Claire menolehkan kepalanya dengan cepat saat merasakan hembusan angin di belakangnya. Sepertinya ada sesuatu yang akan membuatnya marah, Claire jelas tahu siapa yang menjahilinya sekarang. Beruntung Leon sudah sejak tadi terlelap di kamarnya sehingga Claire bisa lebih leluasa lagi bercengkrama.
"Harusnya kamu ga ngusik orang lain. Terutama, Kak Leon." tegas Claire memeringati.
'Hahahaha … kenapa?'
Claire melirik ke kanan ke kiri, mencari hantu lelaki yang hanya terdengar suaranya saja. Geramnya semakin bertambah, cewek itu sudah jengkel di permainkan seperti itu terus menerus. Claire ingin bicara mengenai di sekolahannya selain perihal kamar sang Kakak.
"Sheila, kenapa di jadikan alat untuk menjebak aku?"
Hantu lelaki tersebut menampakkan diri di depan Claire. 'Karena lo ga pernah gubris gue.'
Claire menarik napas panjang. "Jadi? Kenapa sampe gentayangan di rumah orang?" tanyanya membuat lelaki itu menunduk.
'Gue ga bisa tahu gimana kabar adik serta nyokap. Mereka kayaknya kosongin rumah, gue ga tenang terus mikirin mereka sejak hari … kematian gue.' terangnya tanpa menatap ke arah Claire.
Claire mendengus. "Sonia, ada di tempat aman."
'Dari mana lo tahu nama adik gue?'
Claire memang tahu, dengan tempat yang padahal hanya menebak. Sebenarnya sedari tadi dia sudah menahan kantuk ulah hantu itu yang masih saja menganggu setiap detiknya, jelas Claire tidak akan bisa tidur dengan nyenyak.
"Ga perlu tahu."
'Anterin gue ke tempat di mana adik gue berada.'
Claire memutar bola matanya malas. "Emangnya aku hantu seperti kamu yang ga tidur? Ini waktunya semua manusia beristirahat. Sana pergi jauh!" usirnya sambil melongos pergi.
Claire memang tidak main-main dengan ucapannya, alihan itu cukup membuat hantu lelaki itu percaya padanya. Claire mulai lega, setidaknya lelaki itu pergi tanpa mengusiknya hingga terlelap nanti. Memang tidak berbuat aneh, namun Claire risih jika mencium bau busuknya yang menusuk.
Rencananya besok setelah pulang dari sekolah Claire akan menyelesaikan semuanya. Masalah di sekolah hingga lelaki yang saat ini menjadi hantu yang sangat menyebalkan untuknya. Sepertinya tidak bisa satu menit saja Claire di buat tenang dengan suasana di rumah yang nyaman serta damai.
Claire memikirkan Leon, pasti Kakak nya itu masih berpikiran mengenai hal yang telah mengganjalnya selama akhir waktu ini. Claire jamin jika urusannya telah selesai maka tidak akan ada yang mengganggu ketenangan mereka berdua di rumahnya.
Begitu pula dengan Leon yang juga selalu merasakan cemas yang luar biasa ketika tidak melihat Claire di sampingnya. Sebenarnya Leon ingin tahu keseharian Claire di luaran sana, namun karena pekerjaannya yang terlalu padat maka semua itu sirna seketika. Padahal bisa saja Leon menyerahkannya pada orang yang di percayainya, akan tetapi rasa tidak enak hatinya pun merasuki pikirannya.
Leon menjadi serba salah. Seandainya saja dia ada waktu melihat Claire di sekolahan barunya, apakah lebih nyaman dari yang sebelumnya atau biasa saja. Claire itu sebenarnya adalah gadis pemilih, Leon memilih sekolah itu asal saja, di karenakan memang jaraknya dengan rumah tidak terlalu berjauhan. Sedangkan selama ini Leon belum juga melakukan keinginan niatnya.
Apa Claire merasa terpaksa sekolah di sana? Leon tidak tahu semua itu, hanya saja adiknya tidak protes secuil kata pun mengenai sekolahannya. Apa mungkin itu adalah tanda kalau Claire merasa nyaman? Tapi kenapa tidak ada cerita kecil apapun yang masuk dalam pendengarannya hingga sekarang?
Leon mulai meragukan hal itu.
>>>>>>>>>>>>>>
Vero mengangguk saat menguping pembicaraan seseorang yang berada di balik pintu ruangan kosong. Di dalamnya terdapat beberapa orang yang mulai tertawa beriringan seolah ada gurauan dalam perbincangan mereka. Vero menarik napas sambil menatap lurus. Perasaannya mulai tidak karuan, entah kenapa saat ini Vero harus melakukan sesuatu.
Kedua kakinya melangkah lebih jauh dari tempat tadi. Tujuannya lebih dahulu mengarah pada kedua temannya yang sedang bermain basket di lapangan. Vero harus memberitahukan semua itu pada Bagas dan Doni juga, mungkin dengan begitu mereka bisa membantunya.
"Ver, sini gabung maen!" seru Doni teriak dari lapangan outdoor.
Vero menarik napas halus. "Ini bukan waktunya gue bisa santai."
Bagas yang sudah memasukkan bola ke dalam ring menautkan alis saat mendengar tuturan Vero. "Emang ada apaan?" tanyanya dengan raut penasaran.
Doni dan Bagas akhirnya mendekati Vero yang berdiri tegak di sisi lapangan. Mereka berdua melihat raut wajah satu temannya itu seakan khawatir pada sesuatu.
"Ini gawat bange!" ungkap Vero cemas.
Bagas dan Doni menautkan alis saling melirik. "Gawat apaan, sih? Kalau ngomong yang jelas dong." decak keduanya.
Vero mendeham. "Lidia, sama temen-temennya mau rencanain sesuatu terhadap, Claire. Kali ini bukan dari mulut ke mulut."
"Maksudnya?"
"Claire, dalam bahaya. Mereka bakal bayar orang buat celakain dia."
"Hah!" sontak dua cowok itu memekik serentak.
"Makin ngawur aja itu cewek. Di mana akal pikirannya coba?" Bagas di buat heran.
"Makin gila. Dulu buat lo di skors kan, Ver. Parah banget sampe nekad begitu sekarang." timpal Doni tak kalah heran.
Vero tidak tahu lagi harus bagaimana. Lidia yang keras kepala mana mungkin bisa di hentikan oleh ucapan saja, lagi pula Vero pernah di fitnah atas tuduhan Lidia yang kehilangan barang berharga milik cewek itu. Vero di fitnah, padahal jelas tidak mungkin Vero melakukan hal itu.
Hanya karena Vero pernah menolong orang yang di tindas oleh geng Lidia, maka Vero sendiri yang terkena skandal dengan si ketua gengnya. Sejak kejadian itu Vero menjauh dan tidak menghiraukan Lidia serta gengnya saat mencibir orang, sepertinya percuma saja Vero melawan karena ujung-ujungnya akan kalah juga.
Lidia cewek yang picik, Vero tidak bisa menandingi pikiran busuk yang selalu saja menang dalam segala urusannya.
"Terus kita harus lakuin apa, Ver?" tanya Bagas meminta usulan.
Vero menghela napas gusar. "Kita pikirin dulu, otak gue masih belum ada cara buat cegah aksi, Lidia."
"Kalau ada orang luar yang mereka masukkan, kenapa kita ga ikutan juga bawa orang?" usul Doni tanpa pikir panjang.
Bagas mendeham kecil. "Ga ada salahnya juga kan, Ver?" sahutnya seakan setuju dengan pemikiran Doni.
Vero menatap dua temannya. "Nanti dulu. Takutnya mereka rencanain di tempat yang ga pernah kita tahu, soalnya gue denger cuma itu aja. Ga mungkin di area sekolahan, kan? Pasti di tempat yang, Claire, bakal lewati."
"Kalau gitu kita ikutin, Claire, pergi kemana atau basa-basi kita temenin lah. Banyak alesan kalau soal itu, mungkin dengan begitu para pesuruh cewek sinting itu jadi ngurungin niatnya."
"Kaga gitu juga, Bagas."
Vero mendecak kecil sambil menggeleng pelan. Apa lebih baik Vero ceritakan saja apa yang akan di lakukan oleh Lidia? Dengan begitu Claire pasti akan menjaga dirinya sendiri walau Vero tidak begitu yakin bisa menghindar dari serangan lawan nanti. Lidia yang seharusnya di musnahkan, namun apa daya Vero hanya lah cowok yang begitu lemah.
Melawan Lidia saja Vero yang kena skors.
"Gue harus cari, Claire."