Tiupan angin terhembus sahdu menerpa tirai. Senja beranjak dan datang waktu malam. Mahis menjadi imam solatnya tanpa berdizikir Mahis berdiri dan segera mengambil ponsel.
"Heh ... kamu manusia kan? Kok tidak berdzikir, itu sama saja manusia berakal kera tolah toleh cus. Pergi begitu saja, lupa sudah diberi kekayaan dan kesehatan?" tegur Aya lalu mengaji tidak mau mendengar kebisingan dari istrinya Mahis malah pergi.
"Ih ... dasar bojo, super nyebelin, semoga aku bisa sabar," gumam Aya lalu lanjut mengaji.
Sementara Mahis sudah berada di dalam mobil dia berusaha menyalakan mesin.
"Ceh kehabisan bensin, niat mau menghindari ayam cerewet malah tidak tepat, lebih baik aku tidur di sini," gumamnya.
Angin malam ngiungan nyamuk membuatnya dia terbangun, Betapa terkejutnya Mahis ketika melihat Oma berada di depan mobilnya.
"Bagaimana bisa Oma tambah cicit jika kamu tidurnya di tempat yang berbeda. Malam ini Oma akan memantaumu," kata Oma dengan tegas. Mahis tidak berkutik dan akhirnya dia kembali ke kamarnya.
Melihat Aya tertidur dengan mukenanya, terlihat jelas wajah ayu berseri yang cerpancar.
"Ya ... bangun, heh ... Ya ... ada Oma, Oma minta kita buat cicit."
"Cicit? ...." tanya Aya dengan suara serak.
Kreakk!
Oma membuka pintu Mahis reflex menarik tangan Aya. Aya menjatuhi tubuh suaminya seketika mata indah itu menatap bersamaan di satu tujuan.
Aya tidak menyingkir karena ada Oma, menindih suaminya sambil meletakkan kepala dan telinga di dada yang di dalamnya penuh dengan guncangan jantung berdetak.
"Heh kalau minta tutup dulu tirainya," ujar Mahis sepertinya sudah siap akan melakukan nafkah batin. Aya segera bangun dia terlihat panik dan sangat cemas.
'Apa dia benar akan melakukannya? Aku harus bagaimana ... bodohnya kenapa aku tadi memancingnya kalau aku sendiri belum berani, aduh ....' batin Aya terdiam dan terus berpikir sambil mengigit kukunya, wajah cemas gelisahnya membuat Mahis menahan tawa.
Mahis bangun dia menarik semua tirai sampai tertutup Aya meneguk ludah tegang saat tau suaminya menutupi tirai. Dugapan jantung yang semakin tidak terkendali seperti ada kembang api yang menyala-nyala.
"Awas ya kalau hanya ekting. Terutama kamu Mahis!"
"Siap Oma."
Oma menutup pintu. Raut wajah yang sulit dijelaskan tangan yang mulai mendingin berkeringat dia meremat kain roknya. Kakinya terus bergerak senada dengan detak jantungnya.
"Demi Oma kamu kurang wangi, bersihkan dirimu," titah Mahis dengan melempar handuk. Lalu berbaring di ranjang.
'Sok menggoda, aku tau kamu ketakutan saat aku tantang, tidak mungkin juga aku mengeluarkan air cinta denganmu, lebih baik dengan bantal,' batinnya.
Aya menghela napas, lalu berjalan ke kamar mandi. 'Mungkin ini memang sudah waktunya aku melepaskan kesucianku, semoga dengan baktiku dia bisa mencintaiku sepenuh hati,' Aya akan pasrah namun terlihat jelas ada ketakutan kegelisan yang paling banyak adalah rasa gugup.
Setelah selesai Aya menepuk dahinya dia lupa tidak membawa baju dia akan memakai baju yang tadi, namun tiada disangka dia malah menjatuhkannya.
"Aduh ... groginya aku hingga lepas kendali, aduh ... masa aku kembenan, untung ada lengannya, tapi ini sangat minim aduh ... bagaimana ini?" gumamnya lalu meneguk ludah berkali-kali.
Dia membuka pintu Mahis tengkurap dengan ponselnya, dia melangkah pelan dengan mengigit bibir bawah. Setiap tiga detik sekali dia meneguk ludah dan ddebaran yang sangat mengacaukan, dia dengan pelan membuka lemari.
"Sudah siap?" tanya Mahis lalu berbalik arah duduk namun matanya tetap menghadap ponsel.
Glek
"Kamu tegang ya? Suara menelan ludah sampai kemari," ujar Mahis lalu meletakkan ponselnya dan beranjak dengan melepaskan kaosnya lalu entah melemparnya kemana.
Langkahnya mendekat kepada istrinya, Aya baru saja mengambil pakaian, Mahis berdiri tepat dibelakang Aya.
'Niatnya aku hanya menggodanya, namun kenapa barang kecil ini bangun,' batinnya, bagaimana tidak datang gairah jika wanita di depannya sangat wangi dengan kulit putih yang mulus walau handuk putih itu berlengan dan hanya ikatan yang melingkar namun terlihat jelas pahanya yang sangat mulus.
Datang angin menerpa di belahan handuk di tengah kaki bagian atas terlihat jelas itu sangat menggoda, Aya kembali meneguk ludah dan menyatukan belahan, tangan yang atas mempertahankan dada dan tangan satunya di belahan handuk.
Dia membungkuk Mahis mendekat di telinga sisi kanan.
"Jangan kepedean," bisiknya melangkah berbalik arah, Aya menarik lengannya lalu menginjak kaki suaminya.
"Au ...." teriak Mahis lalu duduk di pinggir ranjang.
"Jangan bercanda lagi, menafkahi batin itu wajib, kalau aku takut dosa makanya aku mau ... tapi kamu dengan mudahnya mengatakan kepedean. Nyebelin," ucapan Aya sangat cepat, wanita cantik itu segera mengambil pakaian dan kembali ke kamar mandi.
Selang beberapa menit dia kembali Mahis masih sibuk merasakan sakit di kakinya.
"Maaf, ih ... gara-gara mandi, haccing ... ha_ha hah ... tidak jadi, est ... demi bojo malah tersiksa," gumamnya lalu berbaring dengan menutup semua dengan selimut.
Mahis melihat istrinya lalu ikut naik ke atas ranjang dan berbaring. Mahis membelakangi istrinya, Aya tidak henti bersin suaranya mengigil kedinginan. Tapa kata dan tanpa basa-basi Mahis mendekat lalu memeluk istrinya dari belakang.
"A,"
"Jangan cerewet!" tegurnya segera menyelah istrinya. Aya berbalik arah membalas pelukan itu.
"Apa ini sebuah rasa bersalahmu? Penebusan?" tanya Aya, tanpa berkata tangan besarnya menyumpat bibir tipis kecil itu.
'Dia selalu saja cerewet, hih tidak betah,' batinnya. Mahis menikmati pelukan itu sambil menghirup ingus.
"Huh ... jorok banget sih," keluh Mahis bangun dari tempat tidur.
"Kan kamu tadi yang minta, jadi ya seperti ini hajjcing ... ha_hajjcing, est ..."
"Heh ...." Mahis benar-benar muak, dia tidak betah lalu bangun dan keluar dari penginapan.
Aya duduk di atas ranjang sambil memeluk kedua kakinya, karna hidung yang tersumbat dia tidur dalam posisi duduk.
Mahis menikmati malam berbintang lalu berbalik tanpa sengaja matanya melihat sepintas lalu mengulangi apa yang dilihatnya.
"Hi ..." dia merinding lalu bergegas masuk, dia segera menutup turai lalu beranjak naik ke ranjang.
"Pernikahan itu bukan sekedar memasakkan, kalau hanya masak kan bisa beli ke Bude Nah, Yah, Sati. Pernikahan itu juga bukan sekedar mencucikan baju salah satu pasangan, kalau mencuci laundry juga banyak. Pernikahan itu sama-sama belajar, menerima kelebihan dan kekurangan, jika mandi malam aku begini terus bagaimana Ha ..." ucap Aya mengrutu dengan mata tertutup rapat.
"Tidak terjaga tidak terlelap tetap saja cerewet, heh ..." Mahis sangat pusing dia mengambil bantal lalu menutupi telinganya.
'Mantan apa kamu sudah menghabiskan malammu dengan suami tuamu? Aku harap kamu datang bulan sampai kamu dan dia tidak melakukannya, atau ... aku harap suamimu barangnya lemas. Aku masih belum rela, aku belum iklas, aku berharap kamu akan segera cerai. Aku tidak peduli bagaimana nanti dengan si Aya, kalau kamu mau kembali kepadaku aku akanmenghabiskan sisa umurku bersamamu. Tapi ... Oma? Tidak mungkin aku mengharapkan Oma pergi dengan cepat, walau sudah tua, cerewet namun aku masih membutuhkannya, Oma ... kalau tidak karna Oma mana mungkin aku menikahi Aya,' batin Mahis lalu tertidur.