Tempat itu sangat asri ruangan terbuka di depan penginapan itu ada aliran sungai dan bambu kuning. Tirai-tirai sebagai penutup. Aya berbaring dan Mahis meregangkan ototnya, dia menikmati pemandangan luar biasa itu.
"Makan siang datang," ujar pengantar makanan. Aya membuka pintu.
"Rio?" tanya Aya.
"Hai Kanaya ...."
"Oo ... Jadi Mas Mahis suamimu?" tanya pemuda itu, seketika Aya mengumbar kemesraan saat Mahis hendak melepas gandengan tangan Aya, Aya menginjak kakinya.
"Iya ini suamiku," kata Aya yang memandang penuh harap namun Mahis terlihat acuh.
"Selamat ya," ujar Rio lalu pergi. Setelah melihat Rio pergi Aya bernapas lega.
"Itu mantan pacar aku, sakit ya maaf," ujar Aya, Mahis terlihat sangat malas dia memulai makan.
'Aya tidak akan kehabisan ide,' batinya ikut duduk dan memulai makan.
"Pantas saja dia tidak mau denganmu, kamu terlalu ganjen, setiap pria itu tidak suka dengan wanita ganjen, atau murahan!" ucapan ringan itu sangat menusuk, Aya terdiam berdiri lalu berjalan mengambil hp lalu ke sungai.
'Sangat menyebalkan, aku murahan karena mempertahankan suamiku, aku berusaha menyembunyikan perasaan sedih malah begini, Aya la tahzan, Aya ... sabar, sabar!' batinnya lalu duduk dan merendam kaki.
Mahis memulai makan, "Tidak enak Oma ... Aku butuh makanan aku lapar." Dia mengeluh, dia memperhatikan Aya yang duduk menatap langit sambil mengayunkan kaki.
"Gengsi dong aku habis ngatain dia tapi sekarang aku laper banget, mana mungkin aku minta dia untuk masakin, aduh perutku ...." Mahis kesakitan saat penyakit magnya kambuh.
"Oma ...." teriak Mahis, Aya gadis yang tegar dia kuat walau setelah di katai dia tidak menangis. Aya berdiri lalu membawa suaminya ke ranjang.
"Kenapa? Lapar?" tanya Aya. "Tunggu, tadi tetangga memberi ikan aku masak dulu," imbuhnya segera pergi ke dapur, Mahis bersujud kesakitan. Setelah beberapa menit Aya kembali dengan ikan goreng sambal trasi.
"Nih makan, aku tidak mau di bilang ganjen jadi mandiri, makan sendiri," ujarnya ketus sambil meletakkan piring dengan kasar, Aya akan berjalan ke sungai.
"Makan yuk," suara Mahis menghentikan langkah Aya.
"Kayaknya ada yang berbicara deh, makhluk apa ya?" ujarnya meledek sang suami
"Ayo makan istri," ajak Mahis lagi, Aya berbalik arah.
"Kamu ... Bicara sama aku?" tanya Aya.
"Iya, please deh jangan nyebelin," ujar Mahis lalu makan, Aya memutar musik lalu duduk. Mahis tetap diam dia menikmati masakan istrinya
"Aku akan bayar makanan buatanmu ini, aku tidak mau berhutang," ujarnya, Aya asik memakan makanan pesanan.
"Satu kata tertulis cinta telah merasukiku, tak berwujud tak tersentuh hanya ku rasa, Astagfirullah ... Allahumma bariklana," Aya menyelesaikan doanya lalu makan.
"Bagaimana masakanku enak?" tanya Aya ke suaminya yang fokus ke ponselnya. Aya menyahut ponsel Mahis, melihat foto pernikahan, Aya menatap Mahis lalu mengembalikan ponsel itu ke Mahis, Mahis menyahutnya.
"Harusnya ... Ku yang disana, he he he, aduh kita itu sama, sudah deh ... Jangan galau ... Lagian istrimu ini tidak jelekkan?" tanya Aya, Mahis tetap diam acuh.
"Heh Mas suami, kamu bisa jatuh cinta dan memberikan segalanya untuk orang yang kamu cintai. Tapi ingat hidup kita itu di atur, buat apa menyesalinya toh hidup akan maju tidak akan mundur lagi. Jadi terima saja istri ganjen ini, toh aku ganjennya ya ke kamu, malu sih setelah kamu katain tapi ... Kamu hakku dan aku hakmu seutuhnya titik. Hah ... Kamu diam saja, capek sih ngomong terus tidak di jawab. Paling di hatimu aku ini majnun dan sangat menyebalkan. Suami ... Hai ...." panggil Aya memaikan jari dua kali sampai berbunyi, Mahis menatap malas dengan wajah yang datar.
"Aku hanya mau mengingatkan, aku hanya wanita biasa kesabaranku juga bisa berhenti, Jadi ... Seumpama aku pergi ... Jangan pernah menyesal jika pada akhirnya aku meninggalkanmu dengan sikapmu yang seperti ini, aku berharap aku bisa sabar hidup denganmu, menua bersama atau terpisah dengan maut, aku tidak ingin ada perceraian. Aku tidak tau seberapa panjang umurku yang tersisa, yang aku tau saat ini aku benar-benar ridho dengan apa yang diberikan Allah kepadaku, suami yang dingin pun aku bersyukur, aku yakin walau pernikahan ini terpaksa aku yakin kamu tidak akan menduakanku, karna sikap dinginmu. Diam dan terus membisu itu keputusanmu aku tidak akan memaksamu," perkataan panjang lebar dari Aya, lalu dia meniup telapak tangannya.
Mahis hanya melihatnya, lalu menarik tangan Aya meniupnya. "Jangan bicara kepedean," tegur Mahis, Aya menahan tawa sambil menaikan alis tatapan mereka sempat bertemu.
'Ahai ... Tuh ... Dia itu baik, tapi memang jutek dan sangat dingin, aku terlalu cerewet sih ha haha, my suami kamu itu sweet banget, ya Allah semoga Engkau akan segera memberikan rasa cinta dihatinya untukku Aamiin,' batin Aya dia terlihat sangat bahagia.
"Tidak sakit sama sekali kenapa ditiup?" ujar Aya Mahis melepaskan lalu berdiri dan pergi, Aya tertawa bahagia.
'Baru kali ini ada wanita yang super aneh, sangat nyebelin, hih ... Heh ... Aku berdosa jika mendoakan pernikahan dia akan berakhir, apa dayaku aku masih sangat mencintainya, dia datanglah kepadaku saaat kamu butuh. Semoga pada akhirnya kita akan bersama kembali. Kamu sudah diselingkuhi tetapi kamu masih mempertahankan, harapanku kamu datang untukku,' batin Mahis, lalu menoleh ke belakang dia tidak melihat Aya.
"Alhamdulillah ... Akhirnya aku tidak mendengar suara tawonnya, semua kata seperti ngung dasar aneh," ujarnya lalu bermain air.
Cuaca sangat terik Aya membuka tirai sambil membawa loyang besar. "Hai, coba nih," ucapnya lalu meletakkan di meja, dia merasa gerah dia berjalan menutup pintu lalu melepas hijabnya, dia mengikat rambut lurusnya lalu duduk sambil menikmati suasana.
"Ayolah coba," bujuknya. Mahis segera duduk bersamanya, lalu mencuil roti kukus pandan buatan istrinya. Aya memandang langit cerah sambil menyagunkan kaki ke air.
"Kata Oma. Kita harus banyak bersyukur, kita hidup nyaman sedang masih banyak orang yang tidak punya rumah dan menglandang, ada pengemis yang tabungannya sampai milyar dan masih banyak pula pengemis yang tidak punya apa-apa, Alhamdulillah ... Biarlah aku selalu bicara sendiri, anggap saja radio rusak," ujarnya. Mahis melihatnya, tanpa sengaja kancing baju Aya di bagian dada terlepas, terlihatlah belahan yang menggoda dan cukup berisi, Aya melihat mata Mahis yang mengarah ke dadanya, Aya menurunkan pandangan.
"Ah ... Hih ... Mesum," kata Aya segera menutup dan merasa malu, Mahis membuang wajah.
Batinya mulai terpikat sebagai naluri pria normal jelas saja ikhwannya berdiri.
"Lain kali hati-hati, untung aku yang lihat, coba kalau orang lain mendatangkan dosa besar," tegur Mahis.
"Iya ... Lagian hijabku besar-besar kok, ini tadi ya tidak sengaja," jelasnya. "Tapi ... Aku merasa kamu menikmati pemandangan putih dan mulus ini, iya kan?" imbuhnya menantang.
"Heh ... Aku bisa bayar siapapun yang lebih aduhai," jawab Mahis.
"Tapi aku yakin kamu tidak seperti itu, aku yakin kamu takut akan dosa," jawab cepat dari Aya, Mahis pergi.