Chereads / THE LOST WORLD [SUPERNATURAL] / Chapter 19 - 18. MENJADI LAWANNYA

Chapter 19 - 18. MENJADI LAWANNYA

Lidia menggebrak meja dengan tubuh yang mencondong. Tatapannya seolah akan melahap orang yang sedang duduk di bangkunya sekarang, namun tidak ada terkejut apalagi sampai merasa aneh. Semua yang di lakukan Lidia saat ini sudah terlalu biasa bagi seluruh murid yang terkena omelannya itu.

"Heh! Jadi lo mulai berani lawan gue di sini sekarang?" sentak Lidia dengan mata melotot.

"Kalau iya emang kenapa?" sahutan yang santai seakan menantang membuat cewek itu semakin di buat geram. Lidia mengepalkan kedua lengannya kuat seolah siap akan meninju orang di depannya saat ini.

"Silahkan aja lo pukul gue, Lidia."

Cewek itu semakin jengkel. Bukaan kah seharusnya takut? Padahal sudah beberapa kali Lidia menang atas niatannya. Tetapi kenapa justru sekarang Lidia yang di tantang?

"Lo itu cowok cemen, mana mungkin bisa jadi lawan yang sebanding sama gue." angkuh Lidia dengan senyuman sinisnya.

"Oh, ya? Tapi bukannya kalau lawan itu pasti ada kelemahannya juga?"

Lidia memicingkan mata, otaknya berputar mencerna kata yang barusan saja keluar.

"Karena kelemahan gue itu emang ga bisa mikir buruk di depannya. Sedangkan lo banyak prajurit yang siapa aja bisa lo andelin."

Lidia menaikkan dagu. "Terus, maksud lo itu gue bakal kalah?"

"Ya … bisa jadi." ujarnya menghentikan ucapannya sejenak. "Terkadang yang lemah itu bisa jadi kuat karena suatu hal tertentu."

Lidia mulai penasaran. Sampai kapan sosok di depannya akan terus menantangnya walau padahal Lidia yang akan menang. Tapi cewek itu tidak akan ambil pusing, karena memang dirinya lah satu-satunya cewek yang bisa segalanya. Termasuk membuat seluruh murid tunduk padanya.

"Silahkan aja, Vero. Tapi gue bakal lakuin lebih apa yang ga pernah lo bayangin sebelumnya." ancam Lidia sebelum melesat pergi dengan perasaan yang berkecamuk di dalam hati dan pikirannya.

Vero tersenyum miring. "Walau gue belum tahu apa rahasianya dengan pasti, tapi seenggaknya ada orang yang udah bocorin hal buruk tentang keluarganya."

Vero justru semakin semangat untuk bisa mencari tahu itu semua. Karena dengan begitu Vero bisa membalas apa yang sudah Lidia lakukan terhadap orang yang sudah di tindas dan di anggap lemah. Mungkin setelah membongkar kebusukan dari cewek itu semua murid yang di bully akan merasakan ketenangan, seperti hal nya dengan Vero sendiri.

Sudah sangat lama sekali Vero ingin Lidia enyah.

"Gue pengen tahu reaksi lo nanti kalau seandainya keburukan itu terungkap depan publik, Lidia."

>>>>>>>>>

Claire melirik bekas luka di lengannya. Bersyukur lukanya mulai mengering, Claire tidak tahu lagi harus menutupinya dengan apa selain pakaiannya. Claire tidak ingin Kakak nya semakin curiga. Leon yang ujungnya akan menyalahkan dirinya atas tidak bergunanya sebagai Kakak. Claire tidak ingin sampai itu terjadi.

Leon harus pokus dengan satu pekerjaan saja yaitu kantornya. Jika mementingkan Claire maka pekerjaannya pasti tidak akan pernah selesai dengan waktu singkat. Claire juga tidak ingin terus merepotkan Kakak nya. Dia sudah banyak sekali membuat Leon sakit kepala atas sikapnya jadi tidak mungkin juga luka kecil itu di tunjukkan.

"Kak Leon, bentar lagi pulang. Aku harus siap-siap masak makan malam." ujarnya begitu selesai dengan pakaian panjangnya. Sejenak Claire harus mementingkan juga Kakak nya, walau masalah hidupnya pun harus di utamakan.

Claire menunda kembali pencarian Sonia. Ryan sudah dua hari belakangan juga tidak muncul membuat Claire bisa pokus pada tempat-tempat yang terlintas di bayangannya. Semoga saja tidak lama lagi Claire bisa menemukan adik Ryan. Setelah di pikir, hantu lelaki itu kasihan juga ke sana ke mari tidak ada arah tujuan.

Mungkin Ryan juga sedang mencari adiknya di luaran sana, namun Claire juga tidak mungkin mencari hanya dengan nama tanpa memperlihatkan identitas jelasnya.

Suara decitan pintu utama membuat Claire menatap lurus melihat Leon dengan pakaian kantornya masuk ke dalam rumah. Baru saja Claire akan berniat untuk memasak, namun Kakak nya sudah lebih dulu datang.

"Claire." panggil Leon yang melangkah lebih dekat. "Kamu kenapa belum tidur?" tanyanya.

"Claire, mau masak makan malam."

Leon tersenyum. "Oh, jangan masak. Lebih baik kita makan di luar, sudah lama sekali bukan? Tidak merasakan udara di malam hari."

Leon hanya tidak tahu saja kalau Claire sangat malas pergi keluar. Bukan hanya karena udaranya yang segar, tetapi sekarang Claire berbeda dengan yang dulu. Lewat kemampuannya itu bahkan keseluruhan Claire tahu ada banyak makhluk-makhluk tak kasat di depan tempat masuk.

Claire mual serta jijik.

"Aku tetep masak." keukeuhnya melangkah ke dapur. Leon melihat punggung adiknya sambil menggeleng perlahan. Alangkah baiknya mungkin Leon biarkan saja kemauan Claire. Dengan seperti itu pula mereka berdua kembali menghangat seperti dulu.

Leon pergi ke atas untuk mandi sementara Claire mulai sibuk dengan aktifitasnya saat ini.

Dulu Claire tidak pernah sekali pun memegang wajan teflon, hanya masuk ke ruang makan untuk sarapan bersama keluarganya yang utuh. Claire paling sering membuat candaan dengan sang Kakak, sedangkan kedua orang tuanya hanya saling tertawa mendengar lelucon aneh dari kedua anaknya.

Claire anak yang begitu aktif di sekolahnya sehingga di kagumi oleh para guru. Namun semua itu sirna seolah tidak pernah ada dalam hidupnya ketika Claire terbangun dari koma panjangnya. Claire berpikir soal Leon yang risih dengan tingkahnya. Leon yang geram oleh sikap Claire.

Claire bahkan tidak ingin memiliki sifat buruk. Dulu dia bersumpah pada dirinya untuk tidak akan pernah ketus pada orang lain. Tidak akan bersikap cuek dan hal buruk yang terjadi padanya hingga detik ini.

Apa itu adalah ucapan yang berbalik pada dirinya sendiri? Kenapa bisa terjadi? Seolah ucapan dulu itu kini menjadi nyata sampai membuat orang benci padanya. Sampai membuat mereka semua ingin Claire pergi saja. Claire hanya lah gadis yang membawa kesialan pada orang yang telah di ajak berkomunikasi.

"Claire."

Cewek itu sedikit terjengit.

"Apa kamu sedang melamun? Ikan gorengnya gosong itu."

Claire segera mematikan kompor. Leon yang mengingatkan menghela napas halus.

"Maaf, Kak." cicit Claire begitu pelan.

Leon menarik pelan lengan adiknya untuk duduk. "Coba cerita apa yang sedang kamu alami."

Claire mengulum bibir. "Kak Leon, pasti udah nahan laper. Maaf lauknya jadi ga bisa di makan."

Leon menggeleng. "Soal itu jangan khawatir. Kakak, sudah pesan makanan dan langsung di antar, mungkin sebentar lagi sampai."

"Sejak kapan suka delivery?"

Leon terkekeh. "Baru pertama kali ini saja. Karena, Kakak, tahu kamu tidak bisa masak."

Claire mendengus di dalam hati. Walau memang kenyataannya Claire tidak bisa entah kenapa ucapan itu sedikit menggores hatinya. Padahal Claire hanya ingin di puji dengan niat baiknya saja.

"Sepertinya sudah di depan. Kakak, cek dulu." Leon berdiri dan meninggalkan Claire di ruang makan.

Cewek itu menggeleng cepat dengan hentakan sekali. "Gawat." kakinya langsung berlari menuju depan.

"Jangan di buka, Kak!" Claire mengunci cepat pintu utamanya membuat sang Kakak mengernyit bingung.

"Di depan sana bukan orang yang kita tebak."

"Dari mana kamu tahu?"