSIS. Jadi jangan sungkan bertanya apa pun yang tidak kamu pahami tentang peraturan sekolah pada Hana." Surya terlihat bangga memamerkan salah satu anak didiknya yang terbaik.
"Hai, namaku Hana, salam kenal ya." Hana dengan senyum manisnya mengulurkan tangan. Dengan ragu-ragu karena merasa minder, Neyya menerima jabat tangan Hana sembari mengucapkan namanya, "Neyya."
"Ayo kita berkeliling, Neyya. Aku harap kita bisa berteman dengan dekat." Hana tersenyum manis, lalu keluar dari ruang guru sementara Neyya mengikutinya dari belakang. Neyya berjalan di belakang Hanna.
"Kemarilah, Neyya. Kita jalan bersama, jangan di belakangku, kamukan bukan pembantuku." Hana menarik tangan Neyya, keduanya berjalan beriringan. Wajah Neyya menghangat menerima perlakuan baik dari gadis secantik Hana.
"Kita mulai dari mana ya? Hm ... bagaimana kalau kelas kita dulu?" ucapnya memberi ide.
"Aku ikut saja, Hana." Neyya pasrah.
Hana mulai membawa Neyya berkeliling, mulai dari kelas mereka yang saat ini masih di kelas XI, lalu kelas mereka kelak saat XII. Setelahnya ada ruang-ruang penunjang seperti laboratorium, ruang UKS, ruang music, perpustakaan, sampai dengan ruang-ruang lain milik tiap-tiap ekstrakulikuler.
"Terakhir, kita ke gedung olah raga indoor dan juga kolam renang." Hana membawa Neyya ke ruang olah raga indoor.
Dia ruang olah raga indoor, tim basket sedang bermain bola basket. Para siswa melihat pertandingan basket dengan antusias, mereka bersorak-sorak mengelu-elukan nama seseorang yang tak asing di telinga Neyya.
"Erlan!! Erlan!!"
Neyya melihat sekilas ke arah lapangan indoor, Erlangga sedang mendribel bola menerobos beberapa tim lawan, sesekali ia mengalihkan bola ke tangan yang lain untuk menghindari blocking lawan. Lalu melingsut cepat sembari meloncat dan menembakkan bola ke ring. Masuk!! Tiga poin.
"YEEEE!! ERLAN!!" semua penonton bersorak mengelu-elukan nama Erlangga.
Erlangga bertos dengan teman satu timnya. Wajahnya tetap terlihat sangat tampan meski keringat menggucur deras. Erlangga mengusap wajahnya dengan ujung seragam basket, memperlihatkan otot kencang perutnya yang tercetak jelas. Tentu saja hal ini membuat semua gadis pingsan karena terpesona dengan roti sobeknya.
"Erlangga, dia satu kelas dengan kita. Ketua tim basket dan juga rankking satu tingkat pararel. Prestasinya segudang, tampan, pintar, dan kaya. Idola semua gadis di ST. Michael." Hana menghentikan langkahnya untuk melihat Erlangga sejenak.
"Apa?? Ranking satu?" Neyya terkejut, dedemit ini pintar dan berprestasi?? Seriusan?
"Yup. Ayo, Ney! Kita lanjut." Hana kembali mengajak Neyya untuk beranjak.
Saat Neyya hendak berjalan, sebuh bola melesat dengan sangat cepat ke arahnya.
BAMP!!
Menabrak dinding.
Wajah Neyya pucat pasi, tinggal sedikit lagi bola itu akan mengenai dirinya. Neyya bergetar ketakutan.
"Ups ... sorry, tanganku licin." Erlangga menoleh ke arah Neyya, bibirnya tersungging miring seakan mencemooh Neyya. Neyya terperangah, ternyata Erlanggalah yang sengaja melemparkan bola ke arahnya.
Kenapa sih cowok ini usil sekali?! Apa maunya coba?? batin Neyya, gadis itu lagi-lagi hanya bisa mengepalkan tangan menahan amarah. Karena Erlangga, adalah majikan ibunya.
**** ❤️❤️❤️ ****
Pindah ke F i Z Z O ❤️