Cahaya mentari pagi begitu indah. Madina duduk di atas sofa, dan melihat luka di telapak kakinya. Meniupi perlahan dengan mata yang menjatuhkan tetes bening. Dadanya kembali terasa sesak yang teramat. Madina terus memegang tempat luar hatinya.
Dia kembali meringkuk tubuhnya dengan menangis pilu-pilunya. "Bagaimana jika Galang benar-benar menuruti kemauan Kak Aqsa. Apa yang akan terjadi denganku nanti? Hik hik hiks. Hamba pasrahkan kepadaMu. Semoga setelah aku menangis seperti ini, akan ada kebahagiaan yang tak terkira. Aamiin. Semua mungkin, Biidnillah (dengan izin Allah). Hiks huft ...."
Madina memejamkan mata. Dia menyandarkan kepalanya di atas lengan yang melingkar dalam memeluk kedua kakinya dan masih terisak. Sebisa mungkin dia menyembunyikan kesedihannya.
Ingin tidur untuk sejenak, namun tetap saja tidak bisa. Pikirannya tidak tenang dan terus memikirkan suaminya.